Are You a Zetizen?
Show Menu

Review: Justice League, Bukti Kualitas DC Masih di Bawah Marvel?  

Fahri Syadia Fahri Syadia 16 Nov 2017
Review: Justice League, Bukti Kualitas DC Masih di Bawah Marvel?   

Zetizen.com - Hari ini (15/11) jadi hari yang ditunggu-tunggu oleh para pecinta film. Salah satu karya andalan DC, Justice League dirilis. Namun dengan gembar gembor yang begitu besar, rupanya DC masih belum berhasil memenuhi harapan fansnya. Pasalnya, masih banyak miss dalam film besutan sutradara Zack Snyder ini.

Justice League bercerita tentang berkumpulnya para superhero DC mulai dari batman (Ben Affleck), superman (Henry Cavill), aquaman (Jason Momoa), flash (Ezra Miller), dan wonder woman (Gal Gadot). Mereka bersatu melawan alien penjahat yang ingin menghancurkan Bumi, yaitu Steppenwolf. Secara konsep, tentu Justice League mirip banget dengan film The Avengers karya Marvel. Gara-gara itu pula, dua film ini sering dibanding-bandingkan.

Sayangnya, Justice League (2017) ini masih memperlihatkan bahwa kualitas DC masih di bawah Marvel. Meski dari segi sinematografi dan penggambaran setting adegan cukup kece, masih banyak detail plot film yang masih bisa diperbaiki. Misalnya dari segi plot yang gampang ditebak tanpa plot twist yang menarik. Banyak juga “deus ex machina” - ada tokoh yang terdesak, tiba-tiba diselamatkan oleh tokoh lainnya dalam momen yang sangat tepat - yang juga mudah ketebak.

Sebagai superhero, wajar kalau tokoh-tokoh dalam Justice League punya kekuatan super. Namun film ini sempat nunjukin beberapa scene yang mana tokohnya overpowered. Misalnya pada adegan ketika wonder woman menghindari peluru, atau ketika batman menghajar “pasukan serangga” anak buah Steppenwolf. Praktis, mereka sama sekali nggak memberikan kesulitan buat para tokoh utama. Itu membuat Justice League terasa kurang dinamis dan agak membosankan.

 

Foto: Geek Podcast

Mungkin yang perlu diapresiasi adalah upaya DC memberikan sentuhan humanis pada masing-masing karakternya. Mulai dari flash yang ayahnya dipenjara, Cyborg yang bertengkar dengan ayahnya, hingga kerinduan Lois Lane kepada Superman, hingga perasaan bersalah Batman. Meski belum terlalu dalam, at least sentuhan itu berhasil bikin penonton ngerasa iba.  

Sedangkan dari sisi humor, Justice League nampaknya telah sedikit berusaha menyelipkan scene-scene yang bisa bikin penonton ngakak. Utamanya lewat karakter flash yang newbie, dan aquaman yang satir. Keusilan mereka seenggaknya udah dapat mengurangi keboringan selama 120 menit jalannya film.

Karakter flash sebagai anggota termuda, paling minim pengalaman, dan rasa penasaran tinggi emang mirip dengan Spiderman dalam The Avengers. Namun tokoh flash kelihatan belum mampu mengungguli Spiderman, baik dari segi keusilan ataupun kelucuannya. Kesan serba nanggung pun banyak muncul dalam Justice League ini.

Nggak perlu The Avengers, film marvel yang rilis belum lama ini, Thor: Ragnarok secara overall emang lebih memuaskan dari Justice League. Baik dari segi dinamika film, efek, hingga sisi-sisi humornya. Makanya, kritikus macam Rotten Tomatoes sampai menunda penilaian atas Justice League (2017), bisa jadi karena ragu gimana film yang begitu diandalkan ternyata malah cenderung flop.

 

Foto: Syfy

So, upaya DC memberikan sentuhan humanis dan drama dalam filmnya emang udah jadi hal yang positif. Dengan begitu, penonton ngerasa lebih terikat secara emosional dengan para tokoh. Selain itu DC juga menonjolkan kesan gelap dalam pewarnaannya, agar memberi nuansa baru dari film-film marvel yang colorful.

Namun dari segi kualitas plot dan hiburan bagi penonton, Justice League jelas suatu kemunduran bahkan dari film terakhir DC sendiri yang sukses, Wonder Woman (2017). Karena itu sampai sejauh ini, rasanya fair buat bilang bahwa kualitas rata-rata film DC masih di bawah bayang-bayang marvel Cinematic Universe.   

 

RELATED ARTICLES

Please read the following article