Are You a Zetizen?
Show Menu

Review Pacific Rim Uprising: Berebut jadi Penyelamat Dunia

Rafika Yahya Rafika Yahya 26 Mar 2018
Review Pacific Rim Uprising: Berebut jadi Penyelamat Dunia

Zetizen.com - Jaeger dan Kaiju kembali menyapa pecinta film lewat Pacific Rim: Uprising. Ditinggal sutradara Guillermo del Toro, film ini seperti ikut kehilangan nyawanya. Jajaran pemain yang shining atau penampilan Jaeger (para robot) yang lebih gahar ternyata nggak bisa menyelamatkan plot yang berantakan. Alhasil, Pacific Rim: Uprising gagal menciptakan after taste ciamik seperti film pertamanya.

 

Dengan senjata andalan masing-masing, Jaeger beraksi di Tokyo, Jepang (Foto: IMDB)

 

Film dibuka dengan kejayaan film pertama, Pacific Rim (2013), dimana Kaiju (monster alien yang keluar dari celah bumi) berhasil dikalahkan. Kemenangan itu nggak cuma menciptakan ketenteraman, tapi juga menciptakan kota-kota mati berhiaskan rangka-rangka Kaiju. Disitulah Jake (John Boyega), putra salah satu pilot handal Stacker Pentecost (Idris Elba) di film pertama, tumbuh besar. Tampaknya, menjadi putra Pentecost menjadi beban tersendiri bagi dia. Alhasil, Jake memilih untuk menjual berbagai rangka Jaeger yang bertebaran di sekitar tempat tinggalnya.

 

Dari situlah dia bertemu Amara Namani (Cailee Spaeny), remaja yang tanpa disangka mampu menciptakan Jaeger. Berkat suatu kesalahan, keduanya dikirim ke pusat pelatihan pilot Jaeger. Keputusan itu tentu menjadi neraka bagi Jake karena pernah "gagal". Dia pun berkolaborasi dengan Nate (Scott Eastwood), mantan rekan pilotnya dalam mengendarai Jaeger Gipsy Avenger. Sementara itu, Amara menjadi kadet di bawah asuhan Jake dan Nate.

 

Diluar dugaan, perusahaan Shao Industries yang dipimpin wanita ambisius Liwen (Tian Jing) mengembangkan jaeger sendiri. Dibantu researcher Newton (Charlie Day) yang juga muncul di film pertama, mereka mengembangkan jaeger dengan drone yang tersebar di seluruh dunia. Masalahnya, di saat bersamaan, muncul jaeger palsu yang menyerang Sydney, Australia. Dibantu Mako (Rinko Kikuchi), Jake dan Nate berupaya menemukan dalang di balik masalah itu. So, selama 111 menit, penonton disuguhi berbagai scene yang menimbulkan pertanyaan: "Kalau bukan Precursors yang menyebabkan semua masalah, lalu siapa?"

 

Premis untuk menyelamatkan bumi dari musuh dalam selimut tentunya berbeda jauh dengan film pertamanya yang dirilis lima tahun lalu. Kalau film pertama fokus pada upaya para ilmuwan dan pilot menciptakan Jaeger, film yang disutradarai Steven S. DeKnight ini akan fokus pada upaya mengusir kaiju yang kembali menguasai bumi. Selain itu, salah satu perbedaan yang mencolok adalah aksi para Jaeger yang epik dibalut dalam teknologi CGI. Alhasil, bukan cuma robot Jaeger yang tampak nyata diantara bangunan tinggi, tapi juga Kaiju yang makin gahar dan sulit dikalahkan.

 

Keputusan untuk mempertahankan beberapa tokoh dari film pertama seperti Gottlieb (Burn Goman) dan Newton (Charlie Day) juga menjadikan alur cerita terasa hambar. Sejak awal kemunculannya, duo ilmuwan ini langsung memberikan clue bagi penonton setia Pacific Rim. Tapi, hal itu nggak akan disadari oleh penonton baru yang akan menganggap keduanya sebagai "pemanis" dalam alur cerita.

 

Nggak cuma itu. Kehilangan Guillermo del Toro juga menjadi salah satu alasan kenapa film ini dihajar habis-habisan oleh kritikus. Dikenal sebagai sutradara di banyak film aksi, jangan kaget kalau kamu lebih banyak menemukan action scene ketimbang eksplorasi tokoh atau plot yang mind-blowing. Sebab, 75% film mengajak penonton menginterpretasikan mana tokoh protagonis dan mana tokoh antagonis.

 

Layaknya drama Korea (atau parahnya lagi, sinetron Indonesia!), penokohan para karakter dibuat seperti memiliki topeng masing-masing untuk menutupi tujuan dan kepentingan utamanya. Lalu, kita dibebaskan untuk memberikan judge pada tiap karakter. Misalnya, kemunculan Liwen, sosok dingin yang tampak antagonis, ternyata memiliki peran kunci di bagian akhir. 

 

Aksi para Jaeger melawan Kaiju (Foto: IMDB)

 

Sayangnya, Steven S. DeKnight dari berbagai dialog dan juga signature style yang mereka miliki, penonton akan lebih mudah untuk menebak siapa yang jahat dan baik. Dampaknya, plot lebih mudah ditebak. Misalnya, sifat Amara yang pemberontak sejak awal film akan mengantarkan kita pada kesimpulan kalau dia bakal dikeluarkan dari akademi pelatihan gara-gara rasa penasarannya. Sorry to say, alur cerita seperti itu udah basi.

 

Tapi, setidaknya harga tiket bioskop kita terbayar penuh dengan kemegahan Jaeger yang lebih dieksplor lewat beragam warna-warna cerah. Meski ditinggal Guillermo del Toro, ahli pencipta horror creature di berbagai film Hollywood (Pan's Labyrinth, the Shape of Water), namun para penonton yang nggak mengikuti film pertamanya akan terhibur dengan aksi robot garang raksasa penyelamat dunia. Psst, ada juga tambahan makhluk baru rekaan Shao Industries yang berukuran mini, tapi dijamin bikin kamu terperangah menjelang bagian akhir.

 

Selain itu, berbagai pesan self-development ala akademi militer akan sering ditemukan. Seperti pertengkaran Amara dengan Viktoria (Ivanna Sakhno) yang berakhir dengan pesan siapapun kita, dari manapun kita berasal, menjadi rekan kerja adalah membangun keluarga bersama. Oh! Jangan lupakan juga nasihat dari Jake yang menjadi pelatih, untuk menjadi diri sendiri dan nggak berubah demi menyenangkan hati orang lain. Wah, relatable banget ya!

RELATED ARTICLES

Please read the following article