Zetizen-Di jagat raya internet, kita sempat disuguhkan dengan trending yang berisi pendapat para pelajar Indonesia terkait dengan peraturan sekolah yang dirasa memberatkan mereka. Mulai tugas yang banyak, peraturan yang ketat, hingga sistem pengajaran yang dirasa kurang efektif. Melihat fenomena ini, Zetizen berkesempatan mengulik pengalaman dari pelajar berikut soal peraturan sekolah mereka yang strict dan sistem pendidikan ideal seperti apa yang mereka impikan. Check this out! (c12/mel)
Mengenal Kepribadian Siswa untuk Efisiensi Waktu
Sekolahku ini terkenal strict banget sih peraturannya, mulai jam masuk sekolah, atribut sekolah, sampai larangan penggunaan plastik di lingkungan sekolah. Di sekolahku juga dilarang untuk membawa smartphone, tapi hal ini ditunjang dengan fasilitas yang disediakan oleh sekolah, yakni menyediakan tablet sebagai pengganti smartphone. Ada juga larangan bersepatu di beberapa lokasi sekolah. Sebagai gantinya, sekolah menyediakan tas sepatu supaya sepatu yang disimpan tidak hilang dan bisa tertata rapi.
Aku melihat sistem pendidikan di Indonesia yang menerapkan sistem full day ini belum efektif sih karena menuntut pelajar untuk lebih fokus pada materi dan praktik atau mengedepankan hafalan daripada pengalaman. Selain itu, tolok ukur yang digunakan hanya mengutamakan hasil nilai daripada pengerjaan yang dilakukan murid. Hal ini bisa menuntut siswa untuk melakukan perbuatan curang daripada melakukannya dengan jujur.’’
Adanya Fasilitas Tes Minat Bakat untuk Pelajar
Aku melihat sistem pendidikan di Indonesia yang menerapkan sistem full day ini belum efektif sih karena menuntut pelajar untuk lebih fokus pada materi dan praktik atau mengedepankan hafalan daripada pengalaman. Selain itu, tolok ukur yang digunakan hanya mengutamakan hasil nilai daripada pengerjaan yang dilakukan murid. Hal ini bisa menuntut siswa untuk melakukan perbuatan curang daripada melakukannya dengan jujur.’’
Kalau melihat aturan sekolahku sendiri, sebenarnya cukup strict dari segi aturan per individu, contohnya aturan berpakaian. Tapi, kalau melihat dari sisi lain seperti peraturan perizinan, menurutku, nggak terlalu strict dan sekolahku juga sangat mendorong murid-muridnya untuk bisa mengembangkan prestasi akademik maupun nonakademik.
Membahas soal sistem pendidikan di Indonesia, menurut opiniku, masih belum efektif sih, terutama PJJ (pembelajaran jarak jauh). Tantangannya, mungkin kalau PJJ ini akan diberlakukan dalam jangka waktu panjang, pasti sangat kurang efektif ditambah dengan performa pengajar di Indonesia yang menurutku kompetensinya belum melampaui batas maksimal.
Indonesia dan Sistem Pendidikannya
SISTEM pendidikan di Indonesia selalu mengalami penyesuaian dan perubahan setiap waktunya. Perubahan tersebut tentu dilakukan melalui beberapa pertimbangan dari pemerintah untuk menyesuaikan perkembangan zaman yang menuntut kompetensi siswa yang juga semakin beragam. Adanya perombakan sistem pendidikan ini tentu juga tidak luput dengan pro dan kontra yang terus mewarnai sepanjang sistem pendidikan di Indonesia ini berjalan.
Berbicara mengenai sistem pendidikan di Indonesia, tentu kita masih ingat dengan kalimat wajib belajar selama dua belas tahun. Hal ini bertujuan menunjang kemampuan berpikir dan skill pelajar Indonesia yang diharapkan dapat terpenuhi kompetensinya selama mengenyam pendidikan di tingkat dasar dan menengah. Peraturan ini ditetapkan di bawah sistem pendidikan yang dianut negara Indonesia, yakni sistem pendidikan nasional. Melalui sistem pendidikan nasional ini, diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir pelajar di bidang akademis, mengasah keterampilan, dan membina budi pekerti yang baik.
Meski demikian, tidak dapat dimungkiri bahwa sistem pendidikan di Indonesia belum bisa berjalan dengan semestinya. Kita bisa melihat bagaimana sistem pendidikan Indonesia cenderung berorientasi pada hasil nilai ketimbang mengasah keterampilan siswa secara keseluruhan. Tuntutan inilah yang lantas diwujudkan dalam beberapa kompetensi seperti persyaratan untuk lulus ujian semester, ujian akhir, dan ujian nasional. Pelajar juga sering disuguhkan dengan sistem pendidikan yang terus berganti seiring berjalannya waktu seperti penetapan kurikulum yang dipraktikkan saat ini adalah kurikulum 2013 yang mengedepankan partisipasi aktif siswa dalam kelas, sementara guru atau pengajar hanya diwajibkan untuk mengarahkan dan memantau selama kegiatan belajar-mengajar berlangsung.
Belum lagi baru-baru ini juga diterapkan sistem zonasi yang diberlakukan untuk pelajar yang mau mendaftar ke jenjang pendidikan menengah. Diberlakukannya sistem zonasi oleh pemerintah sendiri ditujukan untuk bisa membaurkan antara siswa berprestasi dan rata-rata untuk bisa lebih beradaptasi satu sama lain serta membangun iklim persaingan yang lebih sehat. Hasilnya, kita bisa melihat cukup besar persentase orang tua dan pelajar yang merasa keberatan dengan sistem zonasi yang diharapkan dapat memberikan keadilan, tetapi bisa cukup riskan untuk kehidupan sosial pelajar.
Melansir dari data World Education News + Reviews, sekitar 55% lulusan sekolah di Indonesia memiliki kemampuan literasi yang rendah di mana 15% angkanya lebih rendah di bawah Vietnam dan 20% di bawah negara-negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Pada 2016, juga terlihat bagaimana Indonesia memiliki lulusan sarjana yang hanya mencapai angka di bawah 9%, yang merupakan angka paling rendah di antara negara-negara anggota ASEAN lainnya. Tantangan akan sistem pendidikan di Indonesia ini tentu harus dibarengi dengan partisipasi aktif dari para pelajar, guru, dan tentunya pemerintah untuk secara berkelanjutan bisa membenahi sistem pendidikan Indonesia yang ideal dan terbaik sebagai sarana utama pembentuk generasi penerus bangsa. (c12/mel)