Zetizen.com - Dunia digubah bak sirkuit lari tanpa garis finis. Semua serbacepat, termasuk teknologi. Selain menawarkan kemudahan dan membantu pekerjaan manusia, teknologi juga bisa menjadi alat kriminal bagi oknum nakal. Meski keamanan juga diperketat, tetap saja ciptaan manusia ada celahnya. Melalui rongga-rongga itulah, para pelaku carding beraksi. Cyber crime carding merupakan penipuan belanja dengan mencuri identitas sekaligus kartu kredit orang lain.
Acap kali para pelaku carding mengantongi informasi kartu kredit dari situs gelap di internet atau mencuri data. Sasaran utama komplotan itu adalah situs-situs berbasis e-commerce atau yang prioritas website-nya adalah jual beli. Dari situ mereka membaca database identitas kartu kredit sejuta umat. Penasaran dengan jenis kejahatan itu, tim Zetizen melakukan penelusuran dengan menyamar sebagai pembeli. Ternyata, komplotan itu cenderung beraksi secara kolektif!
Baca juga:
Safety First, have Fun Then
|
Ada yang bertugas menyortir ratusan nomor kartu kredit dan mengecek keaktifan kartu di dalamnya. ’’Sebagian lagi menjadi drop shipper. Kami memanfaatkan jaringan pertemanan di luar negeri karena ada beberapa website yang menolak mengirim ke Indonesia,’’ ujar Dopesick, nama samaran seorang pelaku yang berhasil ditemui tim Zetizen. ’’Sisanya jadi eksekutor, perantara antara kami dan pasien (sebutan pengguna atau pembeli jasa, Red),” lanjutnya.
Karena dilahirkan dari pasar gelap, mereka bertemu dengan pembelinya melalui pasar yang sama. Mayoritas pembeli sadar kalau barang atau jasa yang dibeli itu diperoleh secara ilegal. Gimana nggak tergiur kalau harga yang ditawarkan bisa 50 persen di bawah harga pasar. ’’Kami memberikan iming-iming barang berkualitas dengan harga murah. Murah tapi nggak murahan, siapa sih yang nggak ingin?’’ kata Dopesick yang melakukan aksinya sejak bangku sekolah kelas menengah.
Nggak hanya menawarkan barang bintang lima dengan harga kaki lima, para pelaku carding juga menjadikan tiket pesawat dan hotel kelas kakap sebagai sasarannya. Yap, penawaran seperti ini nih yang ternyata berhasil menarik perhatian 5 persen Zetizen. Bahkan, para pelaku itu bisa sampai membuat jasa travel agent palsu dan memberikan diskon 40 persen kepada pelanggan.
Baca juga:
Semua Suka Roti Lapis
|
’’Ya, kami nggak masalah menjual dengan harga murah. Kan kami nggak keluar biaya. Jadi, sebenarnya mau dibayar berapa pun, kami tetap untung. Tapi, kan ada biaya untuk beli database serta tenaga yang harus balik modal,’’ terangnya.
Untuk mempertipis risiko, para pelaku cenderung menggunakan perantara orang sekelilingnya untuk memperpanjang lidah mereka. ’’Kami tahu apa yang kami lakukan ini memiliki risiko. Suatu hari nanti tentu kami ingin berhenti karena udah lelah sebenarnya. Kami memilih menyediakan jasa untuk inner circle,’’ tandasnya.
Ini yang terjadi kalau kamu nekat pakai jasa carding!
*Diambil dari pengalaman 39 persen Zetizen yang suka mencari tiket atau booking hotel murah via online.
Baca juga:
Staycation: Menjadi Turis di Kota Sendiri
|
Diturunkan Paksa dari Pesawat
Seorang Zetizen tergiur dengan tawaran temannya yang menjual tiket pesawat kelas bisnis salah satu maskapai ternama di Indonesia. Tiket menuju Jakarta itu ternyata membuat dia diusir petugas saat udah duduk di seat pesawat! Ternyata, tiket itu dihargai Rp 1 juta, padahal harga aslinya mencapai Rp 3 juta. Meski sempat berdebat dengan petugas sebelum pesawat take off, tiketnya dinyatakan nggak valid sehingga dia tetap harus turun dari pesawat.
Mendadak Di-Cancel
Ada juga seorang Zetizen lain yang mendapat tawaran tiket murah dari broadcast BlackBerry Messenger (BBM). Dia pun tergiur membeli tiket pesawat pergi pulang Surabaya–Bali. Tapi, permasalahan baru timbul saat dia akan pulang menuju Surabaya. Ternyata, tiket yang didapatnya udah di-cancel. Dia pun langsung konfirmasi kepada penjual. Meski mendapat tiket pengganti, berkali-kali pula tiket itu di-cancel tiba-tiba. Akhirnya, dia pulang naik bus deh.
Dituduh Pegang Tiket Palsu
Efek ekstrem terjadi pada seorang Zetizen yang memercayakan tiket dan penginapan kepada salah satu kenalannya. Saat check in penerbangan melalui konter, sang petugas menjelaskan bahwa tiketnya sudah di-refund. Setelah adu mulut, beberapa petugas keamanan dan pihak maskapai penerbangan datang menghampirinya dan membawanya ke kantor. Rasa malu menyelimutinya karena dia dituduh membeli tiket abal-abal. Kasihan banget kan?
Double Seat
Cyber crime carding kerap ditawarkan untuk perjalanan ke luar negeri. Seperti kisah seorang Zetizen yang memesankan tiket Hongkong-Jakarta buat ayahnya. Iming-iming harga murah membuat sang ayah tertarik. Permasalahan muncul ketika sang ayah udah duduk di salah satu seat pesawat. Lalu, ada orang lain yang mengaku memiliki nomor seat yang sama. Karena kejadian itu, sang ayah harus rela menginap di Bandara Hongkong meski akhirnya dapat tiket pengganti.
Kamar Hotel Nggak Terpesan
Efek lain juga terjadi pada seorang Zetizen yang berlibur ke Jogja dan tergiur tawaran harga murah kamar hotel bintang 4. Kejadian itu membuatnya harus keluar dari hotel tengah malam. Padahal, dia telah memesan satu kamar untuk tiga malam. Pada pukul 22.00, ketika dia sampai di hotel untuk istirahat, pihak hotel menyatakan kamar yang dipesannya nggak ada. Meski dia menunjukkan bukti pembayaran, namanya tetap nggak tercantum di sistem pemesanan hotel.
| Penulis: Reno Surya, Naomi