Zetizen.com - Berawal dari kemunculannya di acara Kopikini, Calysta Helena Theo, barista cilik asal Semarang ini terus mencuri perhatian. Padahal, awalnya undangan untuk mengikuti acara ini ditujukan pada sang Ayah, Belly Cong. Langsung saja, gadis cilik yang akan menginjak usia 9 tahun pada Februari mendatang ini tertarik untuk ikut berlomba. Meski saingannya berusia jauh lebih tua, Calysta tetap pede meracik kopi andalannya!
Sang Ayah yang juga memiliki kedai kopi bernama Kopip3dia di Semarang ini tak berhenti mengingatkan kalau ini bukan ajang main-main. Tapi, dengan 3 minggu persiapan, Calysta nggak menyerah. Calysta justru makin bersemangat untuk melawan sang Ayah dan orang dewasa lainnya. Kompak mengikuti jejak sang Ayah, Calysta berhasil menyabet beberapa prestasi.
Sebelumnya, prestasi Calysta di dunia coffee maker emang nggak bisa diremehkan. Calysta pernah berhasil masuk dalam jajaran 40 besar saat event nasional tahunan Jateng Coffee Fest di Jawa Tengah.
“Untuk anak seusianya, Calysta udah termasuk excellent. Apalagi, Jateng Coffee Fest merupakan lomba pertamanya dan dewan juri dari penggiat kopi memberi penilaian dengan blind test. Jadi nggak ada tuh unsur penambahan nilai,” kata sang Ayah bangga.
Yap, Calysta berhasil menguasai berbagai teknik membuat kopi. Dia mampu membuat karakter rasa kopi buatannya terasa dalam. Mengandalkan metode v60 pour over yang dikuasainya, Calysta bisa memunculkan rasa yang pas lewat racikan tangan kecilnya. Misalnya, saat membuat kopi Aceh Gayo yang karakternya pahit dengan tingkat keasaman medium, plus aroma spicy.
Diakui Calysta dengan bangga, waktu paling menyenangkan saat membuat kopi adalah momen saat mengalahkan ayahnya di lomba Jazz Brewing di Semarang. Yap, Calysta berhasil masuk 10 besar! Padahal mereka berdua janjian akan battle saat final, lho. Nggak heran, kehadiran Calysta justru yang paling ditunggu ketika meracik kopi untuk teman-teman dan langganan di kedai kopi Kopip3dia.
Ketertarikan dan keseriusan Calysta ini emang nggak lepas dari peran sang ayah Belly Cong. Dulu, dia sering mengajak Calysta yang masih berusia tujuh tahun untuk ikut hunting kopi dari Semarang hingga Jogja. Calysta yang dulu sama sekali nggak tertarik dengan kopi, berubah ketika mencicipinya.
“Aku kira tuh kopi bakalan pahit. Dan saat kucoba, kopi ternyata punya banyak rasa,” kata Calysta.
Sejak saat itu, Calysta rutin ikut mengonsumsi kopi arabica single origin tanpa gula. Nggak mau membatasi keinginan Calysta untuk bereksperimen sendiri, Belly Cong membebaskan Calysta menggunakan alat-alat coffee maker di kedainya. Cita-citanya untuk jadi dokter hewan dan punya coffee shop sendiri nggak lepas dari usahanya sekarang.
“Bikin kopi tuh seru. Kayak main masak-masakan tapi ini kopi. Lebih simple. Soalnya, kalau masak malah repot, hehehe,” kata Calysta menutup perbincangan.
Edited by Mesha Mediani