Zetizen.com - Siapa yang semalam begadang memperingati new year's eve? Momen pergantian tahun emang memorable. Tapi, pernah nggak sih ngebayangin perayaan Tahun Baru tanpa teknologi canggih? Misalnya seperti masyarakat Indonesia pada masa pendudukan Belanda dulu. Kaya gimana perayaan Tahun Baru mereka?
Kalau sekarang kita terbiasa forward pesan di sosial media, zaman dulu orang-orang menggunakan surat sebagai cara merayakan tahun baru. Pada masa pra-kemerdekaan, anak muda belum dibilang gaul kalau belum melakukan surat menyurat. Mengirimkan surat pada orang-orang terkasih, ucapan sekaligus perayaan pun terasa lebih intim. Nggak heran kalau surat ucapan Tahun Baru jadi hal yang paling ditunggu-tunggu oleh orang zaman dulu.
Karena surat nggak bisa di-broadcast, saling berkirim surat itu butuh effort dan terasa spesial. Ya nggak?
Ketika Jakarta masih berada di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, malam pergantian tahun jadi momen istimewa dan sakral. Untuk pertama kalinya, pasar rakyat diadakan secara besar-besaran. Bertempat di pusat kota yang kini menjadi Kota Tua Jakarta, selebrasi tersebut diperuntukkan bagi warga keturunan Eropa.
Namun, musik dan tarian ala Eropa yang disajikan ternyata mampu menarik banyak orang lokal. FYI, acara inilah yang menjadi cikal bakal perayaan Tahun Baru Masehi yang meriah sekarang!
Kalau tahun 90-an para remaja biasa mengirimkan salam di radio, remaja zaman 1900-an malah lebih unik lagi. Mereka mengirim salam lewat koran! Yup, koran pada masa di bawah penjajahan Belanda membuka kolom khusus bagi siapapun yang ingin mengirimkan pesan. Jadi, siapapun bisa mengucapkan selamat Tahun Baru yang diperuntukkan bagi rekan atau keluarga.
Ada juga kolom khusus yang memuat kata-kata penyemangat dari redaksi pada pembaca. Misalnya, koran Soeara Pensioenan yang menerbitkan salam redaksi pada pergantian tahun 1937 ke 1938.
Sejak zaman dulu, malam Tahun Baru identik dengan momen mencari hiburan dan bersenang-senang. Akhirnya, orang selalu keluar rumah atau berkumpul bersama keluarga. Melihat tradisi itu, akhirnya anggota orkes musik pun berinisiatif untuk berkeliling di jalanan. Misalnya, pada masa pendudukan Belanda.
Orkes musik tanjidor khas Betawi berkeliling ke tempat-tempat yang ramai di Jakarta. Berkat itulah, Tahun Baru selalu meriah dan ramai. Kebayang dong gimana keseruannya..
Editor: Fahri Syadia