Zetizen.com – Meski punya jumlah penduduk yang sangat besar, menurut UNESCO, minat baca alias tingkat literasi masyarakat Indonesia justru tergolong sangat rendah. Padahal, tingkat literasi juga berbanding lurus dengan kemajuan suatu negara lho. Itu artinya, negara yang bisa maju seperti sekarang kayak Jepang, Korea Selatan, bahkan negara tetangga Singapura bisa terbentuk karena daya literasi masyarakatnya yang tinggi.
Kebiasaan kayak gini bisa berdampak buruk. terutama buat generasi Z yang semakin sering berhubungan dengan gadget. That’s why, surabaya yang mencanangkan diri sebagai kota literasi sejak tahun 2014 nggak mau ketinggalan buat ikut meningkatkan literasi anak mudanya. Caranya, lewat acara yang dikemas serba fun dan nggak bikin kita bosen meski membahas soal buku dan tulis menulis.
Minggu kemarin (2/10), sejumlah anak muda surabaya dari berbagai kalangan antusias berkumpul di Sub.Co Coworking Space surabaya untuk mengikuti event festival literasi 'Literaturia' yang digagas oleh organisasi kepemudaan independen surabaya Youth. Acara tersebut merupakan event literasi yang pertama kalinya diselenggarakan di kota Surabaya.
Kegiatan literasi yang dikemas dalam acara tersebut seru dan unik. Salah satunya yang paling menarik disana adalah sesi Chatterbus, yaitu sesi talkshow bersama Bernard Batubara, penulis novel Milana, Surat untuk Ruth, dan Metafora Padma sambil mengelilingi kota surabaya menaiki bis. Penulis yang akrab disapa Benzbara itu banyak bercerita bagaimana proses berkaryanya dan membedah buku terbarunya Metafora Padma.
Ia mengaku, semua proses penulisan kreatif itu berawal dari kesukaannya membaca buku. "Menulis itu efek samping dari membaca. Dari membaca, aku jadi ingin menulis seperti apa yang telah kubaca," kata penulis yang mengaku mulai gemar literasi sejak membaca serial buku Harry Potter tersebut. Menurutnya, bahkan sampai hari ini buku masih belum tergantikan untuk menciptakan imajinasi yang lebih luas.
Terlebih, Benzbara mengungkapkan beberapa keuntungan menulis kepada para peserta Chatterbus. Salah satunya, membuat dirinya nggak gampang melupakan kejadian di sekitarnya. "Buatku, satu kerugian manusia adalah kehilangan ingatannya. Sehingga kita butuh untuk mencatatnya dan merekam jejaknya lewat tulisan," jelasnya.
Serunya lagi, sambil menikmati jalanan beberapa lokasi ikonik kota surabaya yang diguyur hujan deras waktu itu, para peserta Chatterbus juga berlatih menulis caption foto. Yap, yang namanya literasi nggak hanya terbatas soal buku-buku aja. Seperti yang dilakukan Benzbara di sosial medianya, para peserta berlatih mengembangkan cerita melalui caption foto-foto yang mereka ambil selama perjalanan untuk di posting ke akun Instagram masing-masing.
Asyiknya perjalanan Chatterbus kemarin dirasakan Puti Intan Pramata, salah satu pemenang giveaway ZetizenxLiteraturia yang semangat mengikuti kegiatan Chatterbus. "Jarang ada acara talkshow tentang buku seperti gini. Soalnya kan biasanya di dalam ruangan atau di taman, ini keliling naik bus sambil belajar nulis. Seru banget!" ujar cewek yang juga aktif sebagai jurnalis sekolah itu.
Selain Chatterbus, sesi kelas workshop menulis drop.a.line juga menarik buat diikutin. Narasumber dari Hipwee, ZettaMedia, dan Elex Media Komputindo berbagi pengetahuan kepada para peserta dan tips menulis untuk berbagai konten. Mulai cara menulis untuk konten komik, menulis cerita-cerita motivasi yang nggak terkesan menggurui, hingga membuat konten literasi digital yang bisa jadi viral, semuanya dikupas tuntas. Selain itu, peserta drop.a.line juga bisa praktek langsung cara menulis konten bersama para narasumber setelah mempelajari materi yang disampaikan.
Dan yang nggak kalah menarik dari serangkaian acara literaturia adalah acara di-'sku-shion. Sesi ruang diskusi terbuka ini menghadirkan Akhyari Hananto selaku Founder GNFI, Mutia Prawitasari penulis buku Teman Imaji, Ivana Kurniawati dari Komunitas Pecandu Buku dan Melisa Mariani dari Komunitas Blogger Buku Indonesia. Selama dua jam, acara diskusi tersebut nggak hanya mewadahi rasa penasaran para peserta tentang gambaran literasi di negara Indonesia. Tetapi juga membuka wawasan mengenai literasi lebih dalam pada generasi muda.
Topik yang didiskusikan pun nggak jauh-jauh dari contoh kehidupan literasi anak muda kekinian yang serba digital dan menggunakan sosial media. Meski memang dari segi baca tulis udah jauh lebih baik, Anak muda tetap belum bisa menuntukan sikap kritis akibat rendahnya tingkat literasi. "Disitulah peran kita sebagai penulis. Kita melatih daya kritis untuk bisa meningkatkan daya literasi kita," ujar Mutia Prawitasari.
Akhyari Hananto juga tak kalah mematik semangat para peserta untuk terus meningkatkan daya literasinya , "Indonesia dianugrahi jumlah anak muda yang begitu besar, aktif dan masif. Anak muda dan literasi bisa membangkitkan negara dalam waktu hanya satu generasi saja," ujarnya.
Nah, pentingnya daya literasi itu jugalah yang jadi perhatian dari surabaya Youth. "Harapannya, surabaya bisa dikenal dengan kreatifitasnya, kedewasaannya dan kebijakannya, terutama dalam bidang literasi. Tentunya agar literasi itu terasa menyenangkan dan membahagiakan," ujar Fazrah Heryanda selaku project officer Literaturia. Yes, indeed! (ndy/giv)