Zetizen.com - Kalau ngelihat respon masyarakat sama yang namanya senioritas, rasanya jelas kalau mayoritas emang menolak. Tapi nyatanya, kebiasaan itu masih terus dan terus aja berlangsung. Nah, karena yang namanya senioritas pasti dilakukan oleh para senior, yuk simak pendapat para 'senior' tentang kebiasaan bernama senioritas tersebut.
Belajar Menghormati dan Mengenal Kampus
“Kan apa yang dimaksud senioritas ini lebih tepatnya adalah tradisi, cuma sebagian orang menyebutnya sebagi ‘senioritas’. Menurut saya, fungsi dari ‘senioritas’ ini sendiri sebenarnya untuk mendidik, mengenalkan anak baru dengan kedisiplinan, dan yang terpenting mengenalkan tradisi kampus. Sebenarnya dari sisi junior pun nggak cuma dapat pressing aja. Tanpa disadari, pihak junior juga mendapat bantuan dan fasilitas dari senior buat lebih mengenal situasi lingkungan kampusnya. Jadi apa yang disebut orang ‘senioritas’ itu nggak seburuk yang dibayangkan kok.”
- Andi (nama samaran), mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Jakarta
Representasi Jurusan
“Kalau di tempat kami kan anak-anak baru harus melalui proses ospek buat yang mau mendapatkan titel ‘warga’. Jadi Warga ini nanti bisa melanjutkan jadi fungsionaris himpunan, ibarat jadi representasi jurusan masing-masing gitu lah. Cuma untuk bisa merepresentasikan jurusan dengan baik, harus melalui pelatihan dulu sesuai dengan nilai yang dianut masing-masing jurusan. Sebenarnya proses ini juga ada diskusi-diskusinya yang membangun, cuma memang kami kondisikan lewat pressing, kadang lewat bentakan dan "panggilan malam". Makanya orang luar menilai ini termasuk ‘senioritas’ dan berpeluang mengandung kekerasan verbal.”
- Wiji (nama samaran), mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surabaya
Solidaritas Sekolah
“Senioritas itu biasanya terjadi pada acara-acara nggak resmi. Biasanya waktu pulang sekolah, kami mengumpulkan para junior di parkiran buat forum dan briefing. Nah di forum-forum itu isinya doktrin-doktrin, solidaritas geng sekolah, dan menguatkan kekompakan suporter. Doktrin-doktrin itu ya dimaksudkan supaya menghormati senior, jangan kurang ajar, dll. Tapi yang penting adalah gimana agar angkatan bawah tetap solid dan loyal sama sekolahnya seperti para angkatan atas. Kalau urusan kekerasan, tergantung perorangan sih. Ada orang yang memang strict, sehingga kadang memicu kebencian antar-angkatan, tapi juga ada yang malah mengayomi. Jadi ya nggak bisa digeneralisir”
- Alex (nama samaran), siswa salah satu SMA Negeri di daerah Yogyakarta
Nah begitu deh kira-kira kata para senior. menurut kamu, benar nggak sih apa yang mereka sampaikan? Atau ada yang punya pendapat lain? Buat yang masih penasaran tentang fenomena yang satu ini, yuk baca halaman Zetizen di koran Jawa Pos edisi Jumat (17/2) besok!
Editor: Bogiva