Are You a Zetizen?
Show Menu

Salut! Inilah 4 Aktivis Indonesia yang Gugur Saat Berjuang

Nourma Vidya Nourma Vidya 24 Mar 2017
Salut! Inilah 4 Aktivis Indonesia yang Gugur Saat Berjuang

Zetizen.com – Selasa lalu, media ramai memberitakan Nenek Patmi, seorang petani asal Rembang yang meninggal setelah ikut demo menentang pembangunan pabrik PT Semen Indonesia. Gugurnya sang nenek membuat kita mengingat sederet Aktivis lain yang mengalami nasib serupa. Bahkan, nggak sedikit yang menutup usia secara tragis di tengah perjuangan menuntut hak dan keadilan. Yuk, kita kenang kembali kisah mereka!

1993: Marsinah

Kejelasan kasus Marsinah diperjuangkan sampai sekarang (Foto: Aktual)

Wanita kelahiran 1969 ini adalah seorang buruh pabrik di PT Catur Putra Surya, perusahaan jam tangan di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Kisah perjuangannya dimulai sejak gubernur Jawa Timur mengeluarkan surat edaran no. 50 tahun 1992. Dalam surat itu, seluruh perusahaan harus meningkatkan kesejahteraan pegawai dengan menaikkan gaji 20 persen. PT CPS membelot dan nggak menggubris sehingga para buruh pun menggelar aksi.

Dengan keberaniannya, Marsinah ditunjuk memimpin aksi. Sesuai surat edaran, gaji mereka yang Rp 1.700 seharusnya menjadi Rp 2.250. Karena aksi ini, 13 buruh ditahan oleh aparat Kodim. Berniat mencari keberadaan teman-temannya, Marsinah datang ke markas Kodim. Tapi, sejak itu dia menghilang dan ditemukan tiga hari kemudian tanpa nyawa. Tepatnya 8 Mei 1993, jasad Marsinah ditemukan di hutan Nganjuk dengan kondisi penuh luka dan lubang kemaluan tertembus peluru panas.

Ya, guys. Hanya untuk menuntut kenaikkan upah sebesar Rp 550 yang memang haknya, Marsinah harus kehilangan nyawa. Sampai sekarang, kasus dan pembunuh Marsinah pun belum terungkap. Meski sekarang beliau sudah tiada, namanya terus dikenang dan diabadikan sebagai martir perjuangan buruh di Indonesia. Salut!

2004: Munir Said Thalib

Munir (Foto: anakgundar)

Nama Munir sebagai Aktivis dan pejuang HAM mungkin jadi salah satu yang paling dikenal. Lahir di Malang, 8 Desember 1965, sepak terjang Munir sebagai pejuang HAM emang nggak perlu diragukan lagi. Sosoknya pun begitu dihormati, baik di antara aktivis, LSM, sampai dunia internasional. Karena keberanian dan dedikasinya, Munir juga pernah mendapat penghargaan prestisius di bidang HAM, yaitu The Right Livelihood Award di Swedia (2000).

Banyak sekali kasus pelanggaran HAM yang dia perjuangkan. Misalnya, melawan Komando Daerah Militer V Brawijaya untuk memperjuangkan kasus kematian Marsinah dan menyelidiki hilangnya 24 Aktivis dan mahasiswa pada 1998. Concern Munir pada HAM juga dibuktikan dengan dibentuknya KontraS, sebuah wadah advokasi untuk memperjuangkan aktivis-aktivis yang hilang dan korban kekerasan.

Karena keberaniannya yang luar biasa ini, Munir dan keluarga harus berhadapan dengan berbagai ancaman. Sampai akhirnya perjuangan Munir harus berakhir pada 7 September 2004. Di atas pesawat Garuda tujuan Jakarta-Amsterdam, di tengah perjalanannya melanjutkan studi di Belanda, Munir meninggal karena diracun oleh arsenik. Sampai sekarang, kasus ini nggak menemui kejelasan. Kasus dan perjuangan Munir ini mengundang banyak simpati sampai memunculkan gerakan Menolak Lupa.

2015: Salim Kancil

Poster Membela Perjuangan Salim (Foto: Pinterest)

Nama Salim Kancil melesat dan jadi bahan pemberitaan pada September 2015. Sebab, kisah perjuangan Salim menolak pertambangan pasir ilegal berujung kematian. Sebagai seorang petani di Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, Jawa Timur, aktivitas tambang pasir ilegal yang dikoordinir sang kepala desa berdampak pada sawah dan mata pencahariannya. Lahan pertaniannya rusak dan nggak bisa ditanami padi.

Demi memperjuangkan haknya sebagai petani dan demi kelestarian alam desa, Salim gencar bergerilya. Dia aktif mengajak sesama petani terdampak untuk melakukan advokasi. Salim juga membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-Awar (FORUM). Mereka gencar melakukan surat menyurat dengan pemerintah desa hingga pemerintah Kabupaten Lumajang untuk mengadu dan memperjuangkan penolakan tambang.

Bukannya mendapat hasil, usaha Salim justru mendapat kecaman dan ancaman. Hingga pada 26 September 2015, perjuangannya terhenti. Dia dibunuh dan dikeroyok secara brutal oleh tim sukses sang kepala desa di tengah perjuangannya menuntut hak dan kelestarian alam. Setelah kasus tewasnya Salim, aktivitas tambang pun dihentikan dan diusut oleh hukum. Hasil perjuangan yang harus dibayar mahal oleh nyawa bukan?

2016: Patmi

Aksi menolak pembangunan pabrik PT Semen Indonesia (Foto: kumparan)

Kisah perjuangan Nenek Patmi jadi yang paling hangat. Petani asal Rembang ini turut berjuang melakukan aksi penolakan pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di daerah Pegunungan Kendeng. Bersama puluhan petani lain, Patmi datang ke ibukota dan menggelar demo di depan Istana Merdeka. Dalam aksinya, Patmi dan kawan-kawan melakukan aksi cor kaki untuk menunjukkan penolakan.

Sengketa antara petani dan PT Semen Indonesia dimulai sejak 2012. Para petani menolak adanya aktivitas tambang dan pembangunan pabrik semen di daerah mereka. Sebab, aktivitas pabrik menimbulkan potensi kerusakan alam dan terkikisnya sumber air bersih. Demi memperjuangkan kelestarian desa, Patmi pun turut berjuang sebagai Kartini Kendeng.

Malang, sesaat sebelum Patmi kembali ke kampung halaman setelah melakukan aksi, kondisi tubuhnya justru drop. Dia mengalami kejang dan muntah sampai akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Meninggalnya Patmi mendapat banyak simpati, termasuk dari Presiden Jokowi. Kepada wanita yang berjuang demi anak cucu ini, Jokowi memberi santunan dan mengutus para pejabat untuk mengurus kepulangan jenazahnya. Akankah gugurnya Patmi bisa membuat izin penambangan dan pembangunan pabrik semen dihentikan?

*****

Nah, meski para pejuang dan Aktivis ini telah tiada, bukan berarti perjuangan mereka terhenti. Kita sebagai generasi mudalah yang harus melanjutkan perjuangan mereka membangun keadilan dan kesejahteraan di negeri ini. Apa sih kontribusi dan perjuangan yang pengen kamu lakukan buat Indonesia? Bagaimana pendapatmu tentang kebebasan HAM saat ini?

| Editor: Ratri Anugrah

 

RELATED ARTICLES

Please read the following article