“Gw udh otw nih. Lo lg dmn?”
“lucu bgt wkwkwk”
Ketawa basa-basi: “haha”
Ketawa beneran: “HAHAHAHAH”
Zetizen.com - Hayo, siapa yang sering terima chat kayak gini? Atau justru kalian pengirimnya? Wah, bisa-bisa kalian dianggap melakukan kejahatan dalam berbahasa loh. Sebab, kebiasaan menyingkat kata pada pesan singkat dinilai pakar linguistik membuat kita malas menggunakan struktur kata yang baik dan benar. Masa sih?
Di Amerika, budaya saling kirim pesan singkat atau texting culture mulai dikritik sebagian pakar linguistik sejak pertengahan 2000-an. Tetapi, yang dipermasalahkan bukan texting culture-nya, melainkan bahasa-bahasa yang dipakai dalam proses berkirim pesan tersebut, alias textspeak. Textspeak adalah karakteristik penulisan yang dipakai di pesan singkat. Seperti penggunaan singkatan, akronim, inisial, dan emoji.
Perdebatan soal textspeak dibuka oleh John Sutherland, Professor bidang Literatur Inggris Modern dari University College London. Menurutnya, penyingkatan kata yang berlebihan menyebabkan bahasa Inggris terkesan miskin kosa kata. Contohnya, kata “hate” menjadi “h8”, “thanks” menjadi “thx”, “for” menjadi “4”, hingga “talk to you later” yang disingkat menjadi “ttyl”.
“Ditambah dengan kebiasaan mengirim emoji, textspeak membuat orang-orang sulit mengekspresikan diri secara langsung. Secara mental juga akan membuat malas,” ujar Sutherland seperti yang dilansir Dailymail.
Namun, kritik Sutherland disangkal oleh David Crystal, profesor bidang Linguistik yang meraih gelar kehormatan dari University of Bangor. Menurutnya, textspeak bukan satu-satunya penyebab menurunnya kualitas berbahasa Inggris di dunia. Banyak faktor lain juga menjadi pemicu. Antara lain, kurangnya edukasi formal, serta minim kesadaran diri untuk mementingkan kaidah berbahasa.
Well, argumen yang dikatakan Sutherland dan Crystal ada benarnya juga loh, guys. textspeak cenderung bikin kita malas untuk memakai tata bahasa yang baik dan benar. Kebiasaan nggak memperhatikan tanda baca dan struktur kalimat sudah umum dilakukan orang-orang yang gemar kirim pesan instan. Hal ini wajar karena dalam kirim SMS dan chat, butuh kecepatan waktu untuk saling berbalas.
Tapi, jangan sampai teknologi pesan singkat mengatur bagaimana caramu berbahasa, ya. Teknologi akan selalu menciptakan bahasa baru. Tapi, kunci utama kemampuan berbahasa dimulai dari budaya baca-tulis yang diterapkan sejak dini.
Intinya, kamu harus tetap mengasah kemampuan berbahasa. Baik lisan maupun tulisan. Sementara ketika asyik texting, kamu juga tetap boleh menyingkat kata untuk mempersingkat waktu membalas pesan. Dengan begitu, kemampuan berbahasa kita gak hanya terukur dari textspeak aja. Setuju? (dailymail/msh/ver)