Zetizen.com - Setiap tanggal 28 Oktober, kita memperingati Hari Sumpah Pemuda. Delapan puluh delapan tahun yang lalu, Soegondo dkk mengikrarkan 3 janji. Yaitu bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu. Tapi apa bener 3 janji itu bener-bener udah kita lakukan? Jangan-jangan, kita secara nggak sadar justru melanggar sumpah itu. Biar makin paham, yuk, simak pembahasannya berikut ini!
#Bertanah Air Satu
Kata orang, ‘rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau’. Makanya, terkadang kita selalu membandingkan Indonesia dengan negara lain. Entah itu kemewahan gedung tinggi negara lain, empat musim yang katanya 'keren', atau bahkan wisata alam luar negeri. Padahal, Indonesia juga punya spot wisata alam paling top di dunia loh.
Mulai dari wisata pegunungan, air terjun, pantai, sampai eksplorasi wisata kota yang fancy, semua ada di negeri ini. Ditambah, produk lokal yang nggak kalah berkualitas dengan brand luar negeri pun ada. Jadi, nggak usah iri deh sama orang lain yang liburan jauh-jauh ke luar negeri. Sebab, salah satu cara menghargai negeri sendiri adalah dengan paham seluk-beluk negara-mu. Jangan sampai, area wisata justru lebih sering dikunjungi wisatawan asing dan produk lokal justru lebih dikenal di pasaran luar negeri.
#Berbangsa Satu
Mungkin ini nih yang paling krisis sekarang. Nggak jarang, pemberitaan tentang konflik antar suku, isu antar agama, bahkan konflik perbedaan aliran dalam satu agama masih kerap muncul. Padahal 88 tahun yang lalu, pendahulu kita telah mengucap janji untuk berbangsa satu, bangsa Indonesia.
Biar bisa hidup rukun berdampingan, kita harus menjunjung tinggi persatuan di atas keberagaman sebagai ciri khas bangsa Indonesia. Belajar untuk jadi pribadi yang toleran itu penting ya, guys. Hari gini, udah nggak jaman deh berkonflik cuma karena perbedaan. Cinta sama suku atau agama-mu jelas boleh. Tapi jangan lupa untuk menghargai saudara kita yang berbeda juga, ya!
#Berbahasa Satu
Cenderung diremehkan, tapi masalah bahasa kesatuan bisa jadi ironi loh. Sekarang, anak muda kekinian punya banyak cara ngungkapin sesuatu. Misalnya, kata 'santai' berubah jadi 'selow', 'pergi' jadi 'caw', atau kata gaul lainnya. Belum lagi soal kefasihan anak kecil berbahasa Inggris yang justru bikin mereka nggak begitu paham bahasa Indonesia.
Memang, bukan berarti kamu harus ngobrol dengan kata-kata sesuai EYD atau melupakan bahasa internasional. Tapi seenggaknya, kita harus menjaga bahasa kesatuan agar nggak tergantikan sama bahasa alay. Kalau generasi muda mulai kesulitan mengerjakan soal Bahasa Indonesia karena terbiasa menggunakan bahasa gaul, malu dong sama Soegondo dkk yang berjuang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatuan.
Edited by Vera Khairifah