Are You a Zetizen?
Show Menu

Berdampingan dengan Teman Difabel

Ratih Mg Ratih Mg 08 Dec 2022
Berdampingan dengan Teman Difabel

Zetizen-Rezki Achyana, pemuda kelahiran Padang ini, punya jiwa sosial yang tinggi lho! Kepeduliannya terhadap penyandang Disabilitas membuatnya tergerak untuk memberdayakan mereka melalui aplikasi Parakerja. Yuk, simak kisahnya!

REZKI ACHYANA SPD SM MBGPH
juru bahasa isyarat pertama untuk Kepulauan Riau

Berawal dari minimnya akses juru bahasa isyarat (JBI) untuk komunitas tuli di Kepulauan Riau selama bertahun- tahun, Rezki mulai mempelajari bahasa isyarat pada 2018 dan menjadi JBI pada tahun berikutnya. Menjadi JBI pertama dan satu-satunya di Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat Kepulauan Riau, Rezki mengaku masih mengalami kesulitan karena kurangnya regenerasi dan akses untuk JBI di sana. Oleh karena itu, pada tahun yang sama dengan dia belajar bahasa isyarat, Rezki membuat Parakerja.

Platform digital berbasis aplikasi itu diciptakan untuk memberdayakan teman penyandang Disabilitas dengan pelatihan kerja dan kelas bahasa isyarat. Sebab, lapangan pekerjaan untuk mereka sangat minim. Menurut dia, pemahaman masyarakat Indonesia tentang bahasa isyarat masih kurang sehingga banyak perusahaan yang minim akses untuk penyandang disabilitias, khususnya teman tuli. Melalui Parakerja, Rezki berharap peran penyandang Disabilitas akan semakin terpandang sehingga mereka bisa hidup mandiri dan berdaya.

Menjadi seorang JBI tentu bukan hal mudah. Apalagi, profesi ini masih sering dipakai sebagai bahan candaan. Yap, Rezki ternyata masih sering dipermalukan saat menerjemahkan bahasa Indonesia ke bahasa isyarat. "Aku pernah disebut orang gila oleh seseorang dalam sambutannya di sebuah acara yang dihadiri stakeholder dari berbagai perusahaan besar dan pemerintahan. Selain itu, di media sosial masih banyak yang mengira kalau pekerjaan JBI itu seperti sedang melakukan gerakan TikTok," cerita Rezki.

SETARA: Rezki (kiri atas) mendampingi teman-teman penyandang Disabilitas dalam pelatihan kerja untuk menciptkan lingkungan kerja yang inklusif dan accessible. Total 70 persen karyawan Parakerja Disability Centre di Batam, Kepulauan Riau, adalah disabilitas.

Meski begitu, cowok lulusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Karimun sekaligus Manajemen Universitas Internasional Batam tersebut mendapat banyak pengalaman berharga setelah berkecimpung di dunia difabel itu. Salah satunya di dunia pendidikan, di mana Rezki kerap mendapat kabar dari para orang tua tentang perkembangan para anak penyandang Disabilitas setiap hari. Selain itu, semakin banyak orang yang merasa terbantu dengan Parakerja karena mereka bisa bekerja layak.

Banyak terlibat dalam membantu kaum penyandang disabilitas, Rezki juga pernah merasakan duduk di kursi roda. Sebab, dia mengidap multiple sklerosis atau penyakit autoimun yang membuat penderitanya lumpuh sementara pada November hingga Januari lalu. Hal itu nggak bikin Rezki menyerah dengan keadaan lho. Justru dia semakin sadar betapa banyak kesulitan yang dihadapi penyandang Disabilitas dan semakin tergerak untuk terus membantu mereka, khususnya di Kepulauan Riau.

LEARNING: Kelas bahasa isyarat oleh Parakerja langsung diajarkan orang tuli. Saat ini sudah ada kelas virtual yang memberikan pengalaman belajar kepada ratusan orang di Indonesia.

Selain menjadi JBI dan menjalankan Parakerja, lewat akun TikTok-nya, @rezkiachyana, Rezki membagikan konten informatif seputar perkembangan anak dan difabel, khususnya autisme. "Tuhan menciptakan kita, orang penyandang nondisabilitas dan disabilitas, sebagai individu yang setara. Kita bisa saling mendukung dengan mewujudkan lingkungan masyarakat dan lingkungan kerja yang accessible bersama-sama. Demi Indonesia inklusif!" tutupnya. Yuk, sama-sama menambah pengetahuan kita tentang penyandang Disabilitas agar kita dapat terus hidup berdampingan dalam damai. (sak/c12/rat)

Perhatikan Etikanya!

Zetizen-Saat mendengar istilah difabel, biasanya yang terbayang adalah seseorang dengan fisik yang nggak sempurna, dianggap nggak mampu menjalankan tanggung jawab sehingga seluruh haknya juga diabaikan. Ternyata, itu adalah persepsi yang salah! Mulai sekarang perhatikan etika berikut saat bertemu dengan difabel di tempat umum! (sak/c12/rat)

Ask, Don't Act by Yourself

Berhenti memberikan label bahwa mereka nggak mampu. Sebab, nggak semua orang berkursi roda mau dibantu untuk didorong kursinya dan nggak semua tunanetra mau dibantu saat berjalan. Hal terpenting yang harus kamu lakukan adalah bertanya dulu apakah mereka mau dibantu. Kalau ditolak gimana? Ya nggak apa-apa. Jangan dipaksa.

Saat berbicara dengan pengguna kursl roda, sejajarkan pandanganmu dengan matanya. Begitu pula dengan penyandang tunanetra, tanyakan apakah dia lebih nyaman berjalan di sisi kiri atau kanan. Saat menuntunnya, berikan instruksi yang jelas pada setiap langkah saat ada gundukan, anak tangga, atau jalanan licin.

Jangan Dilihat Lama-Lama

"Kok bisa gitu ya? Kenapa ya? Sakit nggak ya?" Yap, pasti banyak pertanyaan di kepala saat melihat orang penyandang Disabilitas di tempat umum. Diperhatikan dalam waktu yang lama membuat orang penyandang Disabilitas nggak nyaman lho. Mungkin memang alat bantu dengar (ABD), implan koklea, kaki prostetik, dan kursi roda adalah sesuatu yang unik dan jarang ditemui.

Apa yang terlihat secara fisik nggak bisa menggambarkan keadaan batin dan jiwa seseorang. Ketidaklengkapan fungsi tubuh atau mental seseorang nggak bisa dipakai untuk menilai kepribadian mereka. Mereka punya banyak cara lain untuk membuat hidup jauh lebih berarti dan nggak menyedihkan seperti apa yang orang lain lihat dari diri mereka kok.

 

 

 

 

RELATED ARTICLES

Please read the following article