Zetizen-Tinggal di tengah hutan berhari-hari untuk mengamati makhluk hidup? Yap, itulah yang dilakukan Sheila Kharismadewi sejak 2018. Cewek asal Bogor, Jawa Barat, ini berprofesi research coordinator di Stasiun Penelitian Batang Toru yang dikelola Yayasan Ekosistem Lestari dan Sumatran Orang Utan Conservation Programme. Aktivitas utamanya adalah monitoring perilaku orang utan terkait habitat, faktor cuaca seperti suhu, kelembapan, dan curah hujan, serta mendampingi peneliti lain yang melakukan studi di wilayah stasiun.
Sheila tertarik dengan alam bebas sejak bergabung dalam organisasi pencinta alam Lawalata IPB. Dari situ, Sheila mulai bepergian untuk melihat langsung potensi alam Indonesia yang begitu kaya. Hutan- hutan di Jawa Barat hingga isi gua di Kalimantan Timur selalu berhasil memberikan kenyamanan yang tidak bisa didapatnya dari kehidupan perkotaan.
Baca juga:
Ekspresi Nostalgia Masa Kecil dengan Kidcore
|
Sheila Kharismadewi,
research coordinator
di Stasiun Penelitian Batang Toru
"Aku sangat berambisi kerja di lapangan. Aku ditawari meneliti orang utan di kawasan Ekosistem Batang Toru sebagai topik penelitian skripsi oleh dosenku. Beliau sudah bilang kalau lokasinya di tengah hutan, 15 km dari desa terdekat dan cuma bisa ditempuh dengan jalan kaki. A very remote place, nggak ada sinyal, listrik terbatas, dan medannya terjal. Wah, jiwa petualanganku tertantang!" kenang perempuan yang merupakan alumnus Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat, itu.
Pada 2017, orang utan Tapanuli adalah spesies baru dan berpotensi besar untuk dieksplorasi. Sebuah kebanggaan bagi Sheila untuk bisa mempelajari jenis kera besar terlangka di dunia dengan jumlah populasi kurang dari 800 ekor. ''Selama ini penelitian keanekaragaman Indonesia dilakukan peneliti asing. Aku ingin sekali berkontribusi secara nyata. Jangan sampai kita jadi tamu di negara ini karena nggak sadar dengan potensi yang dimiliki,''tuturnya.
Baca juga:
Menipu dengan Identitas Palsu
|
CAMP VISIT: Foto atas, Sheila menemani fotografer, peneliti, dan mahasiswa yang melakukan penelitian orang utan Tapanuli pada 3 Mei 2019. Dari kiri, Ananda Simanung (asisten peneliti di Stasiun Batang Toru), Sheila Kharismadewi (koordinator riset), dan Maxime Aliaga (fotografer Prancis) mengamati perilaku orang utan Tapanuli dengan metode duduk menunggu.
Menanggapi soal peran- nya sebagai perempuan, Sheila sama sekali nggak keberatan dengan profesi yang mengharuskannya hidup di tengah hutan.
Menurut dia, gender bukan masalah yang utama karena semua manusia sama. "Ketika di alam bebas, alam nggak peduli kita laki-laki atau perempuan. Jadi, ya kita sama-sama harus menguasai basic skill agar bisa saling membantu," jelas Sheila
Dia mengaku, jalan-jalan di hutan termasuk kegiatan favoritnya. Meski begitu, dia harus selalu siap menghadapi segala sesuatu yang terjadi di lapangan, khususnya saat mengamati orang utan liar. "Kadang harus meneliti saat hujan deras, harus menginjak tebing-tebing terjal, hingga menuruni jurang. Jadi, harus bisa improvisasi," kenangnya.
Orang utan memiliki dimorfisme wajah tiap individu. Orang utan jantan dewasa kebanyakan tumbuh besar dengan bantalan di pipi yang disebut juga cheekpad. Meski tubuhnya besar dan terlihat kuat, they can be surprisingly gentle! Mereka akan bergerak pelan dan sangat anggun, berpindah dari satu batang ke batang lain tanpa mematahkannya, dan mengutip semut-semut pada batang tersebut. Itulah yang membuat Sheila terkesima dengan orang utan.
SHOOT: Foto atas, tim documentary filmmaker, The BBC, meliput aktivitas keseharian orang utan. Salah satu orang utan di kawasan Batang Toru bernama Moan.
"Orang utan itu hidupnya damai dan santai. Mereka semisoliter, yakni bertemu dengan orang utan lain saat mau kawin aja. Aku suka melihat interaksi ibu dan anak orang utan. Misalnya, ketika makan, si ibu mengupaskan kulit buah, lalu diberikan kepada anaknya atau saat si ibu tiba-tiba bergerak cepat saat mendengar anaknya menangis. Sedikit banyak mengingatkanku pada perilaku manusia, they seem to have the same affection toward their offspring." cerita Sheila.
Sheila mendapat banyak pelajaran berharga dari segala keterbatasan hidup di hutan dan dengan menjadi sahabat untuk orang utan Tapanuli. "Kita bisa jadi apa aja yang kita mau. Tinggal apakah kita punya cukup keberanian untuk mengambil risiko atau tidak," (sak/c12/rat)