Zetizen.com - Tradisi imlek emang banyak dirayakan di Indonesia. Bazar Imlek, festival lampion, berbagai pertunjukan barongsai, sampai perayaan Cap Go Meh masih sering kita jumpai. Namun, banyak juga peninggalan Tionghoa yang terlupakan. Bahkan nyaris hilang. Mulai salon tua di sudut jalan Kota Surabaya hingga keramik Sakok khas Dinasti Ming yang bercorak naga. Namun, peninggalan-peninggalan itu masih layak dilestarikan meski terus tergerus zaman. (nrm/ind/har/c22/grc)
Generasi Terakhir Mi Asin Pontianak
PONTIANAK – Salah satu penganan khas Imlek yang terkenal adalah mi asin. Mi yang kerap disebut mi panjang umur itu biasa disajikan saat perayaan ulang tahun dan hari-hari besar orang Tionghoa. Hal tersebut sesuai dengan filosofi mi asin yang berukuran panjang. Orang yang memakannya diharapkan memiliki umur panjang.
Pontianak dan Singkawang merupakan kota yang masih memproduksi mi asin di Kalimantan Barat. Perbedaan kota juga memengaruhi rasa mi asin yang dihasilkan. Rasa asin pada mi asin Pontianak nggak begitu kuat, sedangkan mi asin asal Singkawang terasa asin sekali.
Unfortunately, perajin mi asin yang tersisa di Pontianak tinggal Sunyoto Tejo dan keluarga. Pria berusia 64 tahun tersebut merupakan generasi ketiga perajin mi asin di Pontianak. Sunyoto Tejo mengelola usaha mi asin itu sejak 1997. Dia meneruskan tampuk kepemilikan setelah ayahnya wafat. FYI, usaha mi asin milik keluarganya tersebut berdiri sejak masa penjajahan Belanda.
Rumah produksi mi asin milik Sunyoto Tejo terletak di pinggir Jalan Diponegoro, Pontianak. Dalam memproduksi mi asin, Sunyoto menggunakan tiga mesin giling dan satu mesin pemotong. Dia mengerjakan semuanya bersama istri dan tiga pegawainya secara tradisional. Nggak ada mesin-mesin otomatis dalam pengerjaannya.
Reni Julianti, istri Sunyoto, menyayangkan keadaan generasi muda sekarang yang kurang berminat pada mi asin. Menurut dia, kini anak muda udah jarang memakan mi asin. ’’Paling kalau ada acara tertentu aja baru nyari mi asin. Tren mi asin emang udah lewat. Peminatnya makin sepi. Kami tetap bertahan bikin mi asin karena masih ada pelanggan setia,’’ tambah perempuan berusia 58 tahun itu.