Saat Kondisi Kulit Mengundang Anggapan Buruk
Zetizen-Kalau body shaming adalah tindakan mempermalukan kondisi fisik seseorang, skin shaming adalah istilah untuk mempermalukan seseorang karena memiliki kulit yang berjerawat, terdapat bekas luka, stretch marks, dan kerutan, atau kondisi kulit lainnya yang dianggap tidak termasuk dalam standar kecantikan. Dengar pengalaman mereka dengan skin shaming yuk! (sak/c12/rat)
Wijayanti, Universitas 17
Agustus 1945 Surabaya
”Mereka cuma bisa nge-judge kondisi mukaku.’’
Aku sudah berjuang melawan jerawat hampir lima tahun. Sampai sekarang aku masih berusaha meyakinkan diri kalau ini cuma hormon. Tapi, masih ada aja yang bilang, ”kamu cantik kalau jerawatnya diobatin deh.’’ Sejujurnya, aku udah coba segala cara dan kebentur sama standar kecantikan mereka yang ketinggian. Jadi, kesannya orang jerawatan itu salah banget. Aku sampai capek pakai obat ini-itu yang mereka rekomendasikan karena sering nggak cocok.
Sebenarnya aku lebih suka mukaku sekarang. Dari jerawat ini aku jadi lebih memperhatikan kebersihan dan pola makan. Dulu aku iri banget sama mereka yang kulitnya mulus sampai nggak terlihat pori-porinya. Mereka yang cuma bisa nge-jugde kondisi mukaku nggak tahu gimana perjalananku sama jerawat-jerawat ini, jadi aku nggak ambil pusing.
Beruntung aku punya keluarga yang suportif. Aku sih percaya, bagaimanapun kondisi wajah kita, selama kita berperilaku baik dan sopan, punya banyak pengetahuan yang bermanfaat untuk orang lain, nggak ada salahnya kok. Jadi, aku lebih suka mengubah pola pikirku kalau orang berjerawat itu bukan masalah besar.
Tiara Alifia,
Universitas Airlangga
”Kondisi kulitku kan nggak pernah merugikan orang lain.’’
Waktu awal SMA, kondisi mukaku lagi break out karena masa puber. Sejak saat itu jadi banyak yang nanya, ”Kamu nggak pernah cuci muka ya?’’ Mereka cuma tahu aku berjerawat dan nggak merawat diri. Padahal, menurutku, ya emang waktunya jerawatan dan itu bisa terjadi ke siapa pun. Parahnya lagi, aku punya hyperpigmentation tipe lentigo di punggung tangan kiri, bentuknya bintik-bintik hitam.
Kata dokter, bintik-bintik itu nggak bisa hilang karena sudah menghitam akibat paparan sinar matahari. Dari situ aku jadi dibilang jarang mandi, kayak kulit orang tua, sampai ada yang pernah maksa bersihin tanganku karena penasaran kenapa nodanya nggak bisa hilang. Sesekali aku pernah kepikiran sampai nangis. Jerawatku dan semua kondisi kulitku kan nggak pernah merugikan orang lain, tapi kenapa respons mereka berlebihan?
Makin ke sini aku makin nggak peduli lagi karena omongan mereka cuma bikin aku terdistraksi di tengah prosesku berjuang. Lagi pula mereka nggak pernah tahu struggle yang sebenarnya kulewati serta usahaku buat menghilangkan jerawat dan bekas-bekasnya.
Satria Hervanda, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya
”Nggak semua teguran mereka itu menyakitkan.’’
Aku masih berjuang melawan jerawat dan seringnya orang beranggapan normal kalau ada cowok jerawatan. Jadi, aku sebagai cowok tadinya cuek sama jerawat. Dibelikan obat pun nggak aku pakai karena aku kira bisa hilang sendiri dari efek hormon dan pubertas. Tapi, setelah banyak yang bilang kalau mukaku makin parah, akhirnya langsung lari ke dokter.
Mereka bilang mukaku kaya geronjalan, nggak mengurus diri. Ya awalnya aku setuju sama mereka. Kata-kata mereka jadi teguran biar aku lebih perhatian sama kondisi kulit. Tapi, aku kok lama-lama jadi insecure dan akhirnya ke mana-mana selalu pakai masker buat nutupin jerawatku. Setelah beberapa lama, aku jadi mikir buat apa selalu ditutupin? Toh mereka nggak bayarin skin care-ku kok!
Sebenarnya nggak semua teguran mereka itu menyakitkan. Sebab, faktanya kan aku memang jerawatan. Daripada dimasukkan hati, lebih baik dijadikan motivasi untuk memperbaiki diri. Memang butuh proses sih dan aku sendiri juga masih sering merasa kesulitan, tapi selama kita yakin, pasti bisa!
Fakta di Balik Mitos
Zetizen-Stigma negatif tentang kondisi kulit seseorang yang dianggap nggak sesuai standar kecantikan masih kita rasakan sampai sekarang. Apalagi, banyak mitos yang sering menjadi perdebatan akibat kondisi kulit ini. Nggak usah khawatir, berikut Zetizen rangkum fakta di balik mitos-mitos yang beredar, jadi nggak akan salah sangka lagi deh! Disimak ya! (sak/c12/rat)
Hiperpigmentasi Bisa Hilang dengan Krim Pencerah
Melansir healthline.com, hiperpigmentasi adalah kondisi yang mengakibatkan kulit jadi gelap. Meskipun nggak berbahaya, secara medis hiperpigmentasi terjadi akibat
peningkatan kadar hormon yang mengakibatkan meningkatnya sintesis melamin dan paparan sinar matahari yang berlebihan. Bentuknya bisa menyerupai bintik hitam di
wajah, tangan, dan bagian tubuh yang lain, atau bekas jerawat.
Kan bisa dihilangkan dengan krim pencerah? Eits, hati-hati ya! Produk dengan klaim mencerahkan biasanya mengandung agen pemutih ilegal yang semakin membahayakan. Cara aman mengurangi hiperpigmentasi pada kulit adalah menggunakan banyak produk yang mengandung vitamin C dan asam kojic. Keduanya berfungsi mencerahkan dan menghambat enzim tirosinase yang berperan terhadap produksi melamin kulit gelap.
Stretch Marks Hanya Terjadi pada Wanita
Mitos ini berasal dari fakta bahwa stretch marks sering dikaitkan dengan wanita hamil. Padahal, stretch marks atau guratan kecil pada bagian tubuh akibat mengandung banyak lemak akibat kandungan kolagen yang sedikit pada kulit bisa terjadi pada laki-laki juga lho! Penyebab umumnya adalah perubahan hormonal yang terjadi selama masa pubertas.
Stretch marks pada laki-laki biasanya terjadi akibat pertumbuhan yang meregangkan kulit melebihi batasnya. Lapisan kulit dermis yang menipis akan membawa lapisan di bawahnya muncul ke permukaan. Alhasil, akan muncul garis kemerahan disertai rasa gatal yang lama-kelamaan akan berubah warna menjadi putih atau keabu-abuan.