zetizen

Liburan ke Gunung Bromo, Kru Zetizen Ditempeli Hantu!

Food & Traveling

Zetizen.com - Merasakan kehadiran hantu atau bahkan sampai melihat hantu bisa terjadi kepada siapa aja. Nggak terkecuali kru Zetizen Surabaya. Setelah melaksanakan event yang cukup padat, beberapa kru melakukan One Day Escape alias liburan singkat ke Gunung Bromo. Eh ternyata, salah satu dari mereka malah mendapatkan "teman" baru! Seperti apa kisahnya? Yuk, disimak!

 

*************

 

Berbekal pakaian hangat dan beberapa baju ganti, kira-kira sepuluh dari kami pergi naik motor pada malam hari. September itu, kebetulan cuaca cukup bersahabat karena kami ingin menikmati hangatnya Bromo tanpa gangguan hujan. Terbukti, selama perjalanan, terik matahari terasa pas dan merayu kami untuk tidur. Iya, kami sengaja menyewa beberapa kamar hotel untuk istirahat. Jalanan Surabaya-Bromo terkenal nggak bersahabat dengan motor (apalagi pantat!), Cuy!

 

Mungkin karena terlalu capek, aku lupa kalau lagi menstruasi. Seharusnya, aku ke kamar mandi dulu untuk membersihkan diri. Eh, godaan kantuk nggak terbendung. Tanpa nuwun sewu ataupun membersihkan tempat tidur yang akan ditiduri, aku langsung merebahkan diri. Dasar ceroboh! At least, aku seharusnya bilang permisi kepada "pemilik" kamar kalau kami, penghuni baru ini, ingin menginap semalam di sini.

 

Alhasil, selama tidur, aku mendapat mimpi yang aneh-aneh. Awalnya, aku seperti berada di tempat yang luas dan super gelap. Di situ rasanya sesak dan nggak bisa bernapas. Anehnya, aku punya insting yang mengatakan kalau ini semua cuma mimpi. Tapi waktu aku bangun, rasanya capek banget! Karena aku bangun paling terakhir di antara teman-teman lain, aku cepat-cepat mandi dan menyambar tas ranselku. Lalu, aku bergabung dengan mereka yang sudah ada di lobby hotel.

 

Nggak disangka, keanehan yang aku rasakan dalam mimpi masih berlanjut! Kali ini, bulu kudukku meremang dan badanku terasa berat. Aku berasumsi itu gara-gara tas ransel yang kugendong di punggung. Tapi, meskipun berkali-kali aku meletakkan tas ransel itu di tanah, rasanya punggungku tetap berat.

 

Sementara teman-teman tampak senang berjalan-jalan di Pasir Berbisik hingga Bukit Teletubbies, aku merasa ada yang nggak beres dengan punggungku. Oh! Barangkali aku salah posisi tidur dan punggungku jadi sakit. Berusaha berpikir positif, kami pun melanjutkan perjalanan.

 

Tapi, aku nggak bisa berpikir positif lagi ketika salah satu kru Zetizen yang terkenal indigo yang sejak tadi selalu berada di sampingku tiba-tiba bicara menggunakan bahasa Jawa halus yang nggak bisa aku pahami. Apalagi, dia tiba-tiba menepuk pundakku, "Heh! Ada yang gelendotan di punggungmu lho!" Sontak aku menjawab, "Apaan?"

 

"Itu. Ada Kakek-kakek. Kamu lagi dapet ya?" tanyanya skeptis.

"Iya, kenapa?"

"Tadi bocor di kasur hotel kan?"

 

Tiba-tiba aku merasa seperti ada ribuan kupu-kupu yang terbang dalam perutku. Campuran antara rasa takut dan kaget itu pun langsung membawaku untuk menyadari bahwa sedari tadi, ada "teman" baru yang menumpang di punggungku.

 

Melihat Hantu

 

"Beliau minta kamu buat bersihin kasurnya," sambung si teman indigo tadi.

 

Masih tercengang, aku mencoba mencerna penjelasannya. Bisakah kamu bayangkan kalau ada "hal lain" yang nangkring di punggungmu selama satu hari penuh? Bahkan aku sendiri nggak bisa mendeskripsikan perasaanku saat itu. "Tapi, aku bilang nggak bisa. Kita udah mau pulang," kata temanku dengan sikap tenang.

 

"Lalu aku harus bagaimana?" tanyaku tanpa suara, penuh ketakutan, dan seolah dibawah tekanan. Tengkukku semakin meremang. Tubuhku mematung diam, membayangkan ada seseorang tak kasat mata yang sedari tadi memeluk leherku dan menempel di punggungku. "Satu-satunya cara biar beliau pergi, kamu harus minta maaf ke beliau," jawabnya.

 

"Sa...saya minta maaf." Memberanikan diri, aku angkat suara tanpa mampu mengangkat kepala. Karena teman-teman yang lain memanggil kami untuk melanjutkan perjalanan, obrolan kami pun terhenti. Lagi-lagi aku harus melawan rasa takut dan pikiran negatif dengan menekankan pada diri sendiri bahwa punggungku berat karena aku membawa tas ransel besar. Sayangnya, hal itu nggak juga berhasil sampai kami tiba di Surabaya. Punggungku masih terasa berat sekali!

 

Seolah tahu apa yang kupikirkan, sesampainya di Surabaya, si teman indigo berkata, "Beliau sudah turun di Pom Bensin yang jadi perbatasan antara Bromo sama jalanan luar kok. Untung beliau baik dan mau melepaskan kamu. Soalnya, kesalahanmu lumayan besar."

 

Iya, aku sadar. Darah kotor tertinggal di kasur orang, siapa yang nggak marah. Aku baru saja meninggalkan jejak kuat di situ. Tanpa permisi pula! Kata temanku, mereka yang nggak terlihat juga selalu bergelayutan di punggung siapapun yang ceroboh dan nggak bersih. Coba cek punggungmu. Kalau terasa berat, mungkin ada yang baru saja bergelayutan di situ.

 

| Editor: Ratri Anugrah