Foto: We Live Entertainment
Zetizen.com - Melalui film animasi Coco yang tegas dan berani, Pixar dan Disney kembali berkolaborasi dan berhasil menyapu bersih rasa hambar dari film The Good Dinosaur (2015) dan Cars 3 (2017). Meski nggak secerdas Inside Out (2015) dan Wall-E (2008), film ini sukses menjadi film animasi ramah keluarga yang inspiratif dan dibalut budaya Meksiko yang kental.
Coco bercerita tentang kisah perjalanan luar biasa Miguel (Anthony Gonzalez) dalam menggapai mimpinya. Lahir dalam keluarga pembuat sepatu ternama di Meksiko, Rivera, anak laki-laki berusia 12 tahun ini ingin menjadi musisi terkenal seperti idolanya, Ernesto de la Cruz (Benjamin Bratt).
Sayangnya, keluarga Miguel sangat membenci musik. Apalagi, leluhur Miguel ada yang meninggalkan keluarga demi menjadi musisi tersohor. Anaknya, Coco (Ana Ofelia Murguia) yang sekarang adalah nenek buyut Miguel, ditinggalkan dan hidupnya berantakan. Oleh karena itu, Miguel dilarang keluarganya untuk bermain musik.
Film Coco mengenalkan kita pada tradisi Meksiko bernama Día de los Muertos. Pada hari itu, masyarakat Meksiko menghormati dan mengenang kembali kenangan-kenangan anggota keluarga yang sudah meninggal.
Nah, Miguel pun tersesat di Dunia Kematian (Land of the Dead) karena ketahuan mencuri gitar idolanya. Bersama teman sintingnya, Hector (Gael Garcia Bernal), dan seekor anjing bernama Dante, petualangan Miguel dimulai.
Thank God, film garapan sutradara Lee Unkrich ini terus menyuguhkan kejutan menyenangkan dengan cerita kehidupan dan kematian yang diangkat. Penonton juga dibuat emosional sepanjang film, tapi tetap bisa menangkap pesan moral yang disuguhkan.
Baca juga:
Review Film Aum! Kembali Ke Masa '98
|
Nggak hanya budaya Meksiko, hal-hal tentang eratnya hubungan keluarga juga kental disuguhkan oleh penulis naskah Adrian Molina dan Matthew Aldrich. Keberadaan foto orang yang telah tiada nggak cuma dijadikan pajangan, melainkan sebagai sumber cerita mengharukan. Yap, dunia Coco memang terasa sangat kaya dengan banyaknya kisah dan budaya yang melatarbelakanginya.
Sayangnya, untuk memperkenalkan dunia yang kompleks itu, Coco terlalu banyak menjelaskan dengan bahasa verbal pada awal film, terutama saat Miguel masih di Dunia Kehidupan. Beberapa adegan seperti saat Miguel baru masuk ke Dunia Kematian juga mudah ditebak. Tapi, cerita Coco menjadi lebih menarik saat kebenaran mulai terungkap.
Lewat film ini, penonton kembali diingatkan bahwa harta yang paling berharga di dunia adalah keluarga. Wah, ada deh beberapa scene yang sukses menguras air mata! Buat yang lagi bimbang memprioritaskan mimpi dan keluarga, film ini pasti ngena banget.
Eits, nggak cuma memotivasi anak dalam meraih mimpi, Coco juga bisa menjadi tamparan keras untuk orang tua yang sering memaksakan kehendak kepada anak-anaknya. Oleh karena itu, film Coco bisa menjadi film satire sekaligus menghibur.
Mungkin kamu heran, film ini menceritakan petualangan Miguel, tapi kenapa judulnya Coco? Tenang, kamu akan menemukan jawabannya setelah menonton film ini kok. Sebab, Coco merupakan kunci agar kamu benar-benar memahami apa yang terjadi dalam film ini.
Meski film hasil kolaborasi Disney dan Pixar ini nggak sesolid dan sekuat film-film klasik mereka sebelumnya, tapi kombinasi kekayaan cerita yang emosional serta pesan yang kuat sudah cukup menggembirakan terutama buat kamu yang butuh hiburan setelah kecewa dengan Liga Keadilan.
Selamat menonton! Buat yang suka Frozen, ada film pendek Olaf’s Frozen Adventure sebelum Coco dimulai nih. Meski nggak nyambung, still, enjoy the movie dan jangan merekam buat Insta stories ya!
| Editor: Ratri Anugrah