Zetizen.com - Selama ini,
TPA
(Tempat Pembuangan Akhir) masih dianggap sebagai tempat yang bau, kotor, dan becek. Tapi, hal itu nggak berlaku di
TPA
Benowo, Surabaya. Sejak dikelola PT Sumber Organik pada Oktober 2012,
TPA
Benowo
terus menciptakan inovasi. Sebab, mereka nggak mau lahan pembuangan sampah seluas 37,4 hektar ini menjadi sekedar tempat penumpukan sampah. Tapi, mereka ingin
TPA
Benowo
menjadi
Sumber energi
sekaligus tempat kerja yang humanis, rapi, dan bersih. Nggak heran kalau akhirnya
TPA
Benowo
dijadikan indikator
TPA
terbaik se-Indonesia oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Hal ini sekaligus mengantarkan
surabaya
meraih Adipura Paripurna 2016 dengan kategori Kota Metropolitan dari Kementrian Lingkungan Hidup.
Kalau kamu berkunjung ke sana, sejak di area depan
TPA
Benowo
nggak tercium bau sampah apalagi sampah tercecer sedikitpun lho! Padahal, truk pengangkut sampah nggak berhenti melintasi area itu. Hal ini membuktikan kalau pengelolaan sampah di
TPA
Benowo
sudah menerapkan teknologi tepat guna. Kepala Departemen Operasional
TPA
Benowo, Ali Ashar, mengungkapkan bahwa tujuan sebenarnya simpel.
“Membuat TPA menjadi tempat yang layak dan nyaman dari segala aspek. Sampah yang datang dari seluruh penjuru kota ditata dengan baik dan ditutupi agar tidak mengganggu masyarakat. Masalah TPA ini mampu menghasilkan energi itu hanya bonus,” jelas Ali.
Nah, ada empat cara me-manage sampah. Pertama, penyemprotan IM6 untuk menekan bau. Lagi-lagi,
TPA
Benowo
sudah menjadi yang terdepan dibanding
TPA
lain yang masih menggunakan teknologi IM2. Selanjutnya, sampah ditutup sehingga jumlah lalat sangat sedikit. Lalu, sumber bau yang berasal dari gas metana disedot. Terakhir, Green Belt akan memfilter udara di sekitar.
Saat ini,
TPA
Benowo
menerima sekitar 1600 ton sampah setiap hari. Sampah itu dimanfaatkan untuk Proyek Landfill Gas Powerplant yang menghasilkan kapasitas listrik 2 Mega Watt per hari. Nah, 1,65 Mega Watt-nya terhubung langsung dengan PLN untuk keperluan masyarakat. Prosesnya, sampah yang disetorkan di terminal buang akan ditata menyerupai bentuk terasiring. Selanjutnya, sampah itu ditutupi dengan terpal atau semacam geo membran agar nggak bau dan gas metana yang dihasilkan tersimpan dengan baik.
Gas ini akan menuju ke pipa-pipa besar dan dialirkan ke sumur gas. Dari sumur, metana diolah menggunakan teknologi fuel skid agar bisa menjadi energi penggerak bagi engine. Nggak cuma itu,
TPA
Benowo
juga sedang mengembangkan Gasifikasi Plant yang rencananya akan rampung pada 2019. Kalau sudah berjalan, proyek ini akan mampu menghasilkan kapasitas listrik 8-9 Mega Watt per hari.
Selain listrik,
TPA
Benowo
juga punya teknologi mengolah air limbah dengan cara yang beda. “Melalui teknologi terbaru saat itu, kombinasi Advance Oxidation Process dan nano filter mampu mengubah air lindi atau air kotor rembesan sampah menjadi air bersih. Sekalipun belum layak minum, air tersebut sudah bisa dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari, seperti mencuci atau menyiram tanaman,” jelas Andi Budi, Kepala Departemen HRD
TPA
Benowo. Perihal kompos,
TPA
Benowo
nggak terlalu fokus ke sana. Kompos memang dibuat, tapi cuma dalam skala kecil, yakni 2-3 bulan sekali dan bersifat internal.
Ditanya lebih lanjut kelebihan
TPA
Benowo, Ali menyebutkan tentang suasana villa. Tempat kerja ini telah mewujudkan hunian yang layak walaupun background-nya sampah. Pohon-pohon rindang yang berfungsi sebagai Green Belt dan mengitari area pembuangan tersebut menambah nuansa hijau yang jarang terlihat pada TPA. Uniknya lagi, ada customer service dan toilet VIP yang membuat tempat itu tampak nyaman dan humanis.
Ali berharap dengan hadirnya
TPA
Benowo
sebagai role model, nantinya
TPA
nggak akan lagi menjadi momok bagi masyarakat. Sehingga, setiap orang yang bekerja di
TPA
Benowo
akan memiliki kebanggaan tersendiri dan sense of belonging. Dengan begitu, pekerjaan yang dihasilkan pun tulus dari hati. Tapi, dalam membangun tempat kerja yang humanis layaknya
TPA
Benowo
tentunya butuh kerja keras, semangat, idealisme, dan empati yang tinggi terhadap lingkungan ya.
Penulis: Dina Mayliani (Zetizen Trainee) | Foto: Habib Tri for Zetizen | Editor: Devina Ivo