Are You a Zetizen?
Show Menu

Bikin Bangga! 7 Film Indonesia Ini Berhasil Diputar di Cannes Film Festival

Nourma Vidya Nourma Vidya 25 May 2017
Bikin Bangga! 7 Film Indonesia Ini Berhasil Diputar di Cannes Film Festival

Zetizen.com - Cannes Film Festival, salah satu Festival Film bergengsi di dunia, diselenggarakan tiap tahun. Ribuan film dari berbagai negara diseleksi untuk diputar di sana. Jurnalis, pebisnis, dan profesional industri perfilman siap melirik bahkan "membeli" talenta-talenta potensial.

Tahun ini, Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak karya sutradara Indonesia, Mouly Surya, jadi satu-satunya film dari Asia Tenggara. Film Indonesia apa aja yang pernah diputar dalam Cannes Film Festival?

Tjoet Nja’ Dhien (Cannes Film Festival 1989)

Tjoet Nja' Dhien
Film Indonesia pertama di Cannes (Foto: Twitter)

Jauh sebelum film Indonesia dianggap "modern", karya anak bangsa ternyata sudah diakui dunia. Berjudul Tjoet Nja’ Dhien, film ini berhasil menjadi film Indonesia pertama yang menembus Cannes Film Festival. Film besutan sutradara Eros Djarot ini diputar dalam La Semaine de La Critique, salah satu program paralel untuk mengeksplor talenta-talenta baru.

Dibintangi aktris senior Christine Hakim, Tjoet Nja’ Dhien adalah film drama biografi yang menceritakan sepak terjang Cut Nyak Dien sebagai pahlawan wanita Indonesia. Di dalam negeri, film ini menyabet penghargaan film terbaik dalam Festival Film Indonesia 1988. Nggak cuma ditayangkan di Cannes, Perancis, Tjoet Nja’ Dhien juga menjadi Best International Film di festival ini. Gimana mau nggak bangga coba?

Daun di Atas Bantal (Cannes Film Festival 1998)

Menceritakan kehidupan tiga anak jalanan di Yogyakarta (Foto : Kineforum)

Disutradarai Garin Nugroho, Daun di Atas Bantal menyusul Tjoet Nja’ Dien menembus Cannes Film Festival. Film yang mengambil Yogyakarta sebagai latar cerita ini menggambarkan kehidupan kaum miskin dan marjinal di Indonesia. Kerasnya kehidupan sebagai orang kecil disampaikan dengan begitu indah melalui kisah keseharian tiga tokoh anak jalanan. Yakni, Sugeng, Heru, dan Kancil.

Meski produksi sempat ditunda karena krisis ekonomi, Daun di Atas Bantal berhasil membuktikan kualitasnya. Film yang juga dibintangi Christine Hakim ini ditayangkan dalam program Un Certain Regard dalam Cannes Film Festival 1998. Un Certain Regard adalah program yang menampilkan film-film dari berbagai budaya. Pssst... Daun di Atas Bantal juga pernah mewakili Indonesia di ajang Academy Awards alias Oscar lho!

Kara Anak Sebatang Pohon (Cannes Film Festival 2005)

Penasaran menyaksikan kisah Kara? (Foto: movienthusiast)

Berdurasi tujuh menit, film pendek ini juga mengharumkan nama Indonesia dalam Cannes Film Festival 2005. Saat itu, Kara Anak Sebatang Pohon masuk dalam program Director’s Fortnight yang merupakan program non-kompetisi. Program ini diadakan oleh Film Director’s Society dan menampilkan film-film terpilih dari berbagai negara yang diseleksi sendiri oleh kumpulan sutradara-sutradara hebat dari berbagai negara.

Nggak cuma dibalut visualisasi cantik, film ini juga punya sisi misterius memikat. Kara Anak Sebatang Pohon menceritakan kisah seorang anak bernama Kara yang tinggal di sebuah tempat terpencil setelah ibunya dibunuh oleh seorang pria bernama Ronald. Dalam waktu tujuh menit, kita akan diajak melihat usaha Kara mencari Ronald untuk menanyakan satu pertanyaan besar dalam benaknya.

Serambi (Cannes Film Festival 2006)

Bencana tsunami Aceh jadi latar film dokumentasi ini (Foto: Twitter)

Digarap oleh sekelompok sutradara, nggak heran kalau Serambi sangat berkualitas. Film dokumentasi yang disutradarai Garin Nugroho, Tonny Trimarsanto, Lianto Suseno, dan Viva Westi ini membalut kisah perjuangan para korban tsunami Aceh dalam jalinan cerita memikat dan penuh emosi. Para penonton seolah diajak melihat sendiri betapa beratnya perjuangan para tokoh utama untuk meneruskan hidup pasca bencana.

Dengan konsep dokumentasi yang disisipi fiksi sebagai pemanis, film ini sukses menembus Cannes Film Festival 2006. Ironisnya, setelah ditayangkan pada 2005 di bioskop, film ini justru kurang mendapat sambutan hangat di negeri sendiri. But a good movie will be a good movie. Ditayangkan dalam program Un Certain Regard, Serambi justru sukses membuktikan kualitasnya dengan mendapat apresiasi internasional.

The Fox Exploits The Tiger’s Might (Cannes Film Festival 2015)

Film ini diputar tiga kali loh di Cannes Film Festival 2015! (Foto: Youtube)

Mengambil era orde baru sebagai latar cerita, The Fox Exploits The Tiger’s Might menceritakan kehidupan dua pemuda yang mulai mengenal seksualitas. Dalam lingkungan sosial militer yang mengelilingi mereka, penonton diajak menyaksikan bagaimana dua pemuda bernama Aseng dan David itu menemukan dan mencari tahu relasi antara kekuasaan dan seksualitas dari kacamata mereka sebagai kaum minoritas.

Dengan ide cerita yang segar dan kreatif, film karya sutradara Lucky Kuswandi ini berhasil menembus program apresiasi talenta indie dalam Cannes Film Festival 2015, La Semaine de La Critique. Nggak tanggung-tanggung, film pendek berdurasi 25 menit ini ditayangkan sampai tiga kali selama Cannes Film Festival 2015 berlangsung. Indonesian movie is worth aprreciated. Setuju?

In The Year of Monkey / Prenjak (Cannes Film Festival 2016)

Ide cerita sederhana nan kreatif (Foto: Youtube)

Siapa bilang film berkualitas harus disertai premis rumit dan adegan mewah? Film pendek karya sutradara muda Wregas Bhanuteja ini bisa jadi bukti yang bakal menampik semua anggapan itu. Yap, cuma bermodalkan premis cerita sederhana dan adegan yang nggak berfoya-foya, Prenjak justru sukses meraih prestasi yang nggak bisa dipandang sebelah mata.

Film yang diproduksi Februari 2016 ini menceritakan seorang wanita yang butuh uang. Dia pun curhat kepada teman kerja prianya. Terkesan sepele ya? Eits, tapi kualitasnya jangan diremehkan. Ide sederhana yang dikemas dengan kreatif ini membuat Prenjak masuk program La Semaine de La Critique dalam Cannes Film Festival 2016. Film ini juga menyabet penghargaan film pendek terbaik.

Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak (Cannes Film Festival 2017)

Film ini dapat banyak pujian! (Foto: Twitter)

Ini nih film anak bangsa yang lagi disorot media. Sebab, film yang dibintangi Marsha Timothy ini sukes mengikuti jejak film-film pendahulunya buat mejeng di Cannes Film Festival 2017. Berkisah tentang seorang janda dan usahanya melindungi diri dari kawanan perampok, Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak menawarkan cerita thrilling yang berbalut drama dan keindahan alam khas pedalaman Sumba.

Film keren ini merupakan karya sutradara Mouly Surya. Baru kemarin (24/5) film Marlina ini ditayangkan dalam sesi Director’s Forenight. Nggak main-main, Marlina jadi satu-satunya film panjang dari Asia Tenggara yang berhasil lolos dalam Cannes Film Festival 2017. 

Kamu sudah nonton yang mana?

 

| Editor: Ratri Anugrah

RELATED ARTICLES

Please read the following article