Zetizen.com - Ibarat air bah yang datang tiba-tiba dan menyapu bersih semua yang ada di hadapannya, pemutaran perdana Avengers: Infinity War 25 April kemarin disambut animo sangat besar dari penggemar marvel cinematic universe (MCU). Praktis, film garapan Russo bersaudara ini "menggusur" penayangan film lain, baik lokal maupun internasional, di hampir seluruh bioskop Indonesia. Bahkan, beberapa bioskop hanya menayangkan Avengers: Infinity War di seluruh teaternya!
Sebagai film ketiga Avengers, Infinity War bisa dibilang awal dari kulminasi aksi para pahlawan super MCU yang sudah kita kenal melalui film-film sebelumnya. Misalnya, Iron Man, Thor, Hulk, dan seabrek tokoh superhero serta anti-hero lain.
Premis filmnya pun sederhana. Keberadaan Thanos (Josh Brolin) sang Titan jahat berwarna ungu pucat yang hendak menghapus setengah kehidupan galaksi, memaksa para pahlawan super bekerja sama mengalahkannya. Namun, perbedaan latar belakang, emosi, serta motif tiap karakter justru membuat konflik semakin pelik. Hal ini yang membuat Infinity War jadi sangat menarik.
Jika kebanyakan opening scene film MCU sebelumnya didominasi pengenalan suasana dan karakter, Infinity War sama sekali tidak punya waktu untuk itu. Film berdurasi hampir dua setengah jam ini dibuka dengan kuat. Sangat kuat sampai-sampai adegannya terasa seperti adegan sambungan serial TV yang ditutup cliffhanger di episode sebelumnya. Scene action pembuka sampai setting awal konflik pun diselesaikan tidak sampai 10 menit sejak film dimulai.
Interestingly enough, meski konflik dan kemunculan karakter demi karakter terus ditampilkan secara bergantian, alur film ini sama sekali tidak terasa terburu-buru dan minim plot convenience. Padahal, film ini memiliki beberapa bagian non-linear yang jika tidak diperhitungkan dengan matang akan menimbulkan kejanggalan dan plot-hole pada cerita itu sendiri. (Yes, I’m talking about you, Pacific Rim: Uprising)
And don’t let me start on the cinematography. Jika dibandingkan dengan film-film MCU seperti Thor: Ragnarok (2017) atau Guardians of the Galaxy Vol. 2 (2017) yang banyak mengambil sudut-sudut pandang adegan dramatis (and somewhat cliche), Infinity War justru lebih banyak memakai technical shot yang membuat adegan pertarungan terasa lebih nyata dan mengintimidasi.
Yang lebih mengagumkan, meski Infinity War tampil sebagai film action kolosal yang tumpah ruah dengan superhero dari seluruh MCU, karakter individual dari masing-masing superhero sama sekali tidak hilang. Star-Lord dkk masih tampil dengan kekonyolannya yang tidak masuk akal, Stark dengan sikap skeptisnya, dan King T’challa, well, ain’t we all love his unique accent ever since Black Panther?
All and all, Russo bersaudara benar-benar berhasil merakit benang cerita antar galaksi yang tidak hanya koheren, namun juga dapat mempertahankan seluruh aspek dari marvel cinematic universe yang dicintai para penggemarnya, serta mengemasnya ke dalam sebuah cerita yang, I could safely say, melebihi ekspektasi dari para fans MCU itu sendiri. Superb!
Sayangnya, segala kehebohan yang terjadi di film ini ibarat pisau bermata dua. Entah disengaja atau tidak, Avengers: Infinity War seolah hanya bisa dinikmati sepenuhnya oleh penggemar marvel cinematic universe yang sudah menyaksikan sebagian besar film MCU sebelumnya. Sebab, banyaknya karakter yang harus dimunculkan serta alur cerita yang dipilih membuat film ini sama sekali tidak sempat menceritakan background tiap karakter yang muncul. Tanpa mengetahui sejarah di balik para karakter, berbagai dialog dan adegan yang muncul di Infinity War bisa jadi terasa lebih membingungkan dibanding film-film "pengacak pikiran" macam Cloud Atlas (2012), Inception (2010), atau Predestination (2014).
In conclusion, Avengers: Infinity War berhasil memenuhi rasa penasaran dan hype yang diciptakan para fans MCU. Film ini sukses menghadirkan adegan aksi luar biasa intense dan emosional tanpa mengorbankan penokohan dan karakter dari tiap tokoh. Meski demikian, beberapa trivia dan jokes di dalamnya hanya dapat dimengerti penonton yang mengikuti film-film MCU terdahulu. In short, this movie is very well worth to watch. 8.5/10!
| Ditulis oleh: Bogiva Mirdyanto