Alarm HP-ku berbunyi. Semalam, aku bergadang menonton movie concert One Direction. Ah, rasanya aku masih ingin bergulung-gulung di kasurku yang empuk ini. Apakah gaya gravitasi di atas kasur akan semakin besar setiap Senin? Apalagi, hari ini ada pelajaran sejarah. ’’Isok skip nggak seeee?’’ erangku sambil mematikan alarm.
Sepertinya Senin ini keberuntungan nggak berpihak kepadaku. Setelah berusaha keras agar tetap semangat ke sekolah, aku malah terjebak macet. ’’Ya Allah onok ae,’’ batinku sambil berusaha menghindar dari kepulan asap knalpot motor yang berhenti di depanku.
Setiap Senin memang banyak anak-anak di sekolahku yang datang terlambat. Maklum, Senin waktunya jetlag setelah weekend. Tapi, kalau terlambat, pihak sekolah nggak segan-segan menyuruh siswanya jongkok di pinggir lapangan. Malu, Bos! Apalagi kalau dilihat gebetan dan teman-teman sekelas. Mereka akan dengan senang hati mengejek dari balkon. ’’Moh wes. Suwun,’’ gumamku saat membayangkan hal itu. Aku pun memutar gas lebih dalam.
YES! Jam menunjukkan jarum panjang di angka sepuluh. Artinya, aku berhasil datang sepuluh menit sebelum bel berbunyi. Tiba-tiba, ada yang meneriakkan namaku dari belakang. ’’Dyaaah… Woi, tungguin dong!’’ seru Anggun terengah-engah. ’’Kesusu men, koyok dikejar opo ae.’’ Kami pun berjalan bersama menuju kelas di lantai 3 yang seperti dugaanku belum dipenuhi banyak anak. Tapi, Jasmine, temanku yang paling rajin, sudah duduk manis menunggu.
Apa jadinya kalau kita yang mengantuk ini malah dibacakan dongeng? Ya jelas semakin ngantuk! Itulah yang terjadi tiap Senin di kelas Pak Andi, guru sejarahku. Sambil berusaha menjaga mata agar tetap terbuka, berkali-kali aku mencuri pandang ke arah jam dinding. ’’Sedikit lagi…Sedikit lagi…’’ ucapku dalam hati.
’’Rabu ada pelajaran saya lagi nggak?’’ Pak Andi menutup bukunya keras-keras sehingga membangunkan semua murid yang hampir tertidur. ’’Kalau ada, Rabu kita ujian tentang Kerajaan Majapahit dan Perang Bubat ya,’’ lanjutnya. Pengumuman itu pun disambut gumaman penuh sambat. Kami semua nggak pernah berani mengeluh terang-terangan di depan Pak Andi. Maklum, dia terkenal sebagai guru paling killer di sekolah.
Tapi, entah apa yang kupikirkan saat itu, tiba-tiba aku berseru, ’’Astagfirullah!’’Sontak, Pak Andi menoleh ke arahku. ’’Ada apa, Dyah?’’ tanyanya dengan mata menajam penuh selidik. Teman-teman pun melihatku penuh heran.
’’Eh, nggak ada apa-apa, Pak.’’ Aku menjawab dan langsung menundukkan kepala. Jantungku berdegup kencang dan kudengar teman-teman cekikikan diam-diam. Aku merasa lega saat Pak Andi nggak berkomentar lebih lanjut dan meninggalkan kelas. Huft, hampir saja.
Pada Selasa malam, aku benar-benar mengebut belajar sejarah. Sampai-sampai kepalaku terasa pusing saking banyaknya kata di tiap lembar bukunya. Tiba-tiba notifikasi di HP-ku berbunyi. Ada pesan tertulis: ’’Dy, belajar?’’ Ternyata pesan itu dari Zaskia, teman sebangkuku.
’’Iyo lah, wes gak isok, mosok gak belajar?’’ balasku.
’’Mene aku contohono yo. Aku gak isok sejarah… hehe,’’ tulisku lagi.
’’Yo nek aku isok yo. Saiki podo-podo sinau ae,’’ respons Zaskia.
Aku pun kembali mendalami buku sejarahku. Tapi, rasa kantuk ini sudah nggak bisa dibendung lagi. Tanpa sadar, mataku mulai menutup. Aku pun pasrah.
’’Hyaa!’’ Tek tek tek…
’’Hyaa!!’’ Tek tek tek…
Lho, di mana aku? Kok banyak orang latihan pedang? Aku terbangun dan keheranan mendapati diriku nggak di meja belajar lagi. Saat ini, aku berada di semak-semak, bersembunyi. Aku pun keluar dan mencari tempat yang rindang. Celingukan, aku melihat sesosok wanita cantik yang duduk sendirian dan terlihat baik hati. Kuhampirilah dia.
’’Permisi. Boleh tanya sesuatu?’’ ungkapku. Nggak kusangka, wanita itu merespons dengan suara tinggi, ’’Siapa kamu?! Berani-beraninya masuk ke Kerajaan Sunda! Aku akan panggil pengawal untuk mengusirmu!’’
’’T..ttunggu…Aku tersesat. Tolong bantu aku kembali pulang,’’ kataku merajuk.
Melihatku penuh curiga, wanita tersebut tetap memanggil pengawalnya. ’’Pengawal…Pengawal…! Ada penyusup di sini!!’’ Dan terdengar suara derap kaki berlarian dari kejauhan. Suara itu semakin mendekat…mendekat… dan mendekat… Aku memejamkan mata. Aku menangis sejadi-jadinya. Di mana aku? Di mana ibuku? Aku menutup mata. Pasrah. Kakiku mulai lemas dan aku terduduk di tanah. (*/c20/rat)