Zetizen-Emoji bendera merah lagi banyak digunakan di Twitter nih. Hmm, artinya apa, ya? Dalam relationship, red flag menjadi tanda hubungan yang tidak sehat atau toxic. Kamu bisa mengenali red flag dari ucapan dan tindakan seseorang. Ada banyak sekali red flag, setiap orang mungkin berbeda. Berikut di antaranya! (elv/c12/lai)
Iya deh, aku minta maaf, tapi…
Hmm, minta maaf kok ada tapinya? Meski meminta maaf, secara nggak langsung dia menyangkal perbuatannya dengan memberikan kalimat pembenaran. Permintaan maaf tersebut juga manipulatif dan bisa membuat kamu berpikir kembali siapa yang salah. Pssttt, hati-hati, bisa dipastikan kalau maafnya nggak tulus.
Aku larang kamu pergi sama teman, soalnya takut kamu kenapa-kenapa
Well, cemburu memang wajar, tapi kalau berujung posesif yang berlebihan, tentu nggak baik. Apalagi kalau doi melarang kamu hang out bareng teman cowok/cewek kamu, eh doi sendiri keluar main sama teman-temannya. Lebih baik komunikasikan dengan jelas dan segera say goodbye kalau sudah mengarah kekerasan verbal ataupun fisik.
Baca juga:
Nggak Melulu Cowok yang Keluar Uang
|
Bercanda doang kali. Jangan baperan lah!
It’s totally red flag! Bercanda itu jika kedua belah pihak sama-sama menikmati. Kalau ada pihak yang tersinggung, namanya bukan bercanda. Well, kamu nggak baperan kok. Temanmu saja yang kurang bisa berempati. So, lebih berhati-hati sama apa yang kita ucapkan, ya! Yang menurutmu bercanda bisa jadi melukai hati orang lain.
Itu sih masih mending, aku lebih parah lagi
Kalimat yang sering terdengar saat curhat ke teman, nih. Niat hati curhat biar lega malah adu nasib. Buat kamu yang p e r n a h merespons seperti itu ketahuilah kalau temanmu cuman pengin didengar bukan mau adu masalah hidup siapa yang terberat. Penting juga untuk mengenal siapa yang akan kita curhati. Be aware!
Baca juga:
Dating Virtually With You
|
’’Aku sering lihat orang ramai speak up tentang red flag. Nah, pas tahu ciri-ciri red flag, aku sadar kalau ada perbuatanku yang ternyata juga toxic di hubungan pertemanan. Contohnya, aku nggak memvalidasi apa yang sahabatku rasakan, sering bilang dia baperan, dan sulit ikut senang atas pencapaiannya. Aku pikir tindakanku itu biasa aja, karena dia juga terlihat baik-baik aja. Sekarang kalau dipikir lagi, dia pasti sedih waktu aku seperti itu, tapi nggak bilang karena sungkan.
Setelah sadar, aku mulai menanamkan mindset kalau sahabatku nggak pantas diperlakukan seperti itu. Aku belajar untuk lebih empati dan apresiasi capaian dia. Dan nggak memproyeksikan insecurities aku ke orang lain.’’
’’Aku pernah jadian sama cowok. Awal temenan, dia baik banget, sama semua orang juga sopan dan sering bantu. Waktu pacaran ternyata berubah 180 derajat! Posesif berlebihan, suka larang ini itu, larang aku jalan sama teman jurusan, tapi doi malah sering anterin cewek. Alasannya karena khawatir sama aku.
Ketika mulai merasa nggak nyaman, aku curhat ke sahabat dan mama. Mereka yang bantu aku sadar kalau tindakan doi selama ini udah red flag banget. Aku memutuskan untuk bicara langsung sama doi, tapi doi nggak merasa salah. Justru seolah-olah aku yang salah, serem! Akhirnya, kita putus. Sekarang aku jadi punya red flag khusus ketika dekat sama orang karena pengalaman itu.”