Zetizen.com - Mungkin ada secercah kesombongan jika Kau membaca tulisan ini. Tentang Indonesia, negara kaya alam dan keunikan, strategis dan berpotensi. Terdiri dari 13.466 pulau, yang jika Kau mengunjungi satu pulau dalam sehari, Kau akan menghabiskan 37 tahun untuk menelusuri semuanya. Jarak terbentang dari Sabang sampai Merauke, sama dengan jarak yang ditempuh dari Teheran (Iran) menuju London (United Kingdom) yang melewati sepuluh negara sekaligus. Dan dari bentangan jarak itu, tersimpan berbagai alasan, mengapa Indonesia patut berbangga atas dirinya.
Indonesia merupakan produsen komoditi pertanian terbesar dengan kakao, kopi dan rempah-rempah sebagai komoditas terbanyak dan paling dicari-cari di dunia. Pada tahun 2016, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia, dengan produksi 760.429 ton. Kopi Indonesia pun selalu menjadi primadona. Bahkan menurut The Huffington Post, kopi luwak Sumatera merupakan termahal di dunia. Sedang rempah-rempah sendiri, Indonesia berkontribusi dengan mengekspor 73 ribu ton tiap tahunnya.
Selain itu, Indonesia surga bagi para penikmat alam dan wisatawan. Dengan bentang pulau dari barat ke timur, Indonesia tidak pernah kehabisan objek wisata. Begitu pun tempat bersejarah yang mengandung banyak wejangan dan misteri kehidupan. Masalah kuliner? Tidak perlu khawatir. Komunitas Sobat Budaya (2016) mencatat, terdapat 1.458 resep makanan dan minuman tradisional di Indonesia, yang tidak akan membuat kita kehabisan akal untuk mencari makanan di mana pun kita berada.
Apakah hanya itu? Kau mungkin bisa memikirkannya lagi. Pikirkan tentang kebudayaan yang berbeda di setiap tempat, banyaknya waktu berkumpul dengan keluarga sebab keberagaman etnis dan agama, monumen yang telah diakui dunia dan cara Indonesia berbahagia dengan sederhana. Atas semua ciri khas yang tidak dimiliki oleh negara lain itulah, menjadikan Indonesia unik, menyenangkan dan patut berbangga. Sombong? Boleh-boleh saja.
Jika kita melihat ke masa lalu, ternyata Indonesia memang telah beberapa kali mengalami masa kejayaan. Hal ini biasa disebut dengan siklus 600 tahunan. Di mana pada abad ke-8, Kerajaan Sriwijaya yang dianggap sebagai kemaharajaan maritim kuat di pulau Sumatera, banyak memberi pengaruh di Nusantara, dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Lanjut pada abad ke-14, Kerajaan Majapahit berhasil menunjukkan eksistensinya sebagai Kerajaan Hindu-Buddha yang hampir menguasai seluruh wilayah Nusantara. Sehingga, ada kemungkinan besar Indonesia akan mengulang siklus 600 tahunan tersebut dan kembali jaya di abad ke-21.
Namun apakah itu berarti Indonesia belum disebut ‘jaya’ bahkan dengan keadaannya yang sekarang? Mari kita lihat. Indoensia negara agraris yang masih mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam. Indonesia negara maritim dengan panjang garis pantai 95.181 km, mengimpor garam dari Singapura. Indonesia menghasilkan banyak kakao, namun kakao tersebut malah diolah oleh Belgia.
Pontang-panting Indonesia berutang ke sana-sini, meminjam uang atas nama pembangunan, lalu jadilah utang Indonesia 3706 triliun (Juni, 2016) kepada negara-negara kawan. Koruptor masih korupsi, yang kaya tetap kaya dan yang miskin tetap miskin. pendidikan yang hendak diperbaiki sebaik-baiknya, kini terhalang integritas yang kian tak diperhitungkan. Beginilah, Indonesia kita. Indonesia yang dikabarkan jaya 28 tahun kemudian, pada ke-100 tahun usianya.
Perkiraan mengenai jayanya Indonesia pada satu abadnya, bukan sebatas perkiraan tanpa data dan realita yang jelas. Dilihat dari struktur demografi Indonesia dewasa ini, pada tahun 2020-2030, Indonesia berpeluang untuk mengalami bonus demografi. Di mana negara ini akan memiliki sekitar 180 juta orang berusia produktif, sementara yang tidak produktif berkurang menjadi 60 juta jiwa. Ini berarti 10 orang usia produktif hanya akan menanggung 3-4 orang usia tidak produktif. Sungguh, bonus demografi sudah di depan mata. Bayangkan, 180 juta jiwa itu bahkan mengalahkan gabungan populasi dari Malaysia, Singapura, Australia dan Thailand.
Beberapa negara telah berhasil memanfaatkan bonus demografinya secara optimal. Jepang pada 1950-an, Korea Selatan pada 1970-an dan China pada 1990-an. Mereka bisa menjadi negara dengan kemajuan pesat. Padahal, jika dibandingkan potensi alam dan manusianya, Indonesia seharusnya bisa mendapat kemajuan yang lebih besar. Indonesia memiliki sumber daya alam, manusia dan luas wilayah darat dan laut yang memadai. Kepulauan Indonesia bahkan lebih luas dari Eropa Barat yang terdiri dari sebelas negara. Lalu, apakah Kau yakin Indonesia bisa melakukan itu?
Permasalahan di sini adalah, dapatkah Indonesia mempersiapkan diri selama kurang lebih 28 tahun, untuk menyambut usia ke-100 tahunnya itu? Sementara, sebagaimana yang Kau lihat, Indonesia semakin bobrok saja dalam banyak hal. Iming-iming dilakukan pembangunan berkelanjutan, tetapi sampai sekarang masih saja pedesaan kumuh, perkotaan padat dan fasilitas negara masih terhambat di tengah jalan.
Bisa Kau bayangkan, ketika Indonesia gagal memanfaatkan bonus demografinya. Puluhan tahun yang akan datang, ketika usia-usia produktif tersebut tidak produktif lagi, dan mereka tidak mempunyai investasi baik berupa ilmu maupun kekayaan, mereka akan menjadi bangsa konsumen dan ketergantungan. Bahkan, bukan tidak mungkin utang Indonesia terus membengkak dan tak ada inovasi dari usia produktif yang cukup untuk mengatasinya. Sehingga, meskipun dengan potensi alam dan keunikannya yang melimpah itu, Indonesia tidak patut lagi untuk sombong.
Hanya ada satu cara untuk kembali sombong, dan itu butuh aksi dari sekarang. Kau, aku dan seluruh generasi muda hendaknya memperkaya diri dengan banyak bekal. Bekal yang dimaksud di sini tidak muluk-muluk tentang ilmu dan uang saja, melainkan juga dengan keterampilan-keterampilan khusus seperti menulis, berbahasa Inggris, berbicara di depan umum, membuat desain grafis, dan lain-lain.
Kau tentu tahu. Beda orang beda pula keahliannya. Sehingga diharapkan seluruh generasi muda yang majemuk bakat itu bisa ahli di bidangnya masing-masing. Namun, kutahu satu rumus, yang harus dimiliki setiap individu apa pun bidangnya. Pertama, menulis. Kedua, kemampuan berbahasa Inggris. Ketiga, pengusaan teknologi, informasi dan komunikasi. Kau akan tahu betapa pentingnya ketiga hal di atas suatu saat nanti. Di saat tidak ada sekat antar satu negara dan negara lain, dan dunia sadar, Indonesia sudah bukan negara berkembang lagi.
Indonesia 28 tahun akan datang, sebuah bumerang. Dia akan membunuh lawan atau berbalik menyerang tuan, tergantung bagaimana Kau berlatih menggunakan dan mengendalikannya.
Editor: Bogiva