Zetizen-Pernah merasa berlebihan cerita kehidupan pribadi ke orang lain nggak? Nah, perilaku seperti itu disebut oversharing. Ketika oversharing, kita nggak bisa mengontrol tanggapan orang lain. Karena itu, nggak jarang muncul rasa menyesal setelahnya karena nggak menjaga privasi. Ada banyak alasan kenapa seseorang suka oversharing. Nih, pengalaman Zetizen saat oversharing! (arm/c12/rat)
”Aku orangnya ekstrover dan sering ketemu orang baru. Waktu pertama kenal orang, ya aku cerita kehidupanku. Eh, ternyata dia malah baper! Mungkin saking seringnya aku cerita, dia mengira aku benar-benar percaya ke dia. Padahal, aku kayak gitu ke semua orang. Yang akhirnya bikin aku nggak mau komunikasi lagi adalah saat dia mulai memaksa masuk ke duniaku. Setiap aku bikin story, dia selalu reply dan bikin aku nggak nyaman.
Aku menyesal banget. Kok bisa-bisanya aku seterbuka itu. Sejak itu, aku nggak lagi oversharing ke orang yang baru dikenal. Meski nantinya dikira cuek, aku nggak peduli. Lebih baik disangka seperti itu daripada orang lain salah paham ke aku. Aku bakal mikir dua kali sebelum cerita, memastikan juga apakah mereka bisa jaga atau nggak.’’
”Aku pernah kenalan sama orang. Sebut aja si A. Bisa dibilang dia orang asing ya, tapi aku udah terbiasa cerita ke dia. Sampai suatu hari, teman dekatku menjauh tanpa alasan sehingga aku nggak punya teman cerita lagi. Alhasil, aku semakin sering menceritakan kehidupan pribadiku ke si A. Padahal, selama ini komunikasi kami sebatas virtual! Aku nggak tahu sih dia jaga ceritaku atau nggak. Tapi, aku somehow yakin dia orang baik.
Oleh karena itu, menurutku, oversharing ke orang lain bikin lega. Aku merasa ada orang yang masih mau mendengarkanku. Selagi itu baik dan bikin lega kayak aku, ya nggak apa-apa. Sebab, sekarang susah juga cari orang yang selalu ada dan mau diajak berbagi. Tapi, kalau udah ngasih dampak negatif dan nggak bisa dipercaya, ya mending nggak usah.’’
”Menurutku, oversharing bisa membantuku membangun interaksi sosial. Misalnya, pas lagi nunggu kereta, aku kenalan sama orang lain. Biasanya, aku bakal cerita apa pun tanpa memikirkan dampak negatifnya. Apalagi, aku orangnya nggak peka sehingga nggak bisa menilai respons orang tersebut yang ”sebenarnya”. Kayaknya sih nerima ceritaku. Kalau emang dia ilfeel, aku bakal tetap easy going sih. Kan kemungkinannya kecil buat ketemu lagi, haha.
Tapi, aku pernah oversharing ke orang baru dikenal dan berujung ceritaku tersebar. Kesal sih. Dan itu bikin hubungan sosial yang dibangun jadi pecah lagi. Tapi, hal itu nggak bikin aku kapok. Soalnya susah banget ngilangin kebiasaan. Meski begitu, aku sadar cerita kehidupan pribadi secara berlebihan nggak bagus. Jadi, sekarang aku mulai belajar buat mengontrol.’’
Zetizen-Oversharing bisa dikategorikan dalam perilaku kompulsif di mana perilaku ini mempersulit kita dalam mengendalikan keinginan untuk berbagi segala sesuatu tentang diri sendiri ke orang lain. Kebanyakan orang yang overshare nggak sadar kalau mereka sudah mengungkapkan terlalu banyak informasi.
”Salah satu hal yang mendasari perilaku oversharing adalah tidak adanya boundaries jelas dan kuat. Sehingga, dia bingung terkait hal yang dia alami. Bingung mana yang patut diceritakan ke orang lain atau dijaga sendiri. Selain itu, faktor belief memengaruhi. Jadi, dia nggak segan untuk oversharing,’’ jelas psikolog Christine Anggraini MPsi.
Segala sesuatu yang berlebihan jelas nggak baik. Sharing itu nggak salah karena bisa memenuhi kebutuhan kita untuk tetap eksis di mata orang lain. Kehidupan kita bisa jadi dinilai menarik oleh banyak orang. Tapi, kalau udah over, harus waspada ya! Kita jadi nggak punya privasi dan nggak ada jaminan orang lain bisa menjaganya dengan baik.
Biar nggak keterusan, kita perlu belajar membangun self boundaries. ”Buat list batasan-batasan. Misalnya, batasan dengan teman, keluarga, atau orang lain. Setelah itu, komunikasikan secara tegas. Mungkin akan susah di awal sehingga harus latihan terus. Ketika kita punya self boundaries, kita bisa paham mana yang baik dan buruk untuk kita,’’ sambung Christine.
Nah, daripada menyesali apa yang telah terjadi, mending gunakan untuk berbenah diri. Sebelum bercerita ke orang lain, pikirkan dulu agar nggak sampai oversharing. ”Sharing adalah hal baik. Tujuan dari sharing adalah kelegaan buat diri. Jadi, pastikan apa yang kamu share sesuai dengan batasan dan kapasitasmu. Jangan sampai sharing membuat kamu menyesal atau memberikan dampak buruk pada dirimu,’’ pungkasnya. (arm/c12/rat)