Zetizen-Mau ngomong jujur, tapi takut bikin sakit hati. Huftt! Gini amat jadi orang yang nggak enakan. Daripada berujung nggak baik, alhasil memilih untuk jaga sikap dan ucapan saat berbicara dengan orang lain. Pendapat atau kritik tersebut bahkan sengaja dibalut dengan kata-kata manis. Tindakan itulah yang disebut sebagai sugar coating!
Sugar coating merupakan suatu tindakan untuk menyampaikan hal negative secara halus. Well, kesannya memang baik, tapi kalau dipikirkan lagi, sugar coating nggak jauh berbeda dengan kebohongan. Sebab, informasi yang sudah di-sugar coat bisa berujung pada hilangnya beberapa detail informasi karena dianggap akan melukai orang lain.
Lalu, apa bedanya dengan white lie? Istilah white lie atau kebohongan putih digunakan untuk menjelaskan tindakan bohong dengan maksud ’’baik’’. Meski keduanya sama-sama bermulut manis demi menjaga perasaan orang lain, sugar coating berbeda dengan white lie. Ungkapan dengan sugar coating bisa saja sesuai fakta, tetapi cara penyampaiannya lebih manis. Berbeda dengan white lie yang asli kebohongan.
Menariknya, berdasar survei dari SWNS, seseorang biasanya melakukan sugar coating sebelas kali dalam seminggu, lho! Entah untuk menghindari argumen ataupun menyinggung seseorang. Ada beberapa situasi yang membuat kita terjebak dalam sugar coating. Misalnya, ketika kamu harus memberikan pendapat tentang masakan, outfit, penampilan, bahkan ketika kamu menerima kritik dari orang lain.
Niat baik untuk melakukan sugar coating biar nggak menyakiti hati ternyata punya banyak dampak negatif. Jika terlalu sering, sugar coating bisa berubah menjadi manipulatif. Nggak cuma itu, tetapi juga misleading! Misalnya, ada temanmu yang bikin suatu gambar, tapi masih terlihat buruk. Kalau kamu bilang gambarnya bagus, itu bakal menghambatnya untuk berkembang.
Sugar coating juga bikin kamu nggak tahu cara menyelesaikan suatu masalah. Terlalu sering dapat feedback yang manis bakal terjebak dalam toxic productivity, bikin terlena, dan nggak bisa belajar lebih. Parahnya lagi, sugar coating bisa berujung pada tindakan pasif agresif yang berdampak buruk pada kondisi mental.
Eitss, nggak melakukan sugar coating nggak berarti kamu bisa menyampaikan pendapat yang terlintas di otakmu tanpa difilter. Tetap lihat situasi dan lawan bicaramu. ’’Saya melihat sugar coating sebagai trik, bukan skill, dan saya tidak akan merekomendasikan untuk digunakan. Apalagi, ada banyak teknik komunikasi lain yang tersedia, teknik yang memberikan dampak yang lebih baik bagi orang lain,’’ ungkap psikolog Lucia Grosaru melansir Psychology Corner. Jadi, jangan biasakan diri untuk melakukan sugar coating, ya! (elv/c12/lai)
Zetizen-Sebagian orang lebih memilih sugar coating ketika menyampaikan sesuatu agar nggak menyakiti perasaan. Namun, ada juga yang lebih suka to the point. Nah, kalau berdasar 16 MBTI (Myers-Briggs Type Indicator), kamu termasuk tipe yang mana nih? Yuk, cari tahu! (personality growth/elv/c12/lai)
ENFJ dan ISFJ biasanya melakukan sugar coating karena khawatir melukai hati orang lain. Kalau tipe ESFJ dan ISFP cuman mau mengurangi dampak negatif dari kritik yang ingin mereka sampaikan, nggak bermaksud nggak jujur, ya! Beberapa MBTI lain seperti ESFP, INFJ, dan INFP juga terkadang memilih untuk sugar coat meskipun nggak sesering MBTI lainnya. Mereka bisa jujur sepenuhnya hingga terkesan agak kejam di situasi tertentu, misalnya ketika marah.
ENFP, INTP, ISTP, dan ENTP percaya pada kebenaran. Mereka menjunjung tinggi kejujuran dan efisiensi ketika menyampaikan sesuatu. Bahkan, ketika ingin sugar coat dikit, jadinya malah gagal. Kalau INTJ sama ESTJ nggak pengin terkesan berpura-pura di depan orang lain, terutama ke orang terdekat. Menurut mereka, orang dapat belajar dan bertumbuh lebih baik dengan mengetahui kebenaran. Begitu pun ENTJ, ISTJ, dan ESTP. Mereka mungkin bisa terlihat kejam di saat tertentu, tapi niatnya baik kok!