Zetizen-Pernah nggak saat bertemu seseorang, kamu mengingat wajahnya, tetapi lupa namanya? Sebagian atau banyak di antara kita kerap punya pengalaman seperti itu. Namun, berbeda dengan Shafa Annisa Rahmadani Arianata, cewek 16 tahun ini justru punya ingatan yang amat kuat. Nggak heran kalau dia mendapatkan gelar grond master of memory karena telah mengikuti berbagai kompetisi memory sport. Kali ini Zetizen berkesempatan ngobrol langsung sama Shafa, nih. Yuk, simak! (arm/c12/al)
Z: Gimana awalnya Shafa bisa tertarik dengan memory sport?
S: Dulu pas kelas lil SD, ayahku tiba- tiba nunjukin foto teman kantornya yang masuk acara Hitam Putih, Yudi Lesmana namanya. Nah, Kak Yudi ini membuka kursus mengingat dan aku disuruh untuk mencoba. Dari situ, aku mulai tertarik sama memory sport karena masih jarang banget diketahui masyarakat. Awalnya sih untuk mengingat materi pelajaran, tetapi pada 2013, aku diajak ikut lomba di Hongkong yang sekaligus menjadi kompetisi pertamaku di kancah internasional. Dari yang awalnya minder, sekarang jadi terbiasa dan ketagihan ikut lomba.
Z: Apa aja tantangan dan hambatan yang ditemui selama ini?
S: Tantangan dan hambatan itu sebenarnya datang dari diriku sendiri. Karena otak yang bekerja, pasti akan sangat memengaruhi kondisi fisik dan mentalku. Pernah ada kejadian lucu. Pada 2018 di Singapura, sebelum lomba badanku nggak fit dan nggak dibolehin minum kopi. Akhirnya saat pertengahan lomba cabang binary number, aku ketiduran! Sempat nangis dan panik banget karena peserta lain udah mulal menuliskan jawaban. Untung, aku bisa tes ulang dengan syarat meminta persetujuan dari 10 ketua tim dari tiap negara. Malahan nggak nyangka bisa meraih Juara 1 Junior Category dan dan Juara 2 Overall Category.
Z: Kalau lagi capek, sempat kepikiran buat menyerah nggak?
S: Pernah. Aku pernah pesimistis dan merasa nggak enak kalau nantinya aku menang. Sebab, aku gampang merasa bersalah ketika teman tim nangis karena mereka belum mendapatkan juara. Apalagi, mereka pasti dapat tuntutan dan ekspektasi dari orang sekitarnya. Rasanya aku mau menyerah aja biar mereka yang menang. Dari situ, aku berhenti sejenak dari perlombaan untuk meyakinkan diri sendiri kalau usahaku sebanding sama hasilku.
Baca juga:
Muda, Bertalenta, Raih Cita-Cita
|
Z: Gimana persiapan Shafa sebelum ikut kompetisi?
S: Training is everything! Selain latihan di tempat kursus, biasanya di rumah aku juga latihan soal sendiri. Kalau ada free time, aku bakal latihan tipis-tipis satu atau dua cabang lomba. Dua bulan menjelang lomba, aku biasanya rutin kmelakukan simulasi dengan teknik sesuai dengan cabang lomba yang aku ikuti. Dengan begitu, aku tahu kemampuanku sampai mana dan bisa mengira apakah aku bakal unggul atau nggak. Namun, karena saat ini kondisinya masih pandemi, jadinya latihanku nggak seintens dulu.
Z: Gimana tanggapan orang sekitar melihat Shafa menjadi grand master of memory?
S: Kalau orang tua pastinya selalu mendukung. Mereka selalu optimistis dan memberikan kepercayaan kalau aku pasti bisa. Nah, karena aku sering latihan dan jarang ketemu sama teman- teman, kadang hubungan pertemanan kita jadi lebih renggang. Untung. mereka bisa mengerti kondisi dan selalu mendukung perjalananku. Kita juga masih tetap menjalin komunikasi kalau lagi berjauhan. Dan saat kumpul lagi, mereka pasti senang soalnya dibawain oleh-oleh, hehe.
Z: Penghargaan apa aja yang telah berhasil Shafa raih?
S: Karena peserta lomba harus mengikuti seluruh cabang, jadi aku pernah mengikuti 10 cabang lomba memory sport. Selama 7 tahun ikut lomba, aku mendapatkan lebih dari 100 medali dan sertifikat. Di antaranya, berhasil memecahkan rekor names and faces kids category pada 2014 dan 2015, Juara 1 Junior Category dan Juara 2 Overall Category di Japan Memory Championship 2019, serta Juara 1 Junior Category dan Juara 3 Overall Category di Philippine Memory Championship 2019.