Are You a Zetizen?
Show Menu

ZETIZEN’S STORY: Ini yang Dilakukan Para Zetizen Ketika Ortu Bertengkar

Rafika Yahya Rafika Yahya 12 Dec 2017
ZETIZEN’S STORY:  Ini yang Dilakukan Para Zetizen Ketika  Ortu Bertengkar

Zetizen.com - Melihat orang tua kita bertengkar di rumah tentu jadi suatu hal yang paling bikin nggak nyaman. Bahkan bisa bikin kamu jadi nggak nyaman ketika dirumah. Well, beberapa Zetizen punya cara tersendiri loh untuk mengatasi orang tua yang lagi bertengkar dirumah. Kira-kira seperti apa sih kisah mereka?

Lebih Memilih Untuk Cuek

"Mau gimana lagi? Ikutan marah juga nggak akan merubah situasi" ungkap WY (foto: the spruce)

Sebagai anak tunggal, aku selalu dimanja dan diistimewakan oleh kedua orangtuaku. Sayangnya, hal itu nggak berlaku kalau mereka berdua mulai bertengkar. Pernah suatu hari, aku terbangun tengah malam karena suara mereka yang saling mencemooh dan berdebat. Teriakan dan ungkapan kekesalan menggema di seantero rumah. Nggak heran kalau aku langsung terjaga karena suara-suara itu. Ugh! Rasanya aku lebih baik mendengarkan suara setan daripada harus mendengar kata-kata kasar yang dilontarkan. Awalnya, aku kepingin banget buat pergi ke ruang depan, menemui mereka, dan meminta mereka untuk berhenti bertengkar. Tapi, melihat situasi yang nggak memungkinkan, aku memilih untuk nggak memperdulikannya dan menutup telinga. Soalnya percuma juga melerai mereka. Toh mereka nggak akan mendengarkan aku,

"Tapi, pada akhirnya aku menyadari kalau bersikap cuek malah menunjukkan sikapku yang nggak peduli dengan kondisi orangtua. Lambat laun aku menyadari kalau meski masih kecil, anak juga bagian dari keluarga. Yang namanya keluarga tentu harus saling mendukung dan menguatkan satu sama lain. Artinya, kalau ada masalah, ya harus diselesaikan bersama-sama. Bukan bersembunyi dan seolah menutup telinga,”

WY, Salah satu pelajar di Gorontalo

Hanya Bisa Pasrah 

"Kupikir pasrah adalah satu-satunya jalan keluar. Soalnya, yang terjadi nggak akan bisa dirubah lagi," ujar FF (foto: The Spruce)

Kukira, isu perselingkuhan dan perceraian cuma ada di sinetron-sinetron yang lebay di televisi. Ternyata, hal tersebut terjadi sungguhan dalam keluargaku. Ceritanya diawali dari Mama yang mengetahui kalau Papaku berselingkuh dengan salah seorang temannya. Di depanku, mereka berdua terlihat baik-baik saja. Di balik senyuman Mama, ternyata beliau menyimpan rahasia itu sendirian karena nggak ingin aku sedih. Aku baru tahu kebusukan Papa ketika Mama melayangkan surat cerai . Sebenarnya, aku dan Mama bisa saja marah atau menuntut Papa. Tapi apa gunanya? Toh Papa sudah mengkhianati keluarga. Jadi, mau nggak mau aku dan Mama harus pasrah dan menerima semuanya dengan lapang dada.

"Tapi, sebenarnya aku menyadari kalau lapang dada bukan hal yang dewasa dan bijak untuk dilakukan. Seharusnya aku bisa mengubah kondisi dengan bereaksi. Misalnya, dengan menyuarakan apa yang aku mau dan apa yang ada di pikiranku. Kalaupun orang tuaku nggak setuju, at least aku sudah mendapatkan hakku untuk bersuara sebagai bagian dari keluarga,”

FF, Salah satu mahasiswi di Aceh

Aku Jadi Kesal dan Marah 

"Ikutan marah bisa membantuku melepas stress dan berbagai tekanan karena pertengkaran orangtuaku," ujar CL (foto: pexel)

Tahu nggak apa yang pertama kali kupikirkan ketika kedua orang tuaku bertengkar? Aku baru menyadari kalau di dunia ini nggak ada yang sempurna. Selama ini, aku menganggap mereka berdua adalah the most perfect couple ever. Mereka yang baik dan selalu saling memahami, ternyata bisa saling berteriak satu sama lain, saling mencemooh, hingga mengungkapkan kata-kata kasar yang belum pernah aku dengar sebelumnya. Pertengkaran kedua orangtuaku pun mampu menyulut amarahku. Maksudku, kalau mereka bisa marah, kenapa aku nggak boleh? Lagipula, aku juga nggak kuat kalau harus menyimpan rasa sakit melihat pertengkaran mereka sendirian. Jadi, satu-satunya cara untuk melepas semua kekesalan yang aku rasakan adalah dengan marah. Iya, marah ke mereka, marah ke teman-teman, dan marah ke diriku sendiri. Meski aku tahu itu salah, tapi rasanya setelah marah itu lapang dan lepas sekali. But yeah, aku masih sering tersiksa dengan perasaan ini,

"Meskipun merasa puas karena sudah meluapkan amarahku, tapi aku jadi merasa bersalah. Masih ada ribuan cara lain selain bicara kasar. Misalnya dengan mengajak orangtuaku duduk baik-baik dan berbicara langsung. Atau berdiskusi dan membicarakan dampak positif dan negatif dari berbagai pertengkaran yang mereka lakukan,"

CL, Salah satu pelajar di Surabaya

RELATED ARTICLES

Please read the following article