Zetizen.com – Sejak dipilihnya Emma Watson sebagai Belle, film live action beauty and the beast nggak pernah hilang dari spotlight. Kisah yang pertama kali difilmkan pada 1991 ini memang diminati semua kalangan. We grew up with Disney, don't we? Digarap oleh sutradara Bill Condon, Beauty and the Beast sudah tayang di bioskop Indonesia sejak kemarin. Apakah sesuai ekspektasi?
Kisah si cantik Belle dan si buruk rupa Beast (Dan Stevens) sudah dikenal sejak diterbitkan pertama kali pada 1740 oleh Gabrielle-Suzanne Barbot de Villeneuve, seorang penulis asal Perancis. Nggak heran kalau cerita yang diusung hasil remake ini nggak terlalu beda. Belle yang pintar dan punya rasa ingin tahu tinggi dikucilkan di desanya. Demi menolong sang ayah, dia rela menjadi tahanan Beast, seorang pangeran yang dikutuk. Kutukan itu hanya bisa dipatahkan oleh cinta sejati. Tapi, kalau ditonton seksama, live action Beauty and the Beast ini menjawab beberapa kanehan dari film lama.
Pada film versi 1991, mawar ajaib diceritakan akan mekar saat sang pangeran berusia 21 tahun. Tapi, lagu Be Our Guest menyebutkan kalau 10 tahun telah berlalu setelah pangeran dikutuk. Kalau begitu, sang pangeran dikutuk saat berusia 10 atau 11 tahun. Jadi, seharusnya film Beauty and the Beast bercerita tentang pangeran berusia 10 tahun yang dikutuk. Padahal, saat adegan Beast merusak lukisan dirinya di awal film, pangeran di lukisan itu terlihat seperti pangeran yang kita lihat di akhir film. Movie mistake spotted! Nah, hal itu diperbaiki oleh versi live action ini. Kutukan terjadi saat Beast lebih dewasa dan nggak ada rentang waktu spesifik tentang kutukan itu.
Di saat karakter cewek Disney selalu punya orang tua atau at least seorang ibu, Belle justru cuma punya ayah. Nggak pernah ada cerita tentang ibunya. Tapi, dalam film berdurasi 129 menit ini, semua rasa penasaran kita terjawab! Bahkan, ibu Belle menjadi plot utama yang sangat emosional. Dalam Beauty and the Beast produksi Walt disney Pictures dan Mandeville Films ini, dikisahkan Belle dan ibunya sengaja dipisahkan oleh sang ayah (Kevin Kline). Sebab, ibunya terserang wabah dan takut menulari putrinya.
Setelah membaca ini, kamu pasti penasaran dan menonton cuplikan di atas kan? Yap, ada adegan dimana Beast menyelamatkan Belle dari sekelompok serigala lapar. Kalau dipikir secara logika, bagaimana bisa Belle mengangkat Beast yang super besar dan pastinya berat itu ke atas kuda? Film Beauty and the Beast yang rilis 2017 ini bisa menjawabnya. Ternyata, Belle cuma menyuruh Beast naik sendiri. Problem solved.
BACA JUGA: 5 Film Live-Action yang Wajib Ditonton Tahun Ini
Back to the new version...
Menonton Beauty and the Beast ini emang bikin nostalgia. Meski termasuk film musikal, kita nggak bakal bosan saking apiknya akting Watson dan Stevens. Apalagi, Emma yang dikenal sebagai Hermione Granger dari film Harry Potter ini bernyanyi dan menari! Bagi fans Watson, tentu momen ini nggak boleh dilewatkan! Selain itu, karakter Belle yang pintar dan suka baca buku cocok banget dengan Watson in real life. Semakin sip deh.
Tanpa plot twist baru, bukan berarti kita nggak mendapat apa-apa setelah menonton Beauty and the Beast. Sebab, kita bisa belajar banyak dari hubungan Belle dengan orang-orang di sekitarnya. Misalnya, rasa sayang yang sangat dalam kepada sang ayah, bagaimana sedihnya Belle saat rindu ibunya, dan saat dia menjadi cinta sejati Beast. Yap, Watson berhasil keluar dari karakter Hermione yang susah lepas dari dirinya!
Nah, hal menarik lain adalah soundtrack beauty and the beast yang bisa kamu nikmati sambil sing-a-long. Jangan keras-keras ya. Kasihan penonton sebelah he he. Soundtrack lengkapnya bisa kamu dengarkan di Spotify. Meski bukan penyanyi, suara Watson surprisingly enak didengar kok. Yah, tipikal orang yang bisa menyanyi meski nggak sebagus Adele atau Beyonce. Sayangnya, beberapa kritikus menganggap suara Watson terdengar garing. Well, kalau dibandingkan sama Broadway ya jelas kalah.
Penuh dengan special effect, Beauty and the Beast menjadi film drama musikal yang nggak bisa bikin kita kagum. Sayangnya, isu LGBT antara LeFou (Josh Gad) dan Gaston (Luke Evans) bikin telinga agak gatal. Bahkan, beberapa bioskop di Amerika melarang penayangan Beauty and the Beast. Padahal, setelah ditonton, kedekatan LeFou dan Gaston itu sebatas kekaguman kok. Melihat sosok Gaston yang sempurna, LeFou ingin menjadi seperti dia. Jadi, jangan baper! Toh sang sutradara juga nggak sengaja memasukkan unsur itu.
kata Condon kepada Slash Film.
Selain kontroversi LGBT itu, ada juga yang menganggap efek CGI film ini kurang halus. Sayangnya, hal ini ada benarnya. Kadang, sosok Beast terlihat kurang real. Padahal, Beast merupakan tokoh utama yang selalu disorot. Beberapa adegan pun sengaja dipercepat, terutama mendekati ending. Jadi, ceritanya terasa agak kurang mengalir. Meski begitu, adegan dansa antara Belle dan Beast yang dijadikan sebagai penutup, cukup memberikan kesan happy ending khas Disney.
BACA JUGA: Sedang dalam Produksi, ini Dia 4 Fakta live action Aladdin
| Editor: Ratri Anugrah