Zetizen.com - Selamat Hari Pendidikan Nasional, Zetizen! Hayoo, masa Hardiknas cuman upacara aja di sekolah? Padahal Hardiknas yang jatuh tiap 2 Mei itu ditetapkan lewat sejarah yang panjang loh. Tepat pada 94 tahun yang lalu, yakni pada 1922, Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara lahir. Kenapa sih Hardiknas bertepatan sama ulang tahun beliau?
Yep, Ki Hajar Dewantara lah yang memperjuangkan kesempatan belajar untuk semua kalangan, termasuk kaum pribumi. Pada era kolonial dulu, beliau berani menentang kebijakan Belanda yang hanya memperbolehkan anak keturunan Belanda dan priyanyi di bangku pendidikan. Kritiknya melawan pemerintah membuatnya diasingkan oleh Belanda. Namun, dia tetap memperjuangkan hak kesetaraan pendidikan dengan mendirikan lembaga pendidikan Taman Siswa untuk rakyak pribumi jelata.
Jasanya yang besar untuk pendidikan di Indonesia udah nggak perlu diragukan lagi. Ki Hajar Dewantara pun dinobatkan sebagai Mentri Pengajaran Indonesia pertama setelah Indonesia merdeka. Beliau menjadi pahlawan nasional ke-2 karena kegigihannya berjuang lewat jalur pendidikan.
Esensi Hardiknas sebenarnya nggak hanya untuk menghormati jasa Ki Hajar Dewantara loh. Melainkan, agar semangat beliau tertular ke generasi muda. Coba deh bayangin kalau dulu Ki Hajar Dewantara nggak memperjuangkan kesetaraan pendidikan? Mungkin sampai sekarang belajar di sekolah nggak semudah sekarang!
Nah, gimana dengan spirit Hardiknas bagi generasi Z? Simak pendapat Zetizen tentang makna Hardiknas dan harapan mereka mengenai pendidikan di Indonesia! (ndy/sam)
Melania Sandri Ayuni, 15 tahun, SMAN 1 Batanghari Jambi
“Hardiknas itu harus dimaknai dengan wajib belajar 12 tahun bagi semua kalangan. Soalnya, di Kabupaten Batanghari, masih banyak anak-anak kurang mampu dalam keterbatasan. Termasuk keterbatasan akses menuju sekolah karena banyak perbukitan. Aku aja harus ngekos agar lebih dekat ke sekolah. Aku ingin pendidikan di daerah terpencil lebih diperhatikan, karena banyak teman-teman kita yang belum bisa merasakan bangku sekolah.”
Jessica Angelina, 14 tahun, SMPN 1 Komodo Flores
“Sebenarnya simple aja buat memaknai Hardiknas, yaitu dengan nggak bolos sekolah atau drop aout. Tapi gimana yah kalau nyatanya masih ada anak-anak di Flores yang nggak melanjutkan sekolah karena kurang mampu dan sulit akses menuju sekolah bagus. Aku pengin banget pemerintah bisa nambah fasilitas di lingkungan sekolah di Flores. Biar siswa lebih nyaman dan semangat belajar di sekolah.”
Ardini Ayuningtyas, 16 tahun, SMAN 87 Jakarta
“Menurutku Hardiknas merupakan momen yang tepat untuk kita mengkoreksi kualitas pendidikan Indonesia. Bisa juga jadi reminder bagi anak muda bahwa pendidikan itu penting banget. Aku berharap semoga pendidikan Indonesia makin maju, makin berkualitas. Jangan cuma mikir durasi belajar sekolah tapi coba dikoreksi apa materi yang diajarkan dan gur-gurunya, sudah berkulaitas atau belum”
Seno Bagaskoro, 14 tahun, SMPN 6 Surabaya
“Hari ini aku maknai sebagai hari untuk mengevaluasi diri kita. Karya kita mungkin belum sebesar karya Ki Hajar Dewantara, pemikiran kita mungkin belum semewah pemikiran Tan Malaka. Tetapi nggak seharusnya hal itu jadi halangan. Aku berharap pendidikan di Indonesia bisa lebih demokratis dan pro-siswa, dimana siswa dilibatkan dalam pengambilan keputusan-keputusan penting terkait pendidikan. Dimana siswa diwadahi dalam organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga yang mampu mengaspirasikan suara, bakat, dan, minat mereka.”
Claresta Simbar, 19 tahun, Universitas Klabat Manado
“Aku memaknai Hardiknas dengan introspeksi diri. Kontribusi apa sih yang udah aku kasih buat masyarakat? Berhubung aku pengen jadi dosen lalu Mentri Pendidikan, aku berharap pelajar dan mahasiswa bisa mendapat pendidikan yang komprehensif. Teori diimbangi dengan praktek. Nilai moral lebih diutamakan sejak dini dan nggak perlu pakai Ujian Nasional yang selalu bikin murid stress.”