Zetizen-Sejak 2018, impor limbah plastik Indonesia meningkat drastis. Banyak negara maju dengan tingkat produksi tinggi yang membuang limbah sampah mereka ke Indonesia. Pelajar SMPN 12 Gresik Aeshnina Azzahra Aqilani pun lantang menyuarakan isu tersebut. Dengan berani, dia menulis surat untuk mendesak para pemimpin dunia agar peduli masalah lingkungan, terutama di Indonesia. Yuk, simak obrolan Zetizen sama aktivis cilik yang akrab disapa Nina berikut! (elv/c12/lai)
Z: Apa sih motivasi awal Nina terjun sebagai aktivis lingkungan?
N: Aku ingin masa depan yang bersih karena semua anak Indonesia punya hak untuk hidup di lingkungan yang sehat. Jika lingkungan saat ini sudah tercemar, dampak jangka panjangnya akan lebih parah. Aku peduli dan paham bahwa isu ini sangat penting dan darurat, jadi aku harus beraksi sekarang juga!
Z: Gimana pengalaman Nina menjadi pembicara di Plastic Health Summit 2021 di Amsterdam?
N: Grogi sekali awalnya. Aku latihan berkali-kali di rumah karena itu kali pertamaku berangkat ke Belanda dan presentasi di depan banyak orang. Tapi, aku nggak boleh takut, karena ini pesan yang penting untuk disampaikan. Aku membahas dampak sampah plastik impor yang dikirim negara maju dan bikin lingkungan tercemar.
Udara kotor, air nggak layak konsumsi, serta tanah beracun dan nggak subur. Pendengar yang hadir banyak yang kaget, sedih, bahkan ada yang menangis ketika tahu dampak dari sampah yang mereka kirim. Senang sekali rasanya bisa membagikan pengetahuan baru kepada orang lain.
Z: Apa harapan Nina dengan menyurati pemimpin-pemimpin dunia?
N: Sedih sekali melihat lingkungan Indonesia tercemar karena sampah plastik mereka. Aku sempat mengirim surat ke Donald Trump tahun 2019, Kanselir Jerman Angela Merkel, Perdana Menteri Australia Scott Morisson, Perdana Menteri Canada Justine Trudeau, Perdana Menteri Belanda Barbara Visser, dan Joe Bidden, presiden Amerika yang baru.
Aku ingin mereka berhenti mengirim sampah plastik mereka ke Indonesia. Bertanggung jawab atas pencemaran yang mereka akibatkan dan mengolah sendiri sampah yang mereka hasilkan tanpa membebani negara berkembang lainnya.
Z: Nina berkesempatan jadi sosok utama dalam sebuah film dokumenter. Gimana sih cerita awalnya dan proses syuting Girls for Future?
N: Peristiwa menulis surat kepada Donald Trump mendapat banyak perhatian dari media nasional dan internasional. Dari sana, aku diliput salah seorang pembuat film dokumenter dari Jerman. Girls for Future bercerita tentang empat anak perempuan dari Indonesia, Australia, India, dan Afrika yang berjuang menghadapi krisis iklim. Aku diliput selama kurang lebih tiga minggu di Desa Bangun, Mojokerto, tempat pembuangan sampah impor. Di COP26 November kemarin, aku berkesempatan untuk skrining filmnya di Glasgow UK. Kalau teman[1]teman penasaran, bisa nonton filmnya di link bio Instagram-ku @aeshnina.
Z: Adakah target tertentu yang ingin Nina capai ke depannya?
N: Targetku yang pertama adalah pemerintah membuat regulasi pelanggaran plastik sekali pakai, menyediakan TPS3R di seluruh desa, dan mengawasi industri yang membuang limbahnya ke lingkungan. Selain itu, aku ingin membuat program Letter for Future, mengajak anak muda untuk peduli, dan membuat gerakan atas pencemaran yang terjadi di lingkungan mereka. Ayo anak muda Indonesia, bersuara dan beraksi menyelamatkan lingkungan kita. Masa depan bumi, masa depan kita!