Zetizen-Saat seorang figur publik terjerat kasus, mereka harus bersiap di-cancel penggemar atau bahkan masyarakat. Yaps! Tren cancel culture di media sosial cukup ramai saat ini. Bisa dibilang, tingkat sensitivitas masyarakat semakin tinggi. Hhmm, tapi apa sih sebenarnya cancel culture itu? Yuk, sama-sama cari tahu biar nggak asal ikut-ikutan!
Istilah cancel culture muncul ketika seorang figur publik terkena skandal atau melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan nilai moral. Itu jadi bentuk pengucilan modern dengan mendorong seseorang keluar dari lingkaran sosial mereka, baik di media sosial maupun di kehidupan nyata.
’’Operasi dari cancel culture itu dengan cara memotret, mempertontonkan, melabeli, dan mempermalukan orang tersebut di hadapan publik, melalui medium teknologi media sosial,” ungkap Devie Rahmawati, peneliti komunikasi sosial dan budaya Universitas Indonesia. Ada beberapa negara yang kerap menerapkan cancel culture seperti Korea Selatan dan Amerika Serikat. Meski cancel culture lebih banyak ditujukan pada figur publik bidang entertainment, nggak tertutup kemungkinan hal itu terjadi pada bidang lain, termasuk politikus.
Melansir The New York Times, ada sebuah frasa yang populer pada 1991 di Tiongkok, yakni renrou sousuo. Artinya, mencari informasi tentang orang tertentu dan mengunggahnya di komunitas online. Tindakan itu bertujuan mengidentifikasi individu yang melakukan kesalahan dan biasanya akan mendapat kecaman dari publik. Itulah yang menjadi sejarah cancel culture mulai marak dilakukan
Menurut Cato Institute, 62 persen masyarakat Amerika Serikat –asal istilah cancel culture kali pertama muncul– merasa takut berpendapat karena bisa kehilangan pekerjaan mereka. Tindakan itu dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan dan fatal. Bentuk cancel culture pun beragam.
Di antaranya, pembatalan sejumlah kontrak kerja sama, pengurangan scene hingga dikeluarkan dari film atau drama, jumlah fans berkurang, bahkan diboikot.
Positifnya, tindakan tersebut membuat orang lebih berhati-hati dalam bertindak dan bertutur kata. Apalagi selebriti dengan jumlah penggemar yang besar. Mereka bisa diserang penggemar sendiri jika berbuat kesalahan. Sebab, perilaku figur publik nggak terlepas dari sorotan sehingga ditakutkan orang lain meniru tindakan mereka.
Eitts, cancel culture juga bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental seseorang, lho. Terlepas orang itu telah melakukan kesalahan. Tindakan tersebut juga bukan bentuk kritik yang tepat karena kritik seharusnya membangun. Tentu, cancel culture nggak bisa menggantikan hukum dan hukum seharusnya dilakukan pihak berwenang setelah semua bukti jelas. Kalau ternyata orang yang disalahkan nggak bersalah, gimana dong? Well, yang bijak dalam menyikapi Cancel culture, ya! (elv/c12/lai)
IDOLA kamu pernah terkena cancel culture nggak? Beberapa figur publik berikut pernah mengalaminya, lho. Wah, kira-kira kenapa, ya? Check this out! (elv/c12/lai)
Terbaru, aktor terkenal Korea Selatan, Kim Seon-ho, mengalami cancel culture setelah skandal melakukan gaslighting dan memaksa mantan pacarnya menggugurkan kandungan tercium publik. Bintang drama Hometown Cha-Cha-Cha itu dikeluarkan dari acara 2 Days 1 Night yang telah dibintanginya selama 2 tahun. Sejumlah brand besar bahkan membatalkan kontraknya.
Sempat tersandung kasus kekerasan dalam rumah tangga, Johnny Depp menjadi korban cancel culture sebagai bentuk kemarahan penggemarnya. Dia akhirnya mengundurkan diri dari proyek film terbarunya Fantastic Beast 3. Selang beberapa tahun, terbukti bahwa Amber, mantan istrinya, yang melakukan penganiayaan terhadap Johnny Depp.
Penulis serial Harry Potter ini sempat membuat heboh publik ketika esainya dirilis Juni 2020. Esai tersebut berisi pernyataan kontroversial tentang hak transgender. Hal itu membuat publik mengecamnya. Dia kemudian mendukung petisi yang menolak cancel culture di situs Harper’s Magazine bersama 150 tokoh penting lainnya
Terlibat skandal hubungan dengan Ericko Lim dan Jessica Jane. Perselingkuhan Listy dan Ericko berimbas fatal pada pekerjaan. Atlet e-sport profesional itu kehilangan kontrak dengan tim EVOS Esports divisi Mobile Legends Ladies. Beberapa brand lain juga memutus kontrak secara sepihak untuk menjaga citra mereka.