”HALO! Namaku Aira, aku mau sedikit cerita nih sama kalian. Kemarin aku ada janji dengan beberapa temanku untuk hang out bareng di mal. FYI, aku suka banget pakai outfit serbagelap karena bikin nyaman aja dan simpel. Tapi, karena pada hari itu baju gelapku kotor semua, akhirnya mau nggak mau aku pakai baju seadanya, yakni berwarna merah. Selama di mal, aku nggak nyaman banget karena serasa salah kostum. Orang-orang sepertinya juga pada ngelihatin aku deh, soalnya aku norak banget dengan outfit ini.”
Zetizen-Pernah mengalami kejadian seperti Aira dan merasa kalau semua mata sedang tertuju padamu nggak? Padahal, sebenarnya kamu hanya melebih[1]lebihkan kadar perhatian orang lain terhadap dirimu sendiri. Nah, dalam posisi ini mungkin kamu sedang mengalami spotlight effect atau efek sorotan. Apa sih spotlight effect itu? (c12/lia)
Dilansir dari Psychology Today, spotlight effect adalah sebuah fenomena ketika kamu berpikir bahwa semua orang sedang memperhatikanmu. Jadi, keadaan ini akan memicu munculnya kecemasan sosial yang berujung berkurangnya rasa percaya diri. Tapi, nggak bisa dimungkiri kalau efek ini juga bisa mengakibatkan overpercaya diri karena merasa bahwa seluruh perhatian tertuju pada dirinya. Keadaan ini ternyata bisa berefek pada kehidupan sehari-hari karena bisa dianggap aneh dan menyebalkan oleh orang sekitar dan bisa mengakibatkan produktivitas menurun.
Umumnya, wajar kok kalau kamu pernah merasakan spotlight effect ini. Semua orang pasti pernah dalam posisi tersebut. Hanya, jika kamu nggak pandai dalam mengatasinya, gangguan kecemasan sosial bisa saja menghantuimu, loh. Rasa malu berlebihan yang timbul bisa membuatmu menghindari orang lain karena merasa yakin akan mendapat ejekan dari orang lain. Penyebab utama dari kondisi ini memang belum diketahui dengan pasti. Namun, biasanya efek ini muncul karena kamu terlalu menempatkan sudut pandang dari kacamata orang lain dan tidak melihat dari sisi dirimu sendiri.
Belum terlambat untuk berhenti dari kecenderungan spotlight effect ini, kok. Beberapa hal yang harus kamu lakukan adalah lebih fokus pada apa yang kamu kerjakan dan berkonsentrasi penuh sehingga kamu nggak akan memiliki banyak waktu untuk mengurus tentang bagaimana orang lain memperhatikanmu. Selain itu, jika kamu merasa telah membuat kesalahan, yuk segera fokus memperbaikinya. Terakhir, memilih dengan siapa kamu berteman itu juga penting, loh. Dengan berada di lingkungan pertemanan yang membawa energi positif, kamu akan merasa lebih nyaman ketika melakukan apa pun.
Film orisinal Netflix ini mengisahkan perjuangan perempuan bernama Ellen yang didiagnosis mengidap anoreksia atau eating disorder. Di sini, Ellen yang berusaha sangat keras untuk sembuh dari penyakit tersebut harus bertahan dari beberapa cobaan, terutama saat berada di tempat perawatan. Hingga akhirnya, ibu tiri Ellen mendatangi seorang dokter, yakni William Bechkham, untuk membantu Ellen sembuh.
Buat pencinta film komedi romantis, film ini akan mengajakmu mengenal bagaimana seorang laki-laki bernama Pat dengan gangguan bipolar mengambil kembali hati istrinya dengan bantuan teman barunya, yaitu Tiffany, yang ternyata juga mengidap gangguan yang sama. Walaupun film ini menampilkan sisi pemerannya yang penuh dengan kesedihan, tapi kita justru terhibur dengan bagaimana Pat mengatasi gangguan mental yang dialami.
Ada juga film animasi garapan Pixar yang membahas tentang kesehatan mental, loh. Film ini bercerita tentang seorang anak kecil berusia 11 tahun bernama Riley yang berusaha mengontrol emosi di otaknya. Otak Riley diibaratkan sebagai ”kantor” tempat lima emosi dasar manusia bekerja. Yakni, joy, sadness, fear, disgust, dan anger. Film ini akan memberikan kita insight bahwa lima emosi dasar tersebut sangat penting untuk dirasakan dalam kesehatan mental manusia, terutama remaja. (c12/lia)