Zetizen-Salah satu bentuk sikap yang bisa termasuk dalam gangguan kesehatan mental adalah perilaku narsistik. Secara umum, kita kerap membahas bahwa seseorang yang narsis adalah mereka yang terlalu membanggakan diri sendiri dan mencari celah atau berbagai upaya untuk menjadikan dirinya sebagai spotlight dalam setiap kesempatan. Well, hal itu tidak salah karena dari beberapa perilaku kecil tersebut bisa tumbuh sebagai perilaku atau sikap narsistik ini.
Untuk mengenal lebih jauh, perlu kita ketahui terlebih dahulu mengenai perilaku narsistik ini. Mengutip penjelasan dari Mayo Clinic, perilaku narsistik mengacu pada kondisi mental seseorang yang membuat dirinya merasa penting sehingga dia begitu haus akan perhatian dan kekaguman secara berlebihan yang diterima dari orang lain. Orang yang memiliki gangguan perilaku narsistik umumnya akan lebih mementingkan dirinya sendiri sehingga kurang memiliki rasa empati pada nasib atau keadaan orang lain. Meskipun secara kasatmata kita bisa melihat orang narsistik terlihat begitu kuat dan kehidupannya terlihat sempurna, orang-orang seperti ini biasanya rentan untuk mudah tersinggung dalam menerima kritik karena mental mereka yang rapuh apabila keinginan atau kebutuhannya tidak segera terpenuhi.
Orang yang memiliki perilaku narsistik ini tidak segan[1]segan untuk menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkan perhatian atau kekaguman yang dia butuhkan dari orang lain. Sering kali, cara yang dia lakukan salah dan merugikan orang lain sehingga orang yang berperilaku narsistik ini umumnya kurang disukai orang-orang di sekitarnya atau dapat mengganggu hubungan di dalam sebuah lingkungan pertemanan maupun profesional. Baru-baru ini, jagat dunia maya dikejutkan dengan kasus yang dilakukan musisi dari band LANY, Paul Jason Klein, yang diutarakan para mantan pacarnya. Akun Twitter yang memiliki username @hahlys mengungkapkan beberapa pesan yang disampaikan mantan pacar Paul Klein dan menceritakan bagaimana pria itu memanipulasi mereka lewat perilaku narsistiknya.
”Paul Jason Klein akan melakukan taktik manipulasi narsistik yang membuat korbannya seakan-akan dibutuhkan di awal-awal. Mengirim banyak pesan cinta dan perhatian membuatmu seperti sang ratu hingga akhirnya perlahan-lahan akan meninggalkanmu, tapi kamu akan merasa sulit melupakan karena dia akan membuatmu begitu penasaran dengan setiap gerak-geriknya. Sangat licik!’’ ungkap salah seorang mantan pacar Paul yang dianonim identitasnya. Beberapa cerita serupa juga dialami beberapa perempuan yang pernah menjalani hubungan dengan Paul dan melihat bagaimana pria Licik tersebut menunjukkan perilaku narsistik untuk kemudian memikat lawan jenisnya.
Orang seperti Paul bisa menjadi contoh dari seseorang yang mengidap gangguan mental berupa perilaku narsistik. Dengan sikapnya yang begitu haus akan perhatian, dia menghasut perempuan-perempuan cantik untuk kemudian dibuat ”gila” dan terus memujanya. Namun, secara perlahan Paul juga tidak segan menjatuhkan korbannya dan memosisikannya sebagai inferior yang harus tunduk serta lebih rendah keberadaannya. Apabila gangguan mental ini terhitung parah dan telah mengontrol hampir sebagian besar hidupnya, orang yang mengidap perilaku narsistik bisa melakukan terapi mental dengan psychotherapy untuk mengurangi kebiasaan-kebiasaan buruknya sekaligus membuat mentalnya bisa lebih terjaga dan terkontrol. (Mayo Clinic/c12/mel)
PERILAKU narsistik bisa dialami siapa saja, terutama remaja. Baik laki-laki maupun perempuan, siapa pun bisa rentan untuk mengidap gangguan mental perilaku narsistik ini. Maka dari itu, kamu bisa mengidentifikasi beberapa gejala yang bisa menjadi awal dari perilaku narsistik, baik untuk dirimu sendiri maupun orang lain. Cek beberapa gejalanya berikut ini. (Help Guide/c12/mel)
Realitas kadang tidak sejalan dengan keinginan mereka yang mengidap perilaku narsistik untuk bisa selalu mendukung dan mengakui keberadaan yang mereka miliki. Hal ini lantas membuat mereka kerap berkhayal dan menciptakan dunia fantasi sendiri yang memosisikan diri mereka sebagai orang yang diagung[1]agungkan orang banyak. Hal ini bisa berakibat pada kekecewaan karena apabila terjadi dalam jangka panjang, orang yang berperilaku narsistik bisa termakan delusinya sendiri dan rentan tersinggung atau kurang memiliki motivasi.
Memberikan pujian atau pengakuan dalam sekali dua kali saja tidak akan membuat seorang narsistik merasa puas. Mereka terbiasa dengan pujian dan pengakuan yang diberikan secara terus-menerus untuk membuatnya merasa bangga dan tercukupi. Hal ini mengakibatkan hubungan sosial yang biasanya hanya melibatkan satu sisi, di mana narsistik akan menerima pengakuan dan pujian tersebut dari para pengagumnya tanpa adanya niat timbal balik dari sang narsistik. Tentu hal ini akan berbahaya untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang lain dalam jangka waktu yang panjang karena sang narsistik terkesan egois.
Sikap yang satu ini memang terlihat kejam karena seorang narsistik rela melakukan apa saja untuk bisa mendapat pengakuan yang mereka butuhkan di mana salah satu caranya adalah mengeksploitasi atau memanfaatkan orang lain. narsistik juga tidak merasa bersalah atau peduli apabila orang yang dia manfaatkan harus mengalami banyak kerugian atau kejadian buruk asalkan hal tersebut bisa memberinya banyak panggung untuk semakin bersinar. Hmm, mirip dengan kalimat orang yang bahagia di atas penderitaan orang lain ya?