Zetizen-Perkembangan teknologi dan masuknya budaya asing yang lebih digemari menjadikan seni dan sastra kian terlupakan. Padahal, kesenian budaya dan sastra Indonesia patut dikenal dan dilestarikan, khususnya oleh generasi muda. Sebagaimana halnya upaya yang dilakukan Komunitas Seni Rumah Sunting (KSRS), komunitas yang berfokus pada pelestarian seni, mulai musik, tari, teater, hingga sastra.
KSRS berdiri sejak 2012 dengan tujuan menghidupkan negeri dengan komunitas berkarakter seni. Nggak lupa juga untuk mengajak anak muda berkesenian. ”Waktu itu, saya sebagai aktivis seni di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim mendirikan Sanggar Latah Tuah. Selesai kuliah, saya merasa kehilangan wadah untuk berkesenian. Akhirnya, saya mendirikan komunitas ini dan bertemu dengan teman-teman yang memang butuh tempat untuk berkesenian bersama,” tutur Kunni Masrohanti, founder Komunitas Seni Rumah Sunting.
Kegiatan yang dilaksanakan sangat beragam, lho! Setelah latihan dengan giat, anggota KSRS akan unjuk diri dengan mengikuti pementasan seni di berbagai daerah. Kemudian, setiap dua bulan, KSRS menggelar kegiatan literasi bernama Kenduri Puisi yang meliputi seluruh kabupaten/kota di Riau. Kegiatan itu sekaligus menjadi bukti bahwa masih ada generasi muda yang mau berbaur dengan masyarakat pedalaman untuk berbagi pengetahuan dan mencintai hutan.
Program Literasi Konservasi juga nggak kalah menarik karena mayoritas acaranya dilaksanakan secara outdoor seperti di tepi sungai dan lapangan. Konservasi di sini nggak hanya terbatas pada hutan, tetapi juga konservasi adat, budaya, dan tradisi masyarakat yang nggak terlepas dari keberadaan alam. Biasanya, KSRS akan menghadirkan narasumber yang ahli dalam hal konservasi dan mengajak para anggota untuk berdiskusi. Hasil diskusi tersebut akan mereka tuangkan dalam bentuk tulisan.
Baca juga:
Nggak Cuma Pintar Merangkai Kata
|
”Selama proses kegiatan, kita selalu bekerja sama dengan beberapa komunitas atau pemerintah setempat. Misalnya, pada 2018, kami berkolaborasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta WWF Indonesia untuk mendampingi anak-anak di tiga desa. Mulai mempelajari dasar puisi, menulis, hingga menjadi sebuah buku. Saat hari puisi, kami juga merayakannya dengan menerbitkan karya penyair, baik tingkat provinsi, nasional, maupun ASEAN,” lanjut ketua Penyair Perempuan Indonesia itu.
gar tetap eksis, KSRS rutin melaksanakan program-program tersebut dan terus berinovasi dalam menciptakan kegiatan baru. Saat pandemi pun program komunitas tetap berjalan. Buktinya, KSRS mengadakan Tadarus ”Pandemi” Puisi dengan memanfaatkan media sosial seperti live Instagram dan YouTube agar tetap bisa dinikmati masyarakat luas. Bahkan, KSRS membuat kegiatan baru berbentuk podcast yang diberi nama Nongkah atau Nongkrong Bertuah.
Konsep kekeluargaan dan kebersamaan selalu dipertahankan agar sesama anggota nyaman dalam berinteraksi. Mereka juga terbuka menerima anggota baru tanpa adanya perekrutan. Yaps, bagai rumah tanpa dinding, siapa pun bisa bergabung dengan KSRS asal mau berkomitmen untuk berkarya bersama.
Hingga saat ini, KSRS telah melahirkan banyak karya yang bisa dinikmati masyarakat luas. Salah satunya adalah buku puisi Para Pendaki Bisik Langit Pasak Bumi yang ditulis para penyair sekaligus pendaki Indonesia. KSRS juga sempat beberapa kali menerima penghargaan seperti penghargaan dengan kategori komunitas kreatif oleh Balai Bahasa Riau (BBR) dan penghargaan dari Anugerah Sagang. Wah, keren ya! (arm/c12/lai)