zetizen

Inspirasi Foto Epic untuk Mengapresiasi Karya di Pameran Seni

Trend

Zetizen.com - Zaman sekarang, sosial media berubah jadi mesin, sementara manusia jadi robotnya. Nggak heran kalau kemana-mana, hidup kita selalu bergantung pada sosial media. Dikit-dikit upload instagram story, datang ke acara cuma buat nambahin feed instagram.

Kita jadi lupa esensi datang ke suatu acara karena cuma fokus untuk mendapatkan dokumentasi keren yang instagram-able. Akhirnya waktu kedatangan ke galeri seni, kita nggak memperhatikan karya sang seniman atau memahami pesannya. Malahan, kita sibuk memenuhi hasrat self-branding atau kepingin ngeksis dan dilihat orang sebagai orang yang hebat karena concern di bidang seni.

Buat introspeksi diri, coba buka hasil foto sepulang dari galeri seni. Hasil foto kita mungkin kece, tapi apa kita mendapat pemahaman tentang karya seni itu sendiri? Jangan sampai, bukannya memperkenalkan karya yang sudah kita lihat, tapi kita sekedar banggga karena pernah datang ke suatu acara seni dengan memamerkan fotonya dan memberi caption-caption yang nggak nyambung. Padahal, kan lebih bagus tuh kalau dengan foto, kita bisa sekaligus memperkenalkan karya sekaligus pesan dari seniman.

Eits, jangan bingung dengan pengambilan angle. Tim Zetizen sudah rangkum cara dan angle unik yang nggak cuma bikin kamu terlihat menarik, tapi juga ikut menyebarkan pesan dari karya sang seniman pada follower di sosial media kita. Begini nih caranya.

 

Mengambil foto dengan teknik low-angle bisa mengabadikan karya Jopram bertajuk "Rayuan Bunga Berduri" yang menghiasi fasad depan Biennale Jatim 2017 sekaligus tema utama acara ini, yakni "World is a Hoax" secara keseluruhan.

Terlanjur jatuh cinta pada karya Jopram yang bercerita tentang tradisi Sedekah Bumi, Naomi mengambil foto tepat di bawah salah satu bunga yang dibentuk menggunaan kawat dan dianyam dari kain berwarna-warni. Dalam caption, kamu bisa menjelaskan maksud Jopram memilih menganyam kain perca dari kawat. Dengan begitu, fokus dalam foto bukan cuma pada kecantikanmu, tapi juga pada karya Jopram.
Fajar Riyanto bercerita tentang 'kembalinya' Wiji Thukul, seorang aktivis yang telah lama hilang dalam karya fotografi.
Untuk mengabadikan momen ini, kamu bisa memilih angle yang menampakkan seluruh karya, lalu berpose menghadap kearah karya.
Dalam caption, kamu bisa menjelaskan apa yang kamu rasakan ketika melihat karya tersebut. Biar dapat makin banyak komentar, kamu bisa minta pendapat follower tentang karya itu.

Dimana-mana, tempat bagus bakalan lebih seru dengan orang tersayang. Nah, kamu bisa ajak doi buat datang ke acara seni sekaligus mengabadikan momen berdua. 

Salah satunya di karya Dwi Januartanto yang berjudul mayat dan bercerita tentang uang yang menciptakan keabsurdan pola hidup manusia. Disini, posemu dan pasangan seolah menjawab pertanyaan yang diajukan Dwi dalam karyanya, "Apa yang lebih lucu dari keabsurdan?"

Posemu menjawab, "ada kok, cinta lebih lucu,"

*tsahh

Karya milik Suvi Wahyudianto berjudul Masdurius ini menampilkan seni instalasi berwujud lampu yang hanya bisa menyala bila ada suara keras, termasuk tepukan tangan.

Untuk caption, kamu bisa menjelaskan sejarah Masdurius sebagai ide utama bagi Suvi Wahyudianto dalam membuat karya.

Dalam karya mural bertajuk Tiada Ruang yang diangkat oleh Luka Harum Bunga, Ia menuliskan pendapat-pendapat dari mantan wanita yang dituduh pernah melakukan kekerasan. Kamu dan doi bisa berpose saling menggenggam tangan, untuk menunjukkan respon dari kisah Gerwani yang diangkat menjadi tema utama, misalnya saling percaya dan saling menguatkan.

Sebagai caption, kamu bisa menuliskan salah satu ungkapan di sketsel. Eits, jangan lupa kasih sumber juga ya.

 

Biennale Jatim 2017 benar-benar membuktikan bahwa Ia mampu merangkul seluruh seniman yang ada. Salah satunya adalah TREC (Textile Research and Examination Centre) yang menghadirkan informasi mengenai kandungan kain agar menjadi konsumen yang kritis dan cerdas. Tujuannya, agar orang-orang mau bersentuhan dengan informasi biar lebih paham dan bisa terhindar dari miskomunikasi.

Hal itulah yang bikin Naomi dan Putu berpose saling menggenggam tangan satu sama lain. Sentuhan dan genggaman bisa menunjukkan perasaan. Dengan bergenggaman tangan, mereka bisa saling berbagi informasi dengan jelas.

Psst, korelasi itu bisa kamu jadikan ide untuk caption ya.

 

Gambar yang manly dan serba merah, cocok banget dengan gaya Putu yang gagah. Teknik high-angle yang diambil pun bisa menunjukkan keseluruhan karya bertajuk Sandiwara ini.

Dalam caption, kamu bisa kasih sedikit kutipan tentang maksud dan tujuan karya. Jadi, nggak sekedar cekrek-upload ya!

 

Photographer: Hilmi Ananta

Conceptor: Rafika Yahya

Talent:

Putu Mahendra (Universitas Negeri Surabaya)

Naomi Susanti (Universitas Airlangga Surabaya)

Location: Biennale Jawa Timur 2017, Gedung Cak Durasim Surabaya

Editor: Fahri Syadia