Pernah dengar yang namanya Arctic Circle? Kalau belum mending Googling deh biar nggak norak. Hehehe.
Singkatnya, Arctic Circle adalah salah satu dari lima lingkaran lintang yang memetakan bumi. Kalau Khatulistiwa itu di tengah-tengah, nah si Arctic Circle itu ada di paling utara. Artikel ini bukan tentang geografi kok, tapi setting tempat artikel ini ada di area Arctic Circle, karena saya tinggal di sini.
Sebagai pengantar, saya tinggal di Alta, kota yang paling banyak penduduknya di bagian Utara Norwegia. Dengar kalimat paling banyak penduduknya itu jangan dibayangin jumlahnya sampai jutaan ya. Percayalah, lebih banyak jumlah angkot di Bogor daripada penduduk di sini.
Penduduk
alta
kurang lebih cuman 15.000 orang, dengan mayoritas tinggal di daerah pinggir kota. Kalau di pusat kotanya paling cuma 1.000 orang aja.
Pertama kali saya dateng ke sini, saya
amazed dengan yang namanya Fjord, yaitu teluk yang sumber airnya berasal dari lelehan gletser. Dari atas pesawat, yang terlihat memang
landscape khas Norwegia yang super fantastis! Persis kayak di serial TV Viking (silakan cari videonya di
YouTube). Lautannya yang menjorok ke darat dan dikelilingi bukit-bukit indah menjadi pemandangan tiada duanya.
By the way, saya ke
alta
untuk studi di Arctic University of
norway
UiT.
Pertama kali tiba di Alta, saya kaget, "Kota ini kecil banget, tapi kok punya bandara ya?"
Usut punya usut, ternyata bandara-bandara di bagian utara
Norwegia
itu merupakan peninggalan Jerman di era Perang Dunia II. Kalo kata orang Norwegia, “If the German stayed a bit longer, maybe we would have railroad”.
Saya betul-betul takjub dengan landscape dan cuaca di sini. Dingin banget! Ketika pertama kali datang, kata orang di bandara sih suhunya "cuman" 10°C. Karena kalau musim dingin suhunya bisa sampai lebih dari -10 derajat Celcius.
Maklum, pemandangan yang saya lihat selama ini kebanyakan adalah hutan hujan tropis khas negara Asia Tenggara yang suhu rata-ratanya 25-35 derajat Celcius. Apalagi saya tinggal di Surabaya yang suhunya suka bikin kulit teriak-teriak kepanasan. Panas banget nget nget pokonya.
Di samping
landscape yang indah dan suhu yang dingin mengigit,
alta
juga banyak memberikan kesan pertama lain yang nggak kalah seru. Salah satunya waktu saya tiba di asrama kampus.
Waktu itu, saya tiba sekitar pukul 10 malam di hari Jumat. Di sini, yang namanya hari Jumat itu kantor-kantor dan pertokoan tutup lebih cepat. Hari Sabtu dan Minggu lebih hampa lagi, hampir semuanya tutup!
Balik ke cerita di atas, karena saya datang nyaris di tengah malam, ya office asrama saya pun sudah tutup. Padahal saya harus ambil kunci kamar di situ. Well, karena ini kota Alta, nggak ada tuh yang namanya manusia masih lalu-lalang jam 10 malam. Nggak ada satupun. Alhasil saya ngegembel dengan 2 koper saya. Sambil kedinginan. Dipinggir jalan.
Beruntung, sekitar 1 jam kemudian akhirnya ada orang yang nongol dari kejauhan. "Please come to me," harap saya dalam hati. Dan dia beneran menghampiri saya! Thanks God!
Orang itu namanya Samid, seorang pria dari Kroasia. Saya pun bertanya gimana caranya biar saya bisa mengambil kunci. Dan dia cuman ketawa...
...parah banget...
Lalu dia bilang ke saya, “Bro, di sini kalau udah tutup ya tutup. Apalagi akhir minggu gini. Mau kamu telpon orangnya juga nggak bakalan dateng. Pasti dia lagi liburan di luar kota.” (Samid kayaknya gede di Bekasi deh)
“Mampus!” gerutu saya dalam hati.
Saya nanya lagi, "Kalau penginapan terdekat di sini di mana ya?" Dia nunjukin beberapa tempat sambil memberikan sekelumit pesan mengerikan. Kata dia, "Penginapan di sini super mahal, dan kayaknya kamu bakalan nginep minimal sampai hari Senin deh."
Terima kasih buat Samid yang baik. Hari pertama saya jadi semakin berkesan.
Tapi, karena dia baik, akhirnya dia menawarkan saya buat tidur di masjid. Hahaha.
Tetep ya...nggak di Indonesia nggak di Norwegia, masjid jadi tempat berteduh untuk yang mencari ketentraman batin (dan tempat tidur buat gembel kayak saya).
Dan sejujurnya saya cukup terkejut kalau di sini ada masjid.
Begitu sampai di masjid, saya disambut sama orang-orang dari Syiria dan Palestina. Rata-rata, mereka adalah pengungsi yang sudah tinggal di
Norwegia
sekitar 1 tahun.
Buat saya, ini adalah pengalaman paling berkesan. Di ujung utara dunia yang super terpencil ini, saya menemukan beragam manusia dari berbagai belahan dunia dengan bermacam-macam latar belakang. Dari yang orang Asia sampai Afrika, semuanya ada di sini. Orang
Norwegia
sendiri sangat
welcome dan toleran terhadap orang asing.
Sejak hari itu sampai hari ini, saya menyadari bahwa orang-orang
alta
itu merupakan manusia paling unik. Mereka memang tinggal di tempat yang terpencil. Kalau kata orang Indonesia sih semacam orang udik. Tapi, mereka nggak ada udik-udiknya sama sekali.
Mereka ngomong bahasa Inggris dengan lancar. FYI, bahasa utama di
Norwegia
adalah Norwegian (Bokmål dan Nynorsk),
Sami dan Kven. Bahasa Norwegian digunakan oleh 95 persen penduduk, termasuk penduduk Alta.
Nah, walaupun mungkin pengetahuan mereka tidak luas, tapi keingintahuan mereka terhadap hal-hal baru sangat besar. Jadi, mau ngobrol apa aja dengan mereka pasti nyambung, karena mereka menghargai lawan bicara dan nggak fokus sama yang namanya “ini lho gue”, meski orang
Norwegia
kental sama stigma “cold person”.
Tapi, buat saya itu nggak benar sama sekali. Iya, mereka dingin kalau kamu belum kenal sama mereka (kayaknya di semua tempat bakal gini deh). Tapi, kalau udah kenal, wah ngobrolnya bisa sampai subuh.
Mereka pun menghargai “personal space”. Kadang saya bercanda sama mereka secara sarkas (Indonesia banget nggak sih?) tapi ditanggapi serius.
Mungkin sedikit naif, buat mereka setiap omongan yang kamu ucapkan itu pasti jujur. Makanya jangan sekali-kali bohong sama mereka. Kalau ketahuan belangnya, nggak bakalan mereka mau ngomong sama kamu lagi. Apalagi di kota kecil kayak
alta
ini, reputasimu bisa berantakan karena jadi bahan gosip sekota. Catet, SEKOTA!
Nggak usah heran, kota ini tuh kayak komplek perumahan yang kecil. Guyub nan santun, tapi 'tembok bisa bicara'. Hehehe.
Positifnya, nggak ada yang namanya iri gara-gara si A punya mobil mewah, istrinya cakep, atau dia dari etnis atau agama tertentu. Semuanya rukun tanpa perlu ngadain aksi bela ini itu. *senyum getir*
Negatifnya? Ada dua. Pertama, semua serba mahal. Kedua, dinginnya minta ampun. Bisa sampai -30°C kalau si Odin lagi senewen.
Jadi, kapan kalian nyusul ke Norwegia? (*)
Mahasiswa Tourism Studies di Arctic University of Norwat UiT
Edited by: Faisal Ash