Zetizen.com - Prihatin dengan kurangnya kemampuan anak anak papua dalam memahami pelajaran, Misbah Surbakti menggagas Gerakan Ayo Membaca noken pustaka Papua. Gerakan yang dipelopori Misbah tersebut resmi dideklarasikan pada 15 Desember 2015. Berbarengan dengan kegiatan Pramuka di SMPN 19 Manokwari, tempatnya mengabdi sebagai guru. Lewat gerakan tersebut, Misbah bersama para relawannya mengajak masyarakat Manokwari untuk lebih mengenal dan rajin membaca. Caranya, ia bersama para relawannya berkeliling membawa noken berisi buku buku dan mengajak Masyarakat sekitar untuk membacanya. Lucunya, hal tersebut seringkali membuat mereka jadi mendapat perhatian yang mengejutkan dari masyarakat sekitar.
Seperti yang dialami Agus Mandowen, salah satu relawan aktif dalam Gerakan Ayo Membaca noken pustaka Papua, saat berkeliling ke salah satu kampung di wilayah Manokwari ini misalnya. Tiap orang yang ditemuinya di kampung itu tampak seperti bergegas menghindar. Upayanya menyapa dengan ramah tak membawa hasil. Ada yang langsung masuk ke rumah. Ada pula yang mengibas-ngibaskan tangan, meminta dia pergi.
”Saya heran sekali. Apa yang salah dengan saya,” kenang Agus tentang peristiwa yang dialaminya pada Januari lalu itu kepada Radar Sorong (Jawa Pos Group). Baru setelah berhasil mengajak bicara seorang warga di Kampung Arowi, Manokwari, itu, Agus jadi tahu penyebabnya. Ternyata, dia dikira pedagang buku. Maklum, Agus membawa sebuah noken yang penuh buku. ”Dikiranya saya jualan. Padahal, buku-buku itu untuk dibaca secara gratis,” ujar pria yang juga atlet angkat berat andalan papua Barat tersebut sambil tertawa.
Gerakan Ayo Membaca noken pustaka papua sendiri didirikan berdasar rasa keprihatinan. Suatu hari pria asal Medan, Sumatera Utara, tersebut menyaksikan bagaimana seorang siswanya kesulitan menjawab soal ulangan. Dia menyimpulkan, itu terjadi karena kurangnya kemampuan siswa dalam menyimak soal. ”Ini disebabkan kurang terampil atau kurang membaca. Anak-anak yang biasa membaca lebih mudah menangkap inti pesan dari sebuah tulisan,” tuturnya.
Dari sanalah lahir ide melakukan gerakan ayo membaca itu. Kalau kemudian diberi nama noken Pustaka, alasannya, noken alias tas khas papua yang merupakan karya budaya kaum ibu tersebut melambangkan harapan hidup. ”Warga pergi ke kebun dengan membawa bekal untuk satu hari gunakan noken. Juga kalau gendong bayi,’’ ujarnya.
Karena gerakannya terus berkembang, lama lama Misbah nggak lagi sanggup sendirian. that's why, ia mulai mengajak banyak relawan untuk bergabung. Selain Agus Mandowen, ada juga relawan lain seperti Novela, Yohana, dan Grisella. ”Relawan kami beragam. Ada yang atlet, ibu rumah tangga, remaja, dan mahasiswa. Mereka punya minat baca dan tertarik menyalurkannya kepada suadara-saudaranya yang lain,’’ ujar Misbah.
Saat ini, Dukungan untuk Gerakan Ayo Membaca noken pustaka kian luas setelah Misbah mengunggahnya ke Facebook. Budayawan Nirwan Ahmad Arsuka yang turut menggerakkan Kuda pustaka di Jawa Tengah dan Perahu pustaka di Sulawesi Barat menghubungi Misbah. Dia memuji noken Pustaka. ”Teruskan saja dilaksanakan di tengah masyarakat, jangan hanya di sekolah,’’ ujar Misbah, mengulangi pernyataan Nirwan. Dengan mendapat dorongan dari budayawan nasional, Misbah tambah bersemangat.
Nggak lagi hanya mengandalakan keliling kampung dengan berjalan kaki, Misbah dan 'pasukannya' mulai mengembangkan berbagai cara menjangkau warga yang semakin beragam. Mulai dengan Para-Para Noken, Rumah Baca Noken, Posko Noken, Motor Noken, Sepeda Pustaka, Pondok Noken, sampai Perahu noken yang kini sedang diupayakan.(La Ode Mursidin/c11/ttg)(web/giv)