Zetizen.com – Bisa dibilang badminton jadi salah satu cabang olahraga andalan Indonesia. Alhasil, negeri ini punya banyak atlet badminton muda berbakat. Nah, di antara atlet-atlet muda itu, beberapa sukses masuk tim inti pelatnas dan wajahnya sering kita lihat di turnamen internasional bergengsi.
Sayangnya, prestasi yang masih naik-turun bikin para atlet badminton muda ini sering jadi sasaran bully masyarakat. Padahal, hal ini nggak baik buat perkembangan karir mereka. Yuk, cari tahu siapa yang masih sering "di-bully" biar kita nggak ikut menghakimi mereka. Sebagai warga negara yang baik, kita seharusnya bisa apresiatif dan setia men-support menang ataupun kalah!
Dengan wajah ganteng dan skill yang oke, Jonatan Christie alias Jojo jadi salah satu atlet muda populer. Sepanjang karirnya, Jojo punya banyak prestasi keren. Misalnya, di kelas junior dia pernah menjuarai turnamen bergengsi seperti Indonesia International Challenge (2013) dan International Challenge Swiss Open (2014). Sejak 2013, Jojo bahkan sukses masuk pelatnas dan jadi salah satu atlet tunggal putra andalan Indonesia.
Sayangnya, prestasi Jojo di level utama belum terlalu banyak. Di kelas superseries, Jojo belum pernah merebut gelar juara. Prestasi terbaiknya adalah runner up Thailand Open 2017. Belum banyaknya gelar inilah yang bikin Jojo sering di-bully. Baru-baru ini dia dihujat karena kalah telak dari wakil Cina di babak 16 besar Indonesia Open 2017. Bully-an semakin keras karena Jojo yang nggak mampu mencapai skor 10.
Dibanding Jojo, nama Ihsan masih kalah populer. Tapi, bukan berarti atlet muda ini bisa dipandang sebelah mata. Walaupun punya wajah kalem, Ihsan tetap mematikan di atas lapangan. Di kelas junior, dia pernah juara Kejurnas (2012) sampai membawa pulang medali perunggu di Kejuaraan Dunia Junior (2013). Pada 2013, Ihsan "naik kelas" dan jadi pemain tunggal putra andalan pelatnas Indonesia.
Rajin turun di ajang-ajang bergengsi, membawa Ihsan duduk di peringkat 45 dunia. But, sama kayak Jojo, prestasi Ihsan di level utama juga masih gitu-gitu aja. Prestasi yang paling menonjol, adalah saat dia berhasil menembus babak semifinal Indonesia Open 2016. Alhasil, Ihsan pun juga kerap jadi target bully. Ihsan sering dianggap belum berkembang, meski udah cukup lama menjadi atlet Pelatnas.
Cowok kelahiran tahun 1996 ini juga mungkin jarang kamu dengar. Di kelas lokal dan junior, pretasi Bayu emang cukup mumpuni. Misalnya, berkali-kali menjadi juara di ajang Djarum Sirkuit Nasional. Karena prestasi ini jugalah, Bayu akhirnya resmi bergabung sebagai atlet Pelatnas. Sayangnya, prestasi Bayu juga masih stagnan.
Meski udah cukup lama jadi atlet Pelatnas, nama Bayu masih berada di kisaran peringkat 60-an dunia (sekarang 65). Gara-gara inilah, Bayu termasuk yang paling parah mendapat bully dari masyarakat. Bayu sering dibilang sebagai atlet mentok (nggak berkembang), dan sering diminta keluar dari Pelatnas. Bahkan nih, Bayu yang emang cukup eksis di sosmed, sering dihujat karena dianggap terlalu mementingkan eksistensi dari pada latihan. Padahal, kita nggak pernah tahu kan sekeras apa perjuangan yang mungkin udah dilalui Bayu?
Sejak sukses jadi juara All England tahun 2017, nama Kevin sanjaya langsung melejit jadi salah satu atlet muda yang paling diperhitungkan di kancah dunia. Dibanding atlet-atlet muda sebelumnya, prestasi Kevin di level utama emang tampak lebih menjanjikan. Bareng pasangannya, Marcus Fernaldi Gideon, Kevin udah banyak banget mencatat prestasi membanggakan.
Prestasi terbaru yang sukses bikin masyarakat super bangga, adalah keberhasilan Kevin/ Gideon meraih hattrick di ajang superseries. Iya, setelah menjuarai All England, mereka juga sukses ‘melibas’ medali emas India Open dan Malaysia Open. Mereka pun sempat menduduki peringkat satu dunia, meski sekarang turun jadi peringkat tiga. Tapi, dengan prestasi yang udah segitu oke, Kevin nggak lantas lepas dari bullying masyarakat loh. Akhir-akhir ini, saat prestasi Kevin mulai menurun, masyarakat sering mulai mengatainya terlalu cepat puas. Aduh!
Masuk Pelatnas pada tahun 2013, membawa Ginting juga jadi salah satu pemain tunggal putra andalan Indonesia saat ini. Cowok kelahiran 1996 ini, makin banyak terjun di kompetisi-kompetisi bergengsi. Sekarang, Ginting bahkan udah menempati peringkat ke-23 dunia. Tapi, bukan berarti cowok berpenampilan cool dan murah senyum ini lepas dari ‘hujatan’ masyarakat.
Punya prestasi oke di kelas junior, Ginting emang belum mampu meraih kegemilangan yang sama di level utama. Prestasi paling tingginya, adalah finish sebagai semifinalis ajang superseries. Misalnya Hongkong Open 2015, Australia Open 2016, atau Singapore Open 2017. Karena nggak kunjung jadi juara di level profesional inilah, Ginting end up kerap dapat kritik keras dari masyarakat.
Meski prestasinya mungkin emang belum terlalu gemilang, nggak jadi alasan kita bisa menghakimi bahkan membully para atlet muda. Siapa yang tahu kan apa yang bakal mereka capai di tahun-tahun kemudian? Makanya, daripada membuat mereka down dengan cacian, mending kita terus setia mendukung dengan melakukan hal-hal ini.
Masih banyak yang suka menghujani kolom komentar atlet muda dengan hujatan. Padahal, hal ini bakal dibaca langsung oleh si atlet dan bisa bikin mereka kecewa. Daripada menghujat, mending isi komen dengan saran membangun. Kalau kamu emang merasa tahu apa kekurangan si atlet, kasih aja masukkan di kolom komentarnya. Dengan gitu, si atlet bakal lebih thankful dan menghargai saranmu.
Coba deh sesekali datang menonton langsung ke lapangan. Di tribun penonton, kamu bakal lebih tahu gimana kerasnya perjuangan si atlet. Mulai jatuh bangun, sampai harus menghadapi tekanan ribuan penonton. Dijamin bakal mikir dua kali kalau mau menghujat mereka. And of course, kamu pun bisa langsung berkontribusi memberi dukungan. Nggak cuma omdo dan bisa menghujat aja!
Namanya pertandingan, menang kalah itu udah biasa. Trust us, mereka pasti pengen memenangkan pertandingan juga kok. So, kalah atau menang tetap kasih apresiasi ya. Khusunya buat atlet muda, apresiasi ini bisa jadi berharga banget. Kalau mereka kalah aja diapresiasi, dijamin mereka bakal ‘sungkan’ dan terpacu buat lebih berprestasi. Setuju?
Editor: Fanny Kurniasari