Zetizen.com – Gaya hidup ‘‘menghisap’’ semakin variatif. Nggak cuma rokok, tren menghisap mulai banyak dilakukan dengan shisha dan vape atau vapor. Apa bedanya rokok, shisha, dan vape? Apa benar kalau yang satu diklaim lebih aman dari yang lain? Daripada ragu, yuk, intip penjelasannya!
Rokok
Sudah sejak lama rokok digandrungi sebagai gaya hidup masyarakat Indonesia. Pada dasarnya, rokok merupakan sebuah kertas yang digulung hingga berbentuk silinder dan berisi cacahan daun tembakau. Dengan panjang sekitar 70–120 mm dan diameter sekitar 10 mm, rokok dibakar pada salah satu sisi dan dihirup melalui sisi lain.
Bahaya menghisap rokok sudah disadari masyarakat sejak lama. Yap, rokok banyak mengandung zat-zat kimia berbahaya! Saat dibakar, bagian-bagian rokok akan mencapai suhu 60–70 derajat celcius. Panas ini mengubah tembakau menjadi berbagai zat beracun. Misalnya, nikotin dan karbonmonoksida yang merusak jantung dan pembuluh darah. Ada juga cairan tar yang bisa mengiritasi sistem pernafasan. Nggak heran kalau berbagai peringatan sering disampaikan, termasuk di kemasan rokok. Masih ragu sama bahayanya?
Baca juga:
Suntik Mati: Kontroversi Etis dan Legalitas
|
Shisha
Menghisap shisha adalah gaya hidup yang berasal dari India dan Timur Tengah. Biasa disebut sebagai hookah, shisha merupakan sebuah tabung yang terhubung ke beberapa pipa penghisap. Jadi, biasanya shisha dikonsumsi ramai-ramai. Ada beberapa komponen di dalamnya. Yaitu, tabung bawah yang berisi air dingin dan berfungsi sebagai filter, tabung tengah sebagai jalur pembakaran, dan bara api di bagian atas untuk membakar tembakau.
Karena sistem filterisasi shisha yang kompleks dan menggunakan air, banyak yang menganggap shisha lebih aman daripada rokok. Padahal, hal ini nggak sepenuhnya benar. Menurut penelitian American Journal of Preventive Medicine, shisha menghasilkan lebih banyak asap. Berarti, shisha menghasilkan lebih banyak karbonmonoksida. Selain itu, meski asap shisha terkesan ringan dan mudah terurai di udara, bukan berarti proses filternya sempurna. Melainkan karena kelembaban tinggi yang dipengaruhi air sebagai filter. Jadi, racunnya sih sama aja tetap membahayakan bagi tubuh.
Vape/Vapor
Nah, ini nih tren menghisap paling baru dan lagi digandrungi. Vape juga bisa disebut rokok elektrik. Vape menggunakan sistem listrik untuk mengubah e-liquid menjadi uap. Liquid vape terdiri dari beberapa komponen kimia. Misalnya vegetable glycerine (VG) dan propylene glycol (PG). Sampai sekarang, baik nggaknya vape pada kesehatan masih sering menimbulkan perdebatan.
Baca juga:
Bukan Tukang Racik Obat Biasa
|
Menurut DOW's chemical website (website penyedia informasi keamanan produk kimia), VG maupun PG nggak menunjukkan bukti bahaya sebagai zat yang bersifat karsinogen maupun genotoxic. Kedua zat pada liquid vape ini dikenal sebagai safe additive yang wajar digunakan dalam makanan dan obat. Keduanya pun jarang menimbulkan efek racun yang membahayakan.
Tapi, beda halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan sekelompok ilmuwan dari Universitas Harvard. Mereka fokus pada kandungan bahan kimia lain yang disebut diacetyl dalam e-liquid vape. Ide ini muncul dari adanya hasil investigasi Milwaukee Journal Sentinel yang ditulis Raquel Rutledge pada Oktober 2015. Menurut jurnal ini, meskipun beberapa perusahaan vape mengklaim produk mereka diacetyl-free, kandungan itu masih banyak ditemukan pada berbagai merk vape.
Para peneliti Universitas Harvard melakukan evaluasi pada produk perusahaan besar, produk e-cigarette distributor, sampai e-liquids dalam kemasan sekali pakai. Hasilnya, 39 dari 51 sampel terbukti memiliki kandungan diacetyl. Diacetyl bisa merusak saluran paru-paru yang bisa mengakibatkan penyumbatan saluran nafas. Zat kimia ini juga bisa menimbulkan kondisi kerusakan paru-paru yang dikenal dengan nama brochiolitis obliterans.
Baca juga:
Olahraga di Atas Kasur Why Not!
|
"Berdasarkan hasil evaluasi, potensi akibat diacetyl terhadap munculnya bronchiolitis obliterans dan berbagai penyakit pernafasan lain bisa meningkat dengan maraknya penggunaan e-cigarette," ujar kelompok peneliti Harvard seperti yang di-publish dalam jurnal Environmental Health Perspectives Desember 2015.
Oleh karena itu, nggak heran kalau perdebatan tentang keamanan vape masih ada sampai sekarang. Beberapa sumber kredibel menyebutkan vape nggak mengandung potensi bahaya kesehatan, sementara penelitian lain juga membuktikan adanya potensi kandungan yang membahayakan.
Baca juga halaman Zetizen besok (24/3):
- Kebenaran di balik mitos tentang vapor.
- Simak kandungan vapor berdasarkan hasil lab!
- Bagaimana dampak uap vaping buat perokok pasif?
Source: Vapersoul, DOW Product Safety Assesment Finder | Editor: Ratri Anugrah