Zetizen - Kita baru saja memperingati World mental health Day pada 10 Oktober lalu. Perayaan itu bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mental. Banyak Stigma tentang kesehatan mental yang beredar di masyarakat dan itu sering kali memojokkan pengidap. Padahal, nggak semua Stigma tersebut benar. Yuk, kita bahas bersama! (elv/c12/lai)
Gangguan kesehatan mental bisa dialami siapa saja, baik anak-anak maupun dewasa. Masalah kesehatan mental adalah masalah umum. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, gangguan mental emosional dengan gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai 14 juta orang atau 6 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Orang dengan masalah kesehatan mental tetap bisa beraktivitas secara normal jika memperoleh penanganan yang tepat. Gangguan kesehatan mental memang dapat memengaruhi pekerjaan, tapi mayoritas tetap memiliki tingkat produktivitas yang sama, kok!
Stigma ini membuat teman-teman dengan gangguan mental mendapat pandangan negatif dan dikucilkan. Padahal, nggak semua orang yang mengalami gangguan mental akan berperilaku berbahaya. Menurut mental health America, 95–97 persen tindak kejahatan dilakukan orang tanpa masalah kesehatan mental. Justru, orang dengan gangguan mental menjadi korban kekerasan.
Gangguan kesehatan mental dapat pulih dari kondisinya meskipun tidak sepenuhnya. Mereka juga dapat belajar, bekerja, dan berkontribusi di masyarakat dengan baik. Memang, dibutuhkan waktu yang lama untuk kembali pulih, tapi setiap orang memiliki waktunya masing-masing. Yang terpenting adalah perubahan positif setiap harinya!
SEORANG teman punya peranan besar dalam memulihkan kesehatan mental temannya. Sayang, nggak semua tahu cara merespons yang baik dan berujung takut salah sikap. Coba simak beberapa hal berikut and support your friend! (elv/c12/lai)
Mempelajari lebih lanjut akan membantu kamu dalam menemani temanmu. Kamu juga jadi tahu apa yang boleh dan tidak boleh kamu lakukan. Kamu bisa mencari informasi dari sumber tepercaya, buku, atau bertanya langsung ke ahlinya.
Seseorang dengan masalah kesehatan mental hanya ingin bercerita dan didengarkan. Kamu perlu mengetahui kebutuhannya dan mendengar secara aktif. Fokus saja mendengarkan ceritanya, tanpa sibuk mencari solusi dan membangun persepsi pribadi.
Hindari kalimat seperti ’’Ada orang yang masalahnya lebih berat dari kamu” atau ’’Itu masih mending, aku pernah mengalami yang lebih parah’’. Gantinya, gunakan kalimat yang supor tif tanpa menghakimi seperti ’’Apakah kamu mau membicarakannya? Aku di sini untukmu’’
Kamu harus jeli dengan setiap kondisi kesehatan mentalnya. Misalnya, temanmu tiba-tiba menarik diri dari lingkungan sosial, mengunggah hal aneh di sosial media, menyakiti diri sendiri, bahkan ingin mengakhiri hidup. Jadilah peka, oke!
Ketika sudah melihat tanda[1]tanda yang serius, kamu bisa mengajak temanmu mencari pertolongan profesional. Yakinkan mereka kalau nggak ada salahnya pergi ke psikolog atau psikiater. Jika perlu, temani mereka ketika mencari bantuan medis.