Zetizen-Apa yang ada di benakmu saat mendengar jurusan sastra? Benar nggak sih kalau jurusan tersebut cuma belajar menulis puisi dan membaca buku? Katanya, prospek karier lulusan Sastra juga sempit, ya? Ngapain kuliah jurusan sastra, kan belajar bahasa bisa dengan ikut les? Stereotip itu sangat melekat pada mahasiswa Sastra dan membuat mereka sering dipandang sebelah mata. Eitss, jangan patah semangat dulu! Jurusan Sastra nggak sesempit itu. Nggak percaya? Nih simak!
Sastra akan selalu ada selama ada bahasa. Ilmu Sastra menunjukkan bahwa ada berbagai cara dalam memainkan kata dengan tujuan menyenangkan, menghibur, dan mendidik. Di jurusan sastra, mahasiswa akan mempelajari unsur kebahasaan dan karya sastra. So, nggak sesederhana belajar bahasa , tapi bagaimana sebuah kata atau kalimat terbentuk dan dilafalkan, termasuk asal usul penamaan sebuah benda.
Semakin naik tingkatannya, semakin menantang pula materinya . Di pertengahan semester, mahasiswa Sastra diminta untuk memilih fokus studi yang akan diambil. Ada linguistik dan literatur. Linguistik lebih mempelajari unsur bahasa dari fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, wacana, hingga makna dan penerapannya. Kalau literatur, belajar menganalisis karya sastra, baik karya Sastra lama maupun populer. Kamu juga bakal belajar menghasilkan karya sendiri.
Selain mahir berkata-kata, jurusan Sastra bisa bikin kamu makin peka. Sebab, di beberapa universitas ada mata kuliah yang mempelajari bahasa kode tubuh juga, lho! Pengetahuanmu seputar budaya, kebiasaan, dan pola pikir manusia juga bakal makin terbuka. Well, masuk jurusan Sastra nggak harus menguasai bahasa tertentu ataupun jago bikin puisi kok. Yang penting adalah mau belajar. Karena semuanya bakal diajarkan mulai dari nol.
’’Cakupan jurusan Sastra itu luas. Kami belajar Sastra sambil belajar budaya. Aku jadi lebih tahu luasnya dunia, menemukan banyak hal baru, dengan lingkungan yang berisi orang[1]orang suportif. Nah, karena jurusan bahasa dan Sastra Jerman struktur kalimatnya berbeda dari bahasa Indonesia, banyak orang bilang kalau prospek kerjanya nggak ada. Tapi ternyata, jurusan Sastra sangat membuka jalan karierku, lho! Aku bisa merangkai kata dengan baik, ya, dari jurusan ini. Jadi, aku sering diminta untuk menjadi MC, moderator, dan narasumber di berbagai acara.’’
’’Aku tertarik masuk jurusan Sastra karena dari SMA suka baca cerpen, novel klasik, dan puisi. Kebanyakan orang menganggap kalau di jurusan ini kami hanya belajar tulisan dan bahasa. Padahal, kami juga jadi tahu fenomena, isu, dan realitas kehidupan sosial yang tertuang dalam karya sastra. Menariknya, jurusanku nggak cuma belajar bahasa Indonesia, tapi juga bahasa asing lain. Waktu itu, sempat ada mata kuliah bahasa Arab-Melayu. Di situ aku merasa paling bodoh karena belum pernah belajar tulisan Arab sebelumnya. Jadi dibutuhkan waktu belajar lebih lama.’’
’’Sastra Inggris sudah menjadi pelajaran favoritku sejak SD. Selain prospek kerjanya yang sangat luas, banyak materi dan teori yang didapat. Senang bisa mempelajari bahasa yang aku suka setiap hari, sampai pada penggunaan bahasa tersebut sebagai media komunikasi. Apalagi selama dua semester diajar sama native speaker. Jadi bisa langsung mempelajari budaya dan bahasa dari ahlinya. Meski ada beberapa materi yang lumayan susah, tetap menyenangkan.