“Man jadda wa jadda. Siapa yang bersungguh-sungguh maka akan berhasil” –Anwar Fuadi dalam novel trilogynya yang perdana, Negeri 5 Menara.
Buat kalian yang udah pernah nonton film yang berlatar di Pondok Madani (Gontor), pasti nggak asing lagi kan, dengan kata-kata andalan ini? Yap, itu adalah quote yang dilontarkan oleh seorang Guru bernama Salman, sumber inspirasi murid-muridnya. Nah, kebayang nggak, gimana serunya ngerasain suasana kayak film ini di kehidupan nyata? Nggak perlu jauh-jauh ke Ponorogo, Surabaya aja punya tempatnya!
Suasana Syahdu yang Kental
Sayup-sayup lantunan doa berkumandang indah di penjuru kawasan Ampel. Pedagang, peziarah, hingga wisatawan memadati lokasi. Daerah ini tak pernah sepi, hidup dengan pesonanya sendiri. Tinggal bersisian dengan etnis dan kebudayaannya masing-masing, unity in diversity rasanya tepat untuk menggambarkan keadaan sekitar.
Identik dengan ‘religi’, pastinya ada aktivitas santri yang digiatkan di tempat ini. Nggak tanggung-tanggung, lebih dari 3 pesantren aktif tersebar di beberapa titik Arab Quarter. Mulai dari Jalan KH Mas Mansyur, jalan besar dimana banyak tempat ikonik semacam Hotel Kemajuan berada, sudah bisa dilihat plang-plang hijau khas Pesantren.
Layaknya Pondok Pesantren pada umumnya, kegiatan para santri yang belajar disana kurang lebih sama. Mereka juga mendapatkan mata pelajaran yang diberikan di sekolah umum, namun porsi untuk pendidikan agama diberikan lebih besar. Misalkan, diajarkannya ilmu hadist, fiqih, bahasa Arab, tarekh, aqidah dan akhlak yang tidak bisa ditemukan di sekolah lain.
Kalau menengok sekilas, dalam film Negeri 5 Menara, dikisahkan bahwa si tokoh utama dan kawan-kawannya sering berkumpul di bawah menara masjid. Disana, keenam pemuda bergurau, berbagi mengenai masa depan yang ingin diraih bersama. Sahibul menara, julukan yang diberikan untuk persahabatan mereka. Dari situ, bisa disimpulkan dong, kalau menara adalah sesuatu yang menjadi simbol penting bagi Alif Fikri dan teman-teman seperjuangannya.
The point is, mayoritas masjid besar memang punya menara tinggi dengan filosofinya. Masjid Pondok Pesantren bergaya modern hingga yang masih sedikit kuno, memiliki menara menjulang memperindah arsitektur masjid tersebut.
Berjalan lebih jauh lagi, di dalam kawasan Ampel, dekat dengan kantor pengurus Masjid Sunan Ampel, akan kita temui kantor Lembaga Pengajaran Bahasa Arab Masjid Agung Sunan Ampel, disingkat LPBA MUSA.
Kantor yang bergerak di bidang pelayanan masyarakat ini, turut menaungi Universitas spesialisasi bahasa Arab. Eh, unik, bukan? Iya, memang itulah yang menjadi sorotan utama kami. Menawarkan periode perkuliahan selama 4 semester, yaitu kurang lebih 2 tahun, dengan jadwal yang berlangsung setiap hari terkecuali hari Jum’at.
Berkaca dengan situasi tokoh-tokoh yang berhasil melanjutkan kuliahnya di beberapa Negara terkenal, berdirinya perguruan tinggi di area Wisata Religi Sunan Ampel cukup memberikan gambaran. Bahwa, orang-orang yang mendalami pendidikan tentang agama nggak kalah sukses dengan para ahli eksakta dan ilmu sosial.
“Lembaga Pengajaran yang saya dan teman-teman jalankan ini, kegiatannya di antara lain adalah menjadi guide. Kami bekerja menggunakan tiga bahasa. Yaitu, bahasa Arab, bahasa Inggris dan juga Indonesia. Disini pula sebagai tempat peristirahatan bagi para peziarah, menitipkan barang
bawaan mereka.” ujar Muhammad Fuad Nadji, pegawai yang sudah 4 tahun mengabdikan dirinya di lembaga ini.
Bapak beranak tunggal inipun menceritakan bagaimana berjalannya kehidupan di Kampung Arab. “Kalau dari sisi pergaulan atau kami menyebutnya Halaqoh, faktanya kan, daerah Ampel ini nggak hanya keturunan Arab asli. Ada beberapa suku lain juga. Namun memang, warga ras
Arab dalam pergaulannya lebih condong untuk berkumpul dengan sesamanya. Jadi, malah, anak- anak muda non-Arab lebih sering nongkrong di tengah kota,”.
Beliau menambahkan lagi, “Tapi bukan berarti penduduk berbeda etnis di kawasan ini tidak rukun. Malah, ada beberapa acara besar tertentu yang dimana seluruh pihak terlibat. Itu, memperingati hari kematian Sunan Ampel, namanya Haul Ampel. Setiap tahun diadakan, selama tiga hari, rasa persaudaraan dan persatuan terlihat nyata. Memang, jika disatukan oleh sebuah acara, perbedaan itu indah,”
"Sampai rumah, mengaji yuk!": Hangat, muda-muda Arab sepulang dari masjid terdekat.
Baca juga:
Rek ayo Rek, Mlaku-Mlaku nang Museum
|
Tidak sampai disitu saja, Fuad Nadji ikut menjelaskan tentang kebudayaan Arab yang sedikit banyak memengaruhi kebudayaan Nusantara. Karena, budaya Arab masuk ke Indonesia sejak dahulu dan terakulturasi dengan baik oleh adanya Wali Songo. Nah, suasana di Kampung Arab Surabaya cocok banget kan, dengan yang ada di film? Mulai dari pesantren-pesantren yang ada, hingga persaudaraan antar etnis berbeda layaknya Alif dan teman- temannya relatable!
Yuk, intipin spot-spot instagramable-nya!
1. Jalan Sasak
Merupakan business district yang sibuk. Beragam kios dan toko-toko berjejeran dengan pedagang mayoritas penduduk Arab. Nggak pernah sepi setiap harinya! Kurma, peci dan sarung, parfum, hingga buku-buku yang khusus distok untuk persediaan pesantren, lengkap! Uniknya disini, bangunan-bangunannya ala-ala kota tua, gitu, deh. Buat kalian yang suka hunting foto yang aesthetic, disini juga bisa jadi referensi tempat foto-foto yang kece, guys.
2. Masjid Agung Sunan Ampel
Punya menara tinggi yang mirip banget dengan di film, jangan ketinggalan untuk datengin tempat yang satu ini! Suasana di sana adem, kok. Kamu nggak perlu takut kepanasan pas lagi asyik mengabadikan foto di sana.
3.Kampung Penduduk
Hm, bingung nggak nih, kenapa tempat ini bisa masuk ke list? Jangan salah, meski judulnya Kampung Penduduk, lokasi ini menarik banget. Selain karena disana para keturunan Arab asli menetap, kamu juga bisa capture moment kebiasaan orang disana. Mengaji, atau sekedar berbincang satu sama lain.
Did you know? (Fakta menarik tentang Kampung Arab yang belum kalian tahu)
- Ada 4 etnis berbeda yang hidup berdampingan di Arab Quarter, lho! Nggak hanya keturunan Arab, ada juga Banjar, Madura dan India.
- Ternyata disana, sebutan bagi orang-orang dari etnis yang ada berbeda-beda. Jamaah sasak, untuk keturunan Arab asli. Ahwal bagi Jawa, Madura disebut Nagras.
- Sastra Arab lumayan memengaruhi kebudayaan kita. Contohnya, nih, syair bersajak a-a-a-a.
- Santri-santri sering makan bersama di satu talam (piring) besar, kayak yang di film. Berbagi makanan yang sama. Asik, lho!
**Tulisan ini dibuat oleh Team 3 Zetizen Summer Class Batch 2**
Tania El Mahrunisa (Writer), Muhammad Fadhil F. (Photographer),
Syifa Nabila (Graphic Designer), Dara Shabirah Putri P. (Socmed Strategist)