Zetizen-Akhir-akhir ini lagi musim konsumsi healthy food. Eits, tapi kamu termasuk orang yang mengonsumsinya untuk mencukupi kandungan Gizi pada tubuh atau cuma ikut-ikutan tren aja, nih? Semoga memang untuk kesehatan, ya. Sebab, di balik makanan sehatmu itu, ada peran para ahli Gizi loh, yaitu Nutrisionis dan dietisien. Buat yang masih awam dengan dua profesi ini, yuk dengerin kisah mereka yang bergelut dengan dunia Gizi ini! (lia/c20/mel)
Pertama, lulus pendidikan S-1 sarjana Gizi atau D-4 sarjana terapan gizi, lalu mengambil pendidikan profesi Dietisien sekitar satu tahun. Seorang Dietisien bisa membuka praktik mandiri untuk konseling gizi. Wewenang itu tidak dimiliki seorang nutrisionis. Jadi, buat yang pengin mencoba profesi ini, pastikan kamu harus menguasai materi Gizi di perguruan tinggi. Sebab, profesi ini adalah pengaplikasian ilmu di bangku sarjana. Lalu, skill berkomunikasi dengan klien atau partner kerja juga harus diasah dengan baik. Apalagi, kalau buka praktik mandiri, komunikasi adalah senjata utama.
Dietisien dibagi menjadi tiga jenis. Yaitu, klinis, institusi, dan komunitas. Mereka sama-sama memberikan advice untuk memutuskan penyelesaian masalah Gizi sesuai bidang mereka. Karena tertarik di bidang klinis, aku juga merintis Dietisien.id agar masyarakat bisa mendapatkan layanan Gizi dengan mudah lewat media sosial. Isinya seputar sharing informasi tentang Gizi yang mudah dicerna orang awam, tapi nggak melupakan sisi ilmiahnya juga. Profesi Dietisien ini termasuk baru di Indonesia. Jadi, buat teman-teman yang tertarik dengan kuliner dan gaya hidup sehat, nggak ada salahnya mencoba karena peluang kerjanya masih cukup besar.’’
Setahuku, peraturan mengenai pendidikan ahli Gizi ini berbeda-beda setiap negara. Misalnya, Amerika Serikat dan negara lain. Untuk menjadi dietisien, lulus S-1 di bidang Nutrisi aja nggak cukup karena harus lulus tes dan praktik di tahap selanjutnya. Jadi, nggak semua ahli Gizi bisa menyebut dirinya registered dietitian (RD) sebelum mendapatkan sertifikat untuk Board-Certified Dietitian. Untuk nutrisionis, sebenarnya tidak ada regulasi dan tesnya. Jadi, siapa pun yang merasa telah mendalami ilmu Gizi atau Nutrisi boleh menyebut dirinya sebagai seorang nutrisionis. Di Indonesia, setelah lulus S-1 dan D-3, bisa menyebut dirinya seorang ahli gizi.
Ilmu Gizi yang aku dapat dari S-1 di UC Berkeley arahnya lebih seperti dokter karena belajar banyak macam penyakit di tubuh manusia. Tapi, fokusnya lebih ke cara mengatasi masalah kesehatan tubuh dengan makanan. Sebab, banyak sekali penyakit yang disebabkan oleh pola hidup dan pola makan yang tidak sehat. Karena aku cukup passionate di bidang kuliner dan ingin memberikan sesuatu yang memiliki impact ke masyarakat, akhirnya muncul ide untuk membangun brand makanan dan minuman sehat yang dapat dinikmati semua kalangan yang kini dikenal dengan Greenly.’’
Zetizen-Siapa nih yang suka percaya sama informasi tentang kebiasaan makan dan kadar Gizi yang sering kali didapat dari ’’kata’’ teman atau saudara. Biar gak misinformasi lagi, ada baiknya baca informasinya langsung dari sang ahli. Kayak cek mitos atau fakta berikut ini yang bakal dikonfirmasi langsung oleh Arizta Primadiyanti SGz RD, ahli Gizi yang juga founder Dietisien.id! (c20/mel)
’Buah memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga pencernaan lebih lancar. Sebab, buah punya peran penting untuk memberikan makanan yang baik untuk bakteri di usus besar kita yang disebut dengan sumber prebiotik. Jadi, nggak ada kaitannya antara makan buah sebelum atau sesudah. Sebab, manfaatnya tetap sama.’’
’’Meninggikan badan bisa dibantu dengan asupan kalsium yang salah satu sumbernya ada di susu. Terutama di masa remaja yang merupakan momen di mana terjadi puncak pertumbuhan tulang tertinggi. Manfaat dari susu tidak terpengaruh dengan waktu mengonsumsinya, baik pagi, siang, maupun malam.’’
’’Untuk masalah waktu, akan berpotensi lebih meningkatkan berat badan ketika kita makan atau ngemil di atas pukul 22.00. Hal ini disebabkan sistem sirkadian tubuh kita akan cenderung mengubah makanan yang dikonsumsi menjadi cadangan lemak dibandingkan waktu yang lain. Jadi, sebaiknya makan malam terakhir dilakukan dua jam sebelum kita tidur untuk memberi jeda pada tubuh kita mencerna makanan sebelum beristirahat.’’