Zetizen.com, batu malang - Pada 15 Juli 2017 hajatan akbar yang diorganisir oleh Soledad and The Soul Sister Company (SATS.co) kembali digelar. Memasuki tahun ke-3, FMF tak hanya menghadirkan jajaran penampil yang ciamik saja. Melainkan, sejuknya kota malang serta angin sepoi-sepoi yang menyeruak dari balik rimbunya pepohonan, berhasil memanjakan 5.000 pasang mata yang datang dari seantero Indonesia hari itu. Sebagian penonton tampak duduk santai di depan panggung, dan beberapa terlihat sedang asik menikmati kudapan dibarisan belakang.
"Kami akan selalu mengusahakan FMF menjadi agenda tahunan, dan kontinue. Venue yang baru serta line-up yang terkurasi secara maksimal, serta ambience yang lebih nyaman adalah suatu hal baru tahun ini,” papar Gagah Diorama, coordinator FMF 2017.
Pagi Tadi didaulat sebagai line-up pembuka. Secara manis, band yang sedang ramai menjadi perbincangan ini berhasil membius audiens dengan denting-denting renyah yang lahir dari gitar kopongnya. Pasca Pagi Tadi turun panggung, kemudian giliran Bin Idris mengambil alih pertunjukan.
Band yang dimotori oleh Haikal Azizi, personil semata wayang yang juga aktif di Sigmun ini membuka penampilan dengan membawakan House of The Rising Sun. Tak ayal, audiens tampak dermawan menyumbang suara hingga akhir pertunjukan. “Saya datang langsung dari Bali dengan teman-teman, karena ingin mengobati rindu akan sejuknya kota Malang, sekaligus melihat penampilan Bin Idris dan Jason Ranti,” papar Karina Margareth,21.
Matahari mulai tampak menua, satu persatu penonton tak henti-hentinya memasuki area pertunjukan. Tepat pukul 16.00 WIB, Jason Ranti naik ke atas panggung. Seorang musisi kocak, yang acap kali menyelipkan sindiran-sindiran satir yang dikemas dengan jenaka ini berhasil menghibur penonton lewat celetukanya. Stephanie Anak Seni, Suci Maksimal, serta Bahaya Komunis pun tidak lupa dibawakanya. Berkali-kali penonton dibuat ngakak oleh solois yang mengaku obrolan di warung, jalanan dan kampung-kampung sebagai inspirasi terbesarnya dalam berkarya.
Hari mulai gelap, pasca rehat sejenak, AriReda mengajak penonton turut ikut dalam perjalanan puisi yang mereka rapal bak sebuah doa. Payung Teduh, float juga mengajak audiens bernostalgia dan larut dalam kor-kor panjang yang tak henti-hentinya dilantunkan. Monita Tahalea dan Danilla juga bermain dengan maksimal. Serta Stars and Rabbit, menutup perhelatan dengan tembang-tembang dari album Constelation.
“Tahun ini luar biasa, tempatnya sangat mengasyikan. Kami senang berada disini. Dengar-dengar tahun depan akan ada sisipan literasi juga. Kalau jadi, wah sangat seru!” celetuk Reda Gauditomo, vokalis dari duo AriReda.
FMF adalah representasi bahwa festival musik yang baik tidak melulu soal hingar bingar. Namun bagaimana perhelatan tersebut menjadi ruang hangat bagi para penonton, tidak hanya soal menikmati music, namun juga bercengkrama dengan kawan lama ataupun keluarga. Dan FMF adalah ruang baru, yang tidak pernah kehabisan akal dalam menciptakan kehangatan, dan menyisahkan sepucuk kerinduan.
penulis Reno Surya